Lunturnya Kebhinnekaan Indonesia



Lunturnya Kebhinnekaan Indonesia
Keberagaman merupakan hal yang saat ini sedang ramai dibicarakan. Beberapa pihak mengupayakan hal ini tetap dipegang, tetapi pihak lainnya menginginkan keberagaman dirombak. Hal-hal kontroversial ini yang semakin hari menjadi perhatian publik. Keberagaman yang menjadi ciri khas sekaligus kekayaan Indonesia sedang diuji. Banyak permasalahan yang muncul mengatasnamakan perbedaan, hal ini biasa disebut konflik SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan). Berbagai permasalahan seringkali muncul karena keegoisan suatu kelompok yang menganggap nilai-nilai dalam kelompoknya yang paling benar, sehingga muncul keinginan untuk menguasai. Ketika sedikit saja suatu kelompok merasa dilecehkan akan memunculkan masalah yang besar, mulai dari ujaran kebencian, perang antar suku, unjuk rasa besar-besaran sampai salah satu pihak merasa menang. Sejatinya, masyarakat Indonesia mulai lupa dengan peran mereka masing-masing serta dengan landasan Negara itu sendiri. Dahulu kesatuan sangat dijunjung tinggi dengan dilambangkan pohon beringin yang besar sebagai tanda masyarakat Indonesia dapat  bersatu dibawah satu perlindungan pemerintahan. Selain itu, terdapat semboyan pemersatu yaitu Bhinneka Tunggal Ika yang menyatakan bahwa walau berbeda-beda tetapi tetap satu. Kemudian, bagaimana peran masyarakat saat ini? Jelas mereka sudah mulai lupa dengan apa yang telah dipegang selama ini. 
Seakan kontras dengan semboyan yang selama ini menjadi landasan persatuan, kejadian di lapangan justru jauh dari kata Bhinneka Tunggal Ika. Permasalahan SARA di Indonesia sangat kompleks dan beragam. Hal ini memperjelas bahwa keberagaman tersebut dijadikan alasan untuk menonjolkan perbedaan pandangan, nilai-nilai, doktrin, dan prinsip antar kelompok. Beberapa kasus SARA yang terjadi di Indonesia, seperti kasus Ahok yang dianggap menistakan agama, para artis yang diduga menistakan para ulama, rencana perobohan patung Dewa Kwan Kong di Tuban, dan masih banyak lagi kasus-kasus serupa. Berdasarkan konflik yang telah terjadi, perbedaan justru digunakan untuk berbagai kepentingan politik. Hal ini menunjukkan adanya indikasi suatu kelompok yang memegang doktrin tertentu menginginkan orang lain harus sama dengannya. Permasalahan ini sesungguhnya bukanlah masalah yang besar, tetapi karena ada provokasi dan penyebaran kebencian, konflik ini dibesar-besarkan. Begitupula dengan kasus SARA yang lain. Dikarenakan ada satu kelompok yang ingin menguasai, memaksakan prinsip mereka juga dipegang oleh kelompok lain, maka akan terus-menerus terjadi konflik serupa.
Konflik-konflik yang bermunculan membuat sebagian besar warga Indonesia resah. Keadaan seperti ini akan membuat keharmonisan bangsa semakin renggang. Tanpa disadari dengan fenomena konflik SARA yang hanya sebagian pelakunya, berdampak besar bagi masyarakat pada umumnya. Masyarakat yang sama etnis atau agama dengan sekelompok orang yang berkonflik akan merasa memiliki nasib yang sama, akan muncul pandangan yang sama, dan akibatnya akan melakukan konflik yang sama dalam lingkup kecil, misalnya keluarga.  Fenomena ini mempengaruhi keharmonisan warga dan akan berdampak sampai ke lingkup yang paling kecil.
Masing-masing orang menginginkan pandangannya diterima dan dijalankan, sehingga pro kontra terjadi dan permasalahan muncul. Sikap intoleran, fanatik, egois, skeptis, pemikiran negatif berada dalam setiap benak manusia walau terkadang hanya sedikit dan sangat halus. Hal-hal seperti ini layaknya bom yang siap meledak kapan saja, mungkin seseorang merasa jauh dari konflik-konflik yang sedang terjadi tetapi ketika tersentuh sedikit saja sisi sensitifnya (suku, ras, agama dan golongan), bom ini akan siap meledak menjadi permasalahan dan perpecahan.  
Fenomena munculnya konflik berbau SARA menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia lupa akan keragaman dan landasan Negara yaitu persatuan. Seharusnya keragaman ini menjadi asset kekayaan dan ciri khas Negara Indonesia, bukan sebagai alat keegoisan seseorang atau sekelompok, mengingat semboyan yang dipegang selama ini dibangun atas dasar kompleksitas dan pluralitas kenyataan dan pandangan.  Singkatnya, kesatuan tidak boleh menghilangkan keragaman yang ada, dan sebaliknya keragaman tidak boleh menghancurkan persatuan Indonesia.
Kondisi seperti ini tidak akan membuat masyarakat Indonesia damai melainkan terbayang kekhawatiran dan ketakutan akan adanya perpecahan. Kondisi seperti ini tidak bisa dibiarkan terus berlangsung, karena pada dasarnya setiap orang atau setiap kelompok menginginkan kedamaian, menginginkan keberadaannya diterima, dan menginginkan setiap kelompok dapat hidup berdampingan tanpa harus memaksakan kehendak. Hanya saja perlu kesadaran yang besar bagi tiap individu dalam menerima perbedaan yang ada.
Setiap kelompok memiliki perannya masing-masing yang tidak bisa diabaikan, selain itu peran tersebut memiliki makna dalam menjalani kehidupan bersama. Pengetahuan akan pluralismelah yang dibutuhkan untuk mengerti peran dan makna masing-masing kelompok ini. Dengan pengetahuan tersebut seseorang atau sekelompok akan memiliki pandangan dan pemikiran yang terbuka terhadap kelompok lain, sehingga pikiran-pikiran negatif akan berangsur hilang. Selain keterlibatan tokoh-tokoh yang lebih paham, setiap masyarakat Indonesia perlu memiliki kemauan untuk bergaul dengan kelompok lain, dan mencoba terbuka akan pandangan dan nilai-nilai yang dipegang. Dengan demikian, sikap menerima perbedaan akan didapatkan dan kesatuan kembali dipegang bersama.
Kesimpulannya, sebagian besar konflik SARA disebabkan karena ketidakmengertian masyarakat akan perbedaan dan kesatuan, sehingga muncullah pandangan kelompok terbaik dan merendahkan kelompok lain. Hal dasar inilah yang kurang dipahami setiap orang sehingga penyelesaian seakan tidak ada. Maka dari itu, perlu adanya kesadaran masyarakat Indonesia untuk menyadari dan mau memiliki pemikiran terbuka akan kelompok lain. Hal ini tentu saja tidak akan berjalan tanpa bantuan para tokoh untuk bersosialisasi. Selain itu masyarakat Indonesia perlu melakukan dialog-dialog lintas SARA  untuk meningkatkan pemikiran terbuka. Pada dasarnya tujuan dari kegiatan ini adalah pemahaman, maksudnya bukan untuk mengalahkan yang lain atau mencapai kesepakatan penuh pada suatu agama universal, tetapi untuk menjembatani ketidaktahuan dan kesalahpahaman timbal balik antara suku, agama, ras dan antar golongan di suatu wilayah. Dengan pengertian mengenai perbedaan, Indonesia diharapkan akan kembali damai, dan Bhinneka Tunggal Ika bukan sekadar pajangan tetapi benar-benar dijunjung tinggi sebagai pemersatu dan landasan masyarakat untuk melangkah.


Sumber :
Panikkar, Raimundo. 2004. Dialog Intra Religius. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Hal 33-34.


lagu Buddhist

Like us on Facebook
Follow us on Twitter
Recommend us on Google Plus
Subscribe me on RSS