Salatiga-
Kerukunan merupakan harga mati bagi suatu bangsa yang majemuk. Kerukunan
diantara perbedaan-perbedaan ini akan menciptakan keindahan, kenyamanan yang
luar biasa. Ada pepatah mengatakan rukun
agawe santoso crah agawe bubrah (rukun membuat kesejahteraan, perselisihan
membuat kehancuran). Jika kita terus berseteru maka hanya aka membuat
kehancuran seperti kehancuran ekonomi,social dan budaya. Perseteruan hanya akan
mengakibatkan krisis ekonomi, kesenjangan social, dan runtuhnya kebudayaan.
Ketika krisis ekonomi maka kesejahteraan masyarakat akan semakin turun,
kesenjangan social akan mengganggu ketertiban masyarakat, runtuhnya budaya
menggambarkan bahwa budaya orang Indonesia yang ramah menjadi bringas dan ganas.
Untuk itu
dalam meningkatkan kerukunan terutama kerukunan antar agama. Mahasiswa dan
dosen STAB Syailendra mengadakan kunjungan ke Pura Adhya Dharma Salatiga. Dalam
kunjungan ini sekaligus juga sebagai pertemuan terakhir sebelum Ujian Akhir
Semester dalam Mata Kuliah Pluralitas Agama untuk mahasiswa semester 6.
Kunjungan ini diikuti mahasiswa semester 6, 4 dan 2 didampingi oleh Bapak
Suranto, S.Ag., M.A selaku dosen pengampu Mata Kuliah Pluralitas Agama dan
Bapak Joko Susilo, S.Pd selaku sekretaris Kaprodi Dhammacharya. Dalam kunjungan
ini kami juga berdialog dengan Romo Resi Wiku serta Bapak Nyoman Suasma tentang
agama Hindu dan ajarannya. Selesai berdialog kami pamit dan memberikan
kenang-kenangan berupa buku untuk menambah koleksi kepustakaan di pura
tersebut, namun ada beberapa teman kami yang tinggal untuk menyaksikan proses
ibadah umat Hindu yang kebetulan sore itu hadir di pura.
Kami umat
Buddha dan umat Hindu untuk seterusnya menjaga kerukunan karena kami adalah satu
rumpun yang pernah Berjaya di Negara Indonesia ini. Sekalipun dulu pernah
runtuh, tetapi kami akan terus bangkit demi menjaga Dharma/ Dhamma sebagai
pedoman untuk hidup berbahagia, sejahtera baim dikehidupan sekarang maupun di
kehidupan yang akan datang
Share this on your favourite network
0 comments:
Post a Comment