Home » » HINDUISM AND OTHER’S

HINDUISM AND OTHER’S



NAMA: Didik Susilo
NIM: 12.1.214
HINDUISM AND OTHER’S
LATAR BELAKANG
Hindu merupakan salah satu agama tertua yang ada di dunia. Agama ini terbentuk karena adanya akulturasi antara aliran kebudayaan dan kepercayaan bangsa Dravida dan bangsa Arya di India. Sampai sekarang, agama hindu dapat bertahan dan dapat kita jumpai di masyarakat umum. Hal ini sangat menarik untuk dipelajari bersama, oleh karena itu penulis berusaha mencari dan memaparkan segala hal tentang agama hindu di dalam makalah ini.
ASAL DAN PENGEMBANGAN
Agama hindu memiliki sejarah yang panjang dan kompleks, bahkan dapat dikatakan bahwa agama hindu adalah agama dengan sejarah terpanjang dan paling kompleks diantara agama-agama yang lain. Seorang sarjana cina, Lin Yutang, mengatakan bahwa, “India was China’s teacher in religion and imaginative literature, and the world’s teacher in trigonometry, quadratic equations, grammar, phonetics, Arabian Nights, animal fables, chess …”, yang artinya adalah “India adalah guru Cina dalam agama dan sastra imajinatif, dan guru dunia dalam trigonometri, persamaan kuadrat, tata bahasa, fonetik, Arabian Nights, dongeng binatang, catur”. dari ungkapan sarjana cina ini kita dapat menyimpulkan bahwa india adalah pionir sekaligus penemu trigonometri, persamaan kuadrat, tata bahasa, fonetik, Arabian Nights, dongeng binatang, catur, dll.
Peradaban Lembah Sungai Indus
Peradaban lembah sungai indus, merupakan sebuah peradaban kuno yang hidup sepanjang Sungai Indus dan sungai Ghaggar-Hakra yang sekarang merupakan wilayah Pakistan dan India barat. Peradaban ini sering juga disebut sebagai Peradaban Harappa Lembah Indus, karena kota penggalian pertamanya disebut Harappa. Peradaban ini kira-kira sudah ada sejak 2500 SM – 1500 SM.  Beberapa hasil peradaban di lembah sungai indus antara lain:
a.       Kota Mohenjo Daro dan Harappa dibangun berdasarkan pola kota terencana yang modern.
b.      Terdapat bangunan besar sebagai tempat pertemuan rakyat.
c.       Rumah-rumah dibuat dari batu bata.
d.      Jalan-jalan dibuat lebar-lebar.
e.       Saluran air dibuat sesuai perencanaan kota modern.
f.       Ditemukan bekas permandian.
g.      Ditemukan perhiasan kalung emas dan perak dihias dengan permata.
h.      Ditemukan senjata yang terbuat dari batu dan tembaga.
Benda kuno yang terdapat di kota Mohenjo Daro dan Harappa, antara lain:
a.       lempeng tanah (terra cotta) yang berbentuk persegi dan bergambar binatang atau tumbuhan, seperti gajah, harimau, sapi, badak, dan pohon beringin;
b.      tembikar yang berbentuk periuk belanga dan pecah-belah semacam piring dan cangkir;
c.       alat perhiasan berupa kalung, gelang, dan ikat pinggang dari tembaga;
d.      gambar dewa yang bertanduk, patung dewi Ibu (dewi kesuburan), dan patung pujaan: dewa bumi, dewa langit, dewa bulan, dewa air, serta dewa api.

Bangsa Arya
Sekitar 1500 SM, bangsa Arya/mulia datang ke lembah Indus dari barat laut. Arya adalah  kelompok bangsa indo-eropa, yang bergerak ke selatan dan timur ke eropa dan asia selama ratusan tahun. Bangsa arya adalah bangsa yang berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya, oleh karena itu kebudayaan mereka kurang berkembang dibandingkan dengan bangsa pribumi. Bahasa sansekerta adalah bahasa yang dikembangkan oleh bangsa ini.

Bangsa arya memiliki kepercayaan kepada dewa-dewa, mereka pun memberikan persembahan terhadap dewa yang disembah.  Mereka menghitung kekayaan dari banyaknya hewan ternak yang dimiliki, seperti kambing dan sapi. Mata pencaharian mereka adalah berternak dan bertani, selain itu bangsa arya juga suka berperang dengan suku-suku pribumi. Bangsa arya terampil dalam menulis, membaca, dan menghafal himne. Tulisan himne inilah yang disebut veda. Himne ini merupakan salah satu bentuk penghormatan terhadap para dewa bangsa arya yang sebanding dengan  dewa Yunani, yaitu, Dyaus Pitar ("Father Sky") dan Pritivi Mater ("Mother Earth").

Jainisme
Dua sistem keagamaan baru yang besar muncul dan memisahkan diri dari agama Hindu. Dua sistem keagamaan tersebut adalah Buddhisme dan Jainisme.
Dimulai pada saat yang sama seperti Buddhisme, sekitar 500 SM, Jainisme terlihat kembali untuk sebuah seri dari pemimpin atau guru, manusia yang menjadi jiwa murni. Kebenaran yang memungkinkan seseorang untuk terbebas dari kelahiran yang berulang di dunia ini (samsara). Mereka disebut Tirthankaras atau "ford-makers" karena mereka memimpin orang-orang di seluruh aliran yang ada, dan mereka juga disebut jina atau "penakluk" untuk kemenangan spiritual mereka. Mahavira, kontemporer sedikit lebih tua dari Buddha Gautama, adalah dua puluh empat dan terbesar dari Tirthankaras atau Jina. Mereka telah menaklukkan diri mereka sendiri dan nafsu mereka, karena di Jainisme cara penghematan dan penolakan dilakukan dengan ekstrim. Mahavira dan pahlawan lainnya bahkan melampaui para dewa dan mendapatkan kemahatahuan dengan mengikuti pepatah jain "abhimsa paramo dharma" - ". Tidak menyakiti adalah agama tertinggi" Ahimsa atau tanpa kekerasan adalah prinsip dasar etika mereka.
Dalam pandangan mereka tidak membutuhkan dewa di asal dan siklus alam semesta atau dalam alam dan sejarah spiritual manusia. Mereka memiliki kosmos metafisik dua jenis entitas yaitu: jiwa dan materi, yang mana menjadi kombinasi keduniawian. Dari keyakinan, pengetahuan, dan tingkah laku benar, oleh karena itu jiwa yang murni dan pembebasan dari materi akan tercapai.  Ukuran ekstremitas dari pertapaan mereka adalah kenyataan bahwa pada abad pertama Masehi masyarakat jain dibagi atas kelompok pertapa yang mengenakan pakaian dan tidak (biasanya hanya dalam biara). Jumlah mereka minoritas di India (kira-kira 2 juta) tetapi dihormati. Ukuran exstreme mereka adalah pertapaan dan antikekerasan dalam kenikmatan mereka dengan pembebasan dari samsara yang berfungsi untuk mengingatkan kita bahwa pembebasan dari samsara menjadi masalah utama bagi sebagian besar bentuk Hindu di abad-abad berikutnya.
Hinduisme
Setelah sekitar 500 SM
, terjadi transisi dari agama Veda ke Hindu. Ajaran, Ide-ide baru yang bervariasi dan kompleks berpusat di sekitar samsara, moksha, karma dan brahman. (istilah ini didefinisikan secara singkat di sini dan akan dibahas kemudian). Samsara, dengan penekanan pada perpindahan dan kelahiran kembali jiwa dalam satu putaran hidup (kadang-kadang disebut "metempsychosis"), dipanggil ke dalam sistem korban dan para dewa, karena mereka tidak bisa bebas dari satu siklus kehidupan tak berujung. Untuk mendapatkan kebebasan dari perpindahan, termasuk tidak hanya keberadaan duniawi tetapi juga surgawi, pembebasan akhir lebih dianggap perlu, dalam moksha atau pembebasan. Dengan karma seseorang, secara harfiah tindakan, di masa lalu, kondisi tubuh seseorang sekarang, pikiran, kelahiran, posisi, karakter-telah ditentukan, tapi pengalaman tindakan seseorang hadir dan menciptakan karma baru, yang menentukan masa depan seseorang. Bersama dengan ide-ide kunci yang ada muncul sebuah konsep baru yang menyatukan yang mencakup baik para dewa dan dunia-karena mereka terlalu menjadi tunduk pada kehancuran siklus dan kelahiran kembali, realitas kosmik, mutlak dan utama, Brahman.
HINDU KLASIK
Sistem heterodoks (Buddhisme dan Jainisme) disebut heterodoks karena mereka menolak dua pengandaian dogmatis penting dari Hindu yang tepat: Brahmanisme, dengan semua itu berkonotasi, bukan hanya dari kasta tetapi realitas spiritual dan rejimen, dan kesucian Veda.
Dari literatur lain yang menunjukkan aspek lain dari perkembangan Hindu berjalan di bawah istilah generik dharmashastras atau buku-buku hukum, yang paling terkenal adalah bahwa dari Manu. Dharma, cara hidup, aturan dan bentuk perilaku, adalah istilah kunci Hindu. Hindu adalah di atas segalanya, dharma. Sebagai contoh, dari kode Manu kita dapat mengetahui bahwa sekitar 200 SM semua jendela, bahkan perawan anak-jendela, dilarang untuk menikah, itu adalah bagian dari dharma wanita sampai zaman.
USIA PERTENGAHAN
Setelah kira-kira 1200 SM fakta besar sejarah dan kehidupan India adalah kebangkitan dan kekuasaan kerajaan Islam di India utara. Bukti yang masih dapat kita jumpai adalah pecahnya india menjadi dua bagian yaitu India (hindu) dan Pakistan (islam).
SIKHISME
Dari interaksi hindu dan muslim datang Sikhisme. Kata
sikh berarti murid dalam bahasa dari Punjab, di mana lebih dari 20 juta sikh hidup. Pendirinya adalah Baba Nanak, seorang Hindu yang menjadi murid Kabir, pengikut muslim dari Ramananda, pada abad kelima belas. Dikatakan bahwa sebagai anak laki-laki Nanak memprotes kasta. Ketika tiba saatnya untuk ritual inisiasi benang suci kasta nya. Untuk beberapa waktu dia mengadopsi monoteisme muslim tetapi kemudian ditolak islam. Sebagai seorang pengkhotbah pengembara, ia menyatakan satu dewa yang mana dengan ibadah akan membebaskan dari siklus samsara, pencampuran perpindahan hindu dan monoteisme Islam. Nanak meninggal pada 1538 dan sembilan guru atau guru lain mengikutinya, sampai kesepuluh, Gobind Singh, memutuskan bahwa untuk selanjutnya Granth Sahib (Kitab Suci) harus mengambil tempat pemimpin duniawi. Selama bertahun-tahun cara damai Nanak diubah, konflik dengan kerajaan muslim, sampai persekutuan jamaah militan dari satu tuhan. Dan murid guru mereka. Secara tradisional, di India, mereka masih memakai k’s, yang merupakan tanda dari prajurit Sikh: the kes atau rambut dipotong, celana pendek kachh, selutut, yang kana, bangle besi, kirpan, keris atau pedang, khanga yang atau sisir rambut. Dalam praktek yang sebenarnya, mereka umumnya dibedakan dengan sorban, yang sering dipakai bahkan di negeri-negeri Barat. K’s juga memiliki makna rohani, dan kehidupan keagamaan yang taat Sikh berpusat pada pengabdian kepada Tuhan dan kepada Granth Sahib yang diabadikan di kuil emas di Amritsar.
AGAMA WEDA
Agama ras indo-eropa (bangsa arya). Kitab Weda merupukan kumpulan pujian-pujian yang termasyur, terdiri dari empat bagian yaitu: Rig Weda, Yajur Weda, Sama Weda, dan Atharwa Weda. Dari kesemuanya ini, Rig Weda adalah yang paling awal dan yang paling penting serta berisikan 1028 puji-pujian.
 Di dalam agama weda terdapat kepercayaan terhadap dewa-dewi, yang merupakan penjelmaan dari daya-daya kekuatan alam. Agni adalah dewa api, Bayu adalah dewa angin, Surya adalah dewa matahari, dst. Mereka dipandang sebagai makhluk yang lebih tinggi dari manusia, dan kewajiban manusia adalah menyembah, mematuhi, dan memberi sesaji kepada mereka.jadi terdapat banyak tuhan dalam agama weda ini.
Seperempat puji-pujian di dalam Reg Weda ditujukan kepada Dewa Indra. Dia adalah dewa langit biru, pengumpul awan, pencurah hujan dan yang menurunkan petir. Dewa yang moralnya lebih tinggi dari dewa lainnya adalah Baruna, yakni sebagai wakil dari langit tinggi. Selain itu, Baruna adalah satu-satunya dewa yang mengawasi seluruh dunia, menghukum pembuat kejahatan, dan mengampuni mereka yang bermohon ampunan kepadanya.
Ada satu aspek dari ide ketuhanan yang cukup menarik, yakni kedekatan hubungan dengan apa yang digambarkan sebagai rta. Rta  berarti “cosmic order”, pemelihara dari segala tuhan-tuhan yang ada dan akhirnya dikenal sebagai “kebenaran”.
Bentuk penyembahan utama dalam weda adalah Yajma, yakni upacara pengorbanan kepada dewa-dewa. Para umat melingkari seputar api pengorbanan dan sesaji dikumpulkan didalamnya. Sesaji itu terdiri dari mentega, susu, minuman yang memabukkan, dan barang-barang lain sejenisnya. Binatang yang dikorbankan biasanya adalah kambing, sapi, domba dan seringkali adalah kuda. Kurban itu dimaksudkan untuk menyenangkan hati para dewa untuk memperoleh keberuntungan dari mereka.
Dalam Rig Weda konsep ketuhanan mulai berkembang ke arah monoteisme. Hal itu tumbuh dari tuhan Prajapati Sang Pencipta. “Tetapi” tulis Dr. Radkhakrishna, “monoteisme ini belum sedemikian tajam dan langsung seperti halnya di dunia modern”.
Dalam praktik agama weda, tidak ada berhala, tidak ada upacara mandi di sungai suci, tidak ada pertapaan yang tinggal di hutan, tidak ada kerahiban atau bentuk-bentuk latihan dari yoga. Juga tidak ada kewenangan dalam ajaran hindu tentang Avtar (penjelmaan kembali), dan metapsikososis (perpindahan jiwa). Masyarakat Indo Arya dibagi menjadi tiga kelas, yaitu: ksatria, pertukangan, dan ulama. Saat itu belum ada sistem kasta dan kedudukan wanita lebih tinggi dibandingkan masyarakat hindu masa lalu.
Dalam Atharwa Weda, kita melihat kemerosotan yang besar dalam agama yang kini menjadi nama lain dari takhayul dan praktik guna-guna.
Dr. Radhakrishnan menulis: “Agama Menurut Atharwa Weda adalah agama untuk orang-orang primitif, di mana isi dunia ini penuh dengan arwah orang mati yang tanpa bentuk. Ketika dia menyadari ketidakmampuan terhadap kekuatan alam, dan kodratnya yang dengan pasti menuju ke kematian, maka mereka membuat kematian dan penyakit, kegagalan dan gempa bumi sebagai permainan dari fikirannya. Dunia ini menjadi penuh sesak dengan arwah-arwah dan dewa-dewa yang dapat ditelusuri pada roh-roh yang tidak puas. Bila seseorang jatuh sakit, dukun yang dikirim bukan dokter, dan dia melakukan permainan-permainan mengusir roh dari pasien itu. Daya kekuatan yang menggentarkan hanya dapat ditangkal dengan pengorbanan darah manusia atau binatang. Ketakutan akan kematian memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada Takhayul”.
AGAMA BRAHMA
Dalam berlalunya waktu, kaum Indo Arya maju melewati Punjab dan memasuki Lembah Ganga dan Jamuna. Mereka berhasil menindas penduduk asli dan menurunkan derajad mereka menjadi budak (sudra). Selama periode ini juga berlangsung peperangan diantara kaum Indo Arya sendiri, yaitu antara para perwira (kesatria) dan para ulama (brahmana). Tadinya kasta yang paling tinggi adalah kasta Kesatria, namun kini kaum Brahmana menjadi kasta tertinggi dan paling berkuasa.
Kitab-kitab yang disucikan oleh Brahmana disusun oleh para pendeta agama Brahmana sekitar abad ke delapan sebelum masehi untuk menjelaskan asal-usul mukjizat dan daya kekuatan pengorbanan. Kitab tersebut juga memberi rincian secara monoton dan tidak masuk akal bagaimana upacara suci itu dilangsungkan. Kitab ini juga berisi tentang dongeng-dongeng yang aneh, baik dari manusia maupun dewa-dewa dalam meggambarkan upacara pengorbanan.
Pengorbanan, seperti dikutip Prof. Hopkins, “menjadi seperti mesin giling yang bekerja untuk meramalkan pahala di masa datang dan juga berkah saat ini”. Hal itu akhirnya dianggap sebagai upacara magis dan pengaruhnya tergantung dengan penyajian yang tepat. “yang lebih penting dicatat dari pekerjaan yang ruwet ini ”, tulis Prof. Hiriyana, “adalah perubahan yang terjadi pada jiwa pemberian korban kepada para dewa pada kurun waktu tertentu. Upacara itu lebih cenderung untuk memaksa atau dewa-dewa agama agar memberikan apa yang diinginkan oleh orang yang memberikan korban. Perubahan yang terjadi pada jiwa pengorbanan ini dicatat oleh banyak kalangan cendekiawan masa kini sebagai tahap masuknya bagian-bagian magis dalam Agama Weda dan diambil sebagai tandingan perpindahan kekuatan dari dewa-dewa kepada para pendeta”.
AGAMA UPANISHAD
Tingkat selanjutnya dalam perkembangan pikiran keagamaan di India membawa kita kepada revolusi pertama terhadap kaum Brahmana. Buah pikiran dari para Rishi atau kisah-kisah kepahlawanan dari orang-orang yang mendapat ilham Ilahi telah mengakibatkan perkembangan yang menakjubkan dan ini dikandung dalam Kitab Upanishad. Prof. Hiriyanna menulis: “berbicara lebih luas lagi, ajaran Upanishad menandakan suatu reaksi terhadap kaum Brahmana yang sebagaimana ditunjukkan telah menanamkan suatu upacara agama yang pelik. Lebih dari satu tempat, kitab Upanishad mengutuk nilai-nilai pengorbanan”.
Kandungan utama Upanishad adalah Keesaan Ilahi. Upanishad menyebutkan Tuhan satu-satunya kebenaran adalah Brahman. Di sana ditulis: “Dia yang abadi di antara semua yang fana, yang menjadi kesadaran suci umat manusia, Satu-Satu zat yang menjawab doa dari semua orang … Dia tidak diciptakan tetapi Maha Pencipta: Mengetahui semuanya. Dial ah menjadi sumber kesadaran suci, pencipta waktu, Maha Kuasa atas segala hal. Dia Tuhan dari jiwa dan alam ini … sumber cahaya dan abadi dalam kemuliyaannya. Hadir dimana-mana dan mencintai mahlukNya Dia penguasa terakhir alam dunia ini dan tidak satupun dapat terjadi tanpa izinNya…Saya pergi kehariban Tuhan yang SATU dalam keabadian, memancarkan cahaya yang indah dan sempurna, di dalam Nya kita akan mendapat kedamaian ” (Svetasvatara Upanishad VI: 13: 19)
“Dia tidak terbentuk dari kesadaran dan di luar jangkauan seluruh pikiran, tidak terbatas dan Dia adalah Tuhan. Dia membalas semua perbuatan baik: Abadi, Esa, tidak berawal, menengah dan berakhir.
Ia transeden dan imanen, tidak hanya dalam alam semesta dan jiwa manusia, tetapi juga di luar alam semesta ini.
Zat yang memancar dan tidak berbentuk. Ia di dalam semua dan tanpa semua. Ia tidak dilahir, suci, lebih agung dari yang teragung, tanpa nafas, tanpa jiwa” (Mundaka Upanishad, II, I:2)
Terminologi lainnya yang sering digunakan Upanishad adalah Atman. Yakni “pribadi individual”, sebagai pembeda dari Brahman yang berarti “pribadi alam semesta”. Atman walau demikian bukan berarti badan, dan bukan juga pikiran, hidup, dan jiwa. Ia adalah ruh yang intinya diri sendiri.
Upanishad mengatakan pada kita bahwa tujuan dari kesadaran spiritual dari manusia adalah mencari Tuhan, untuk mengetahuiNya dengan bersatu seseorang denganNya. “Brahman adalah akhir dari suatu perjalanan. Brahman adalah tujuan tertinggi. Brahman ini, Pribadi, tersembunyinya secara mendalam dalam semua ciptaan, dan juga tidak diwahyukan ke semua, tetapi berada di hati yang suci, terkonsentrasi di dalam jiwa… kepadanyalah Dia diwahyukan ” (Katha Upanishad 3: 11-12)
Dan apa yang dikatakan Katha Upanishad tentang cara-cara untuk membimbing manusia ke arah tujuan bersatu dengan Tuhan: “dengan belajar seseorang tidak dapat mengenal Dia bilamana dia tidak berhenti berbuat jahat, bilamana tidak mengendalikan pancainderanya, bila tidak menenangkan pikirannya, dan tidak mempraktikkan meditasi” (Katha Upanishad 2:24)
Jalan itu dapat dibagi atas empat tingkatan: (1) tingkatan usaha memperbaiki akhlak dan kesucian hati, (2) tingkat murid dan belajar dari guru yang mendapat petunjuk (sravana), (3) tingkat refleksi diri (manana), (4) tingkat meditasi (dyana).
Isha Upanishad (ayat 12-14) menjadikan hal terakhir ini jelas bahwa yang sejati itu bukan penyiksaan ataupun mengasingkan diri dan menarik diri dari kehidupan dunia. Ia adalah Jalan Tengah.
AGAMA SRI KRISHNA
Agama Sri Krishna adalah gerakan agama besar kedua yang berkembang bebas serta menentang Brahmanisme. Agama ini dinamakan agama Bhagvata dan nabinya Krishna. Menurut Prof. Garbae ada lima tahapan yang berbeda dalam perkembangan agama Bhagvata.
Dalam taraf pertama, agama ini berkembang di luar Brahmanisme. Agama ini bersifat monoteismeyang menekankan kepada ketulusan dan melaksanakan tugas kewajiban tanpa pamrih lahiriah. Krishna dianggap sebagai nabi yang mendapat ilham dari tuhan untuk mengajarkan agama yang benar. Pada tahap kedua, Sri Krishna dipertuhankan setelah kematiannya oleh para pengikut yang terlampau fanatik dan bodoh. Dalam tahap ketiga yang terjadi 500 tahun SM terjadilah Brahmanisme agama Bhagawat dan Sri Krishna dianggap sebagai Dewa Wishnu.
Tingkat keempat dalam perubahan bentuk agama Bhagvata adalah ajaran Weda, yang paham utamanya adalah pengabdian yang intensif kepada personifikasi Dewa Wishnu, tidak hanya sebagai dewa pencipta dan perusak alam semesta. Jadi, ajaran Weda selain itu menciptakan doktrin trinitas yang merupakan kesatuan dari Brahma, Wishnu, dan Shiwa sebagai penghargaan terhadap tuhan Wishnu. Kedua penjelmaan dalam diri manusia dari Wishnu dikatakan sebagai Krishna dan Rama. Akhir dari semuanya, terjadilah ajaran Weda yang dibangun oleh ahli agama besar Ramanuja, sebagai tokoh modifikasi Monoisme. (Visistadvaita)
Bhagawad Gita, kitab suci agama Bhagawad, dalam bentuk sekarang ini termasuk kedalam tahap keempat. Sri Krishna muncul sebagai Tuhan Yang Maha Kuasa sebagai inkarnasi Wishnu. Bhagawad Gita mengalami perubahan yang sangat besar sebelum sampai bentuk yang sekarang ini dan menyatu dalam epos Hindu, yakni Mahabrata.
Sri Krishna menolak sistem pengorbanan kaum Brahmana dan percaya kepada keaslian wahyu dalam kitab Weda. Dia berkata bahwa Weda sedikit gunanya dan ibarat tempat air yang kecil dalam bidang yang penuh air.
Agama Sri Krishna jelas pada awalnya monoteisme: “mereka yang pikirannya senantiasa tenang berarti memenangkan kehidupan di dunia ini. Tuhan adalah suci dan senantiasa Esa dan senantiasa bersatu dengan mereka” (Bhagawad Gita 5:19)
Agama Bhagawad Gita adalah penyerahan diri kepada Tuhan: “bila seseorang menyerahkan segala keinginan yang muncul di hatinya dengan rahmat Tuhan, maka ia memperoleh kegembiraan beserta Tuhan dan sesungguhnya jiwa telah memperoleh kedamaian” (Bhagawad Gita 3:9)
Sri Krishna mengajarkan kepada pengikutnya untuk menjalankan tingkah laku dengan penuh kesucian atau sebagai kebaktian kepada Tuhan. Bhagawad Gita menyebutkan sebagai Bhakti Yoga. Bhagawad Gita menggambarkan timbulnya beramal tanpa pamrih sebagai Karma Yoga. Namun rupanya tidak ada perbedaan antara Karma Yoga dengan Bhakti Yoga.
Bhagawad Gita berarti Jalan Tengah (6:16). Dia menarik manusia agar mempunyai itikad baik terhadap sesamanya, untuk menyayangi segenap umat manusia, untuk mengendalikan keinginan, dan hawa nafsunya, mengikis egoisme dalam berbakti agar mendapat ketentraman, lemah lembut, sederhana dan pemaaf (16: 1-4). Tujuan akhir manusia dikatakannya adalah “untuk menemukan kedamaian dalam damai dengan Tuhannya” (2: 71-72).
BANKITNYA HINDUISME
Hinduisme menyerap ide-ide keagamaan, gambaran dan praktik kehidupan dari bagsa Dravida dan Wedanya, Brahmana dengan Upanishadnya, Bhagawad Gita dengan Sri Krishna, dan bahkan praktik animism dan primitif serta kegemaran dari bangsa asli india. Hinduisme mengorganisasi keberanekaragaman yang jelas-jelas tidak serasi dalam satu sistem, namun mereka tidak menghapus variasi ataupun mengambil keputusan yang ketat terhadap satu golongan, satu konsepsi keagamaan, ataupun pada cara penyembahan tertentu.
Seringkali dikatakan bahwa hinduisme adalah gudang segala macam percobaan keagamaan dan bukanlah satu agama yang tunggal. Mengutip kata-kata Jawaharlal Nehru: “hinduisme sebagai suatu keimanan adalah samar-samar, tidak berbentuk, banyak sekali sisinya, semua barang untuk semua orang, sangat sukar untuk mendefinisikan atau menyatakan secara pasti apakah itu agama atau bukan dalam rasa bahasa yang biasa. Dalam bentuk yang sekarang ini, dan bahkan di waktu yang lampau Hinduisme merangkum banyak kepercayaan dan adat istiadat dari tingkat tertinggi ke tingkat terendah, seringkali berlawanan atau bertentangan satu dengan yang lainnya”.
Agama hindu mengharuskan keseragaman yang ketat dalam menjalankan aturan-aturan hidup tertentu, sebagaimana tercermin dalam dalam hubungan masyarakat Hindu dan sistem Kasta. Mrs. Annie Besant berpendapat bahwa: “kebebasan pandangan, namun kolot dalam kehidupan ini telah menjadi ciri khas Hinduisme walaupun telah melalui evolusi yang sangat panjang… Seorang hindu boleh berpikir semaunya tentang Tuhan- sebagai kesatuan atau terpisah dari alam semesta, bahkan boleh menghapuskan Nya sama sekali- namun begitu tetap kolot, yakni dia tidak boleh kawin dengan kasta lain ataupun memakan makanan yang ternoda ”.
YANG ESA DAN YANG BANYAK
Di dalam ajaran hindu terdapat kebebasan yang mutlak dalam meyakini ketuhanan. Ada yang meyakini bahwa Tuhan tidak memiliki atribut (nir-gunna), ada juga yang meyakini bahwa Tuhan mempunyai atribut (sa-gunna). Satu-satunya kebenaran Pribadi Tuhan disebut Ishwara atau Bhagawan. Dia dinyatakan sebagai Sat (zat yang tidak terhingga), Chit (kesadaran yang tidak terhingga), dan Anand (kebahagiaan yang tak terhingga). Ishwara di manifestasikan kedalam trinitas agama hindu yaitu: Brahma, Wishnu dan Siwa. Tiga bentuk ini walaupun terpisah dalam fungsinya namun esa dalam esensinya.
Brahma adalah sang pencipta. Istrinya adalah dewi Saraswati, dewi kebijakan. Ia mengandarai angsa Hansa, tinggal di surga Brahmaloka, yakni berada di puncak Gunung Meru yang dikelilingi air suci sungai Gangga.
Wishnu adalah pemelihara. Dia adalah dewa yang berkulit gelap, bertangan empat, tangan pertama memegang tongkat, tangan kedua memegang keranjang atau karangan bunga, tangan ketiga dan keempat memegang teratai. Istrinya adalah Laksmi, dewi kebahagiaan dan kemakmuran. Dia menunggangi burung garuda. Dua titisan Wishnu yang sangat penting adalah Krishna dan Rama. Rama adalah tokoh yang terkenal dalam epos Ramayana, sedangkan Krishna adalah tokoh utama dalam epos Mahabharata. Dalam agama Bhagawad diceritakan bahwa Krishna mempunyai beberapa ribu istri dan gundik, istri yang paling disayanginya adalah Radha. Dia dikatakan memiliki 16.108 isteri.
Siwa adalah perusak. Ia digambarkan sebagai seorang pertapa yang mengendarai lembu sucidan tempat tinggalnya di Kailasa. Ia mempunyai tangan empat, dan selalu berpakaian kulit macan dan berambut loreng dan seekor naga melingkar di lehernya. Lambangnya adalah Lingga atau Phallus. Isterinya Parawati, Durga dan dewi yang dahsyat kali yang keduannya penjelmaan Parwati. Ganesha dewa keberuntungan yang berkepala gajah adalah yang paling terkenal di antara anak-anak Siwa yang banyak.
KARMA DAN KELAHIRAN KEMBALI
Kaum hindu tidak sepakat mengenai masalah asal-usul dunia ini. Beberapa dari mereka percaya dunia ini diciptakan oleh Tuhan dari ketiadaan, tetapi mereka yang berpandangan seperti ini tidaklah banyak. Banyak juga yang mengira dunia ini adalah suatu khayalan (maya) dan terjadi hanya karena kelalaian kosmis (avidya) serta sesungguhnya tidak ada yang nampak kecuali SATU (Brahman). Para pengikut aliran Samkya dan Yoga dari fisafat Hindu, dan juga kaum Arya Samaj berpandangan bahwa baik materi (prakrit) dan roh (purush) tidak diciptakan dan abadi. Dunia adalah hasil permainan (dengan atau tanpa intervensi Tuhan) dari materi dengan roh.
Roh pribadi ataupun jiwa muncul di bumi ini untuk bekerja demi keselamatan mereka dengan arah evolusi yang lamban melalui kematian dan kelahiran yang tak terhitung jumlahnya. Dengan kematian jasmani, masing-masing jiwa yang abadi itu memperoleh suatu jasad tubuh baru dan selanjutnya memulai kehidupan yang baru lagi di dunia. Inilah yang kit abaca dari Bhagawad Gita: “sebagaimana seseorang menanggalkan baju lamanya dan mengambil pakaiannya yang baru, maka begitulah roh itu meninggalkan jasad kasarnya dan mengembara untuk menetap lagi di tubuh yang baru” (2:22)
Semua yang dijalani manusia dalam kehidupan ini, kondisi tubuh yang dipunyai, harta, kedudukan dalam masyarakat, kebahagiaan, dan kesedihannya merupakan akibat perbuatannya di masa lampau. Ini ajaran tentang Karma. Karma manusia itu adil, siapa yang menanam, maka dia yang akan menuai: “sesuai dengan tingkah laku manusia di jalan kehidupan, begitulah dia jadinya, dia yang berbuat jahat akan menjadi jahat, dia berbuat baik akan menjadi baik. Dengan tingkah laku yang suci, dia menjadi suci (dan bahagia); dengan kelakuan jahat dia akan menjadi jahat (dan terlaknat) ”. (Brihadaranyaka Upanishad IV, 4:4)
Bila dia dalam menjalankan dharmanya dengan penuh keyakinan, dengan berbuat baik maka dia akan memperoleh jasmani yang baik, kasta yang lebih tinggi, hidup makmur dan bahagia. Bilamana dia dalam menjalankan dharmanya di jalankan dengan berbuat jahat maka di kehidupan yang akan datang dia akan dilahirkan kembali dalam keadaan yang lebih buruk, bahkan bisa jadi dilahirkan di dalam jasad seekor binatang atau yang lebih rendah.
Pada saat kematiannya, jiwa itu tidak seketika muncul kembali dalam jasad tubuh baru di dunia. Pertama, dia pergi ke surga atau neraka tergantung pada tingkah laku manusia itu. Di sana dia akan menderita sakit atau menikmati kesenangan sesuai dengan buah hasil perbuatannya. Setelah itu baru dia akan dilahirkan kembali ke dalam tubuh yang baru: “setelah mencapai akhir dari perjalanannya (di surga atau di neraka), mulailah dia dengan karyanya di bumi. Maka jauhilah bagi manusia yang hidup diliputi oleh hawa nafsunya”. (Brihadaranyaka Upanishad IV. 4:6)
Dalam roda perputaran kelahiran dan kematian inilah seseorang manusia terikat hawa nafsunya dan kejahilannya. Tetapi disaat dia menaklukkan hawa nafsunya dan membinasakan kejahilannya, maka dia memperoleh keselamatannya. Mukti atau Moksha adalah tidak adanya kelahiran kembali di dunia ini. Dia menjadi satu dengan Tuhan, dan jiwa pribadinya terserap dalam Roh Semesta.
TIGA JALAN
Agama hindu percaya bahwa ada banyak jalan untuk mencapai Tuhan untuk berbagai jenis manusia. Secara umum ada tiga jalan bagi manusia, yaitu: Jhana Marga, Bhakti Marga, dan Karma Marga.
Jhana Marga merupakan jalan bersatu dengan tuhan melalui pengetahuan, dimaksudkan bagi pencari spiritual yang cenderung memiliki intelektual yang yang kuat. Bhakti Marga merupakan jalan bersatu dengan tuhan dengan cinta dan pengabdian. Dia mnyembah dan memuja baik Siwa, Wishnu ataupun isteri-isteri dari para dewa mereka. Dia menyatakan cintanya melalui upacara kebaktian atau memberi sesaji berupa makanan atau bunga-bunga kepada arca atau dengan cara menari dan menyanyi. Karma Marga merupakan jalan untuk bersatu dengan Tuhan dengan cara kerja. Dia bekerja dengan penuh kesadaran dan jalan ini mendorong ke arah keselamatan atau bersatu dengan Tuhan.
EMPAT ASHRAMA
Menurut agama hindu, kehidupan yang dicita-citakan untuk lahir kedua kalinya (yakni, manusia dari tiga kasta yang lebih tinggi) terbagi atas empat tingkatan atau Ashrama.
Tahap pertama yakni ia menjadi murid, terikat kepada hidup membujang (Brahmachari), dimulai setelah acar pembabtisan antara usia 8-12 tahun, berakhir saat dia berusia duabelas tahun. Selama periode ini, murid biasanya hidup di rumah gurunya dan melayaninya sebagai balasan atau perintah yang diterimanya. Kewajibannya adalah memperoleh ilmu dari Dharma dan kitab suci.
Tingkat kedua adalah sebagai tuan rumah (Grahastha). Dimulai dengan perkawinan, kewajiban tuan rumah adalah memperoleh anak, mengejar kekayaan dan berhasil dalam karir yang dipilihnya. Dia diharapkan melakukan upacara kebaktian umum maupun musiman dan memberikan sesaji untuk para dewa atau para leluhur.
Taraf ketiga, yakni penghuni hutan (Vanaprastha), dimulai ketika manusia itu menjadi tua dan mempunyai cucu. Dia harus menyendiri ke hutan dan memutuskan ikatan keduniawian dan mengabdikan diri sepenuhnya dengan latihan-latihan keagamaan.
Taraf terakhir yaitu sebagai petapa (Sannyasin). Disini seseorang menyendiri, menghindari segala sesuatu, bahkan keluarga, secara bertahap mengurangi makanannya hingga sepotong sehari dan menanti serta mempersiapkan diri untuk mati.
SISTEM KASTA
Kitab Suci Hindu (Shruti) dan kitab hukum (Dharma Shastra) membagi seluruh umat hindu kedalam empat kasta yang terpisah dan berbeda, yaitu: Brahmana (pendeta), Kshatriya (bangsawan dan perwira), Vaisya (pedagang dan tukang), dan Sudra (budak). Kasta adalah suatu sistem di mana peristiwa kelahiran telah menetukan sekali untuk seumur hidup segenap jalinan hubungan sosial, maupun rumah tangga hidup manusia.
Menurut Sir Edward Blunt: “Prinsip dasar dari kasta adalah perkawinan dan keturunan. Seorang laki-laki harus kawin dengan seorang wanita dari satu kasta yang sama dengan dirinya. Anak-anak mereka dilahirkan dengan kasta yang sama seperti orang tuanya dan seluruh hidupnya harus tetap menjadi menjadi anggota dari kasta tersebut. Selanjutnya setiap kasta menetapkan dari kasta apa seseorang boleh memiliki kawan untuk sama-sama makan, seorang koki untuk menyiapkan makanannya, dan seorang abdar (pembantu) yang akan membawakan air. Seringkali suatu kasta itu terdiri dari berbagai sub-kasta yang endogame (kawin dengan kastanya sendiri), dalam hal ini apa yang telah kita uraikan tentang kasta berlaku pula dalam sub-kasta ini”.
Sistem kasta ini muncul pertama kali pada masa Brahmana dimana para pendeta Brahma memiliki kedudukan yang terhormat di India. Sistem kasta ini digambarkan secara terperinci dalam Kitab Dharma Shastra, khususnya dalam Manu Smritti, menurut Manu ada tiga kasta yang suci yaitu: Brahmana, Kshatrya, dan Waisya. Dibawahnya kasta Sudra. Mereka tidak diperbolehkan menaruh sesaji dan membaca Weda, fungsi mereka adalah melayani kasta Kshatrya. Yang paling rendah adalah orang tak berkasta (Paria). Mereka adalah golongan rendah di India yang mengerjakan tugas-tugas kotor dan hina, menjadi penyapu jalan, tukang cuci pakaian kotor, dll. Kaum paria harus terpisah dari kasta-kasta yang lainnya. Mereka dipandang kotor, bahkan anak mereka pun tidak diperbolehkan untuk bersekolah.
Dharma dalam pandangan hindu adalah kedudukan dan tingkah laku yang cocok pada kastanya dan tidak pada kasta lainya sepanjang hidup. Jadi pengelola uang itu diharapkan akan menjadi wiraswasta yang cerdas, dan perwira menjadi prajurit yang gagah berani. Namun demikian ada juga Dharma secara umum (Sadharana Dharma), ketulusan atau berpegang pada aturan moral berlaku untuk semuanya. Termasuk disini perintah untuk melakukan perbuatan berguna seperti: menjadi peziarah, menghormati Brahmana, dan memberi derma. Demikan juga berlaku pada larangan, misalnya seperti: menyakiti, berbohong, membunuh, mencuri,dll.
SEKTE-SEKTE HINDU
Beragam sekte yang terdapat dalam agama hindu sebagai hasil gerakan Bhakti. Kaum hindu ortodox (Sanatan Dharmis) dibagi dalam tiga sekte, tergantung dari dewa mana yang dianggap paling dipuja mereka.
1.      Sekte Vaishnav-Pemuja Wishnu, penjelmaanya, isteri-isteri serta selir-selirnya. Pengikut sekte ini antara lain: Ramanuja, Ramananda, Kabir, Chaitanya, dan Vallabhacharya.
2.      Sekte Shaiva, penyembah Siwa dan pasangannya. Pemikir dan pengajar terbesar dari sekte ini adalah ahli fisafat Shankara (abad 9 SM) yang termashur sebagai eksponen Monisme Absolut (Advaita Vedantism). Pengemis keagamaan hindu, pertapa, serta para yoga termasuk dalam sekte ini.
3.      Sekte Shakta, mereka yang memuja penyembahan dewi-dewi saja, misalnya Saraswati, Laksmi, Radha, Sita, Parwati, Durga dan Kali. Kitab sucinya adalah Tantras.
Dalam perkembangan selanjutnya muncul sekte-sekte baru (tidak Ortodok) sebagai akibat dari pengaruh Islam dan Kristen.
1.      Brahmo Samaj, didirikan di Bengali oleh Raja Raj Mohun Roy (1774-1833). Seorang cendekiawan terkemuka dalam bahasa Arab serta Parsi. Buku pertamanya, Tuhfat-ul-Muwahiddin (suatu persembahan kepada orang-orang bertauhid) ditulis dalam bahasa arab. Kaum Brahmo Samaj percaya kepada Keesaan Tuhan dan percaya kepada nabi-nabi dari semua agama. Tetapi mereka tidak percaya kepada wahyu ilahi. Mereka mengambil sikap rasional dan maju terhadap masalah-masalah kemasyarakatan dan pelopor di antara pendidikan Hindu modern, serta hak-hak kaum wanita. Penyair Bengali Rabin-dranate Tagore termasuk golongan ini.
2.      Arya Samaj, percaya kepada Keesaan Tuhan dan mengutuk penyembahan berhala. Didirikan oleh Swami Dayanand Saraswati (1824-1883). Membenci agama yang lain dan menyebut mereka sebagai agama palsu. Kaum Arya Samaj percaya bahwa Weda adalah Wahyu ilahi, tak tercipta dan abadi, serta mendasarkan keimanan mereka terutama kepada kitab tersebut meskipun mereka menafsirkannya dengan cara yang bagi kaum ortodoks kurang menyenangi. Cita-citanya adalah memurnikan (Shuddhi) atau mengembalikan kepada hindu lagi melalui bujukan, godaan atau kekerasan orang Hindu dan anak-anaknya yang telah memeluk agama Islam atau Kristen. Mereka di barisan terdepan dari segala gerakan Hindu yang militant.
3.      Versi modern dari Sankara’s Advaita Vedantism, yang percaya kepada keesaan mutlak dan menganggap dunia ini sebagai ilusi (maya). Pendiri sekte ini adalah Ramkrishna Paramhansa, tetapi orang yang mempopulerkan serta menyebarkan ke seluruh india dan bahkan di Negara asing adalah muridnya yang sangat pandai dan dinamis, yakni Swami Vivekananda. Pengikut sekte ini percaya Brahma sendirilah yang nyata, Dia adalah Dzat Yang Mutlak, Satu Tuhan yang impersonal, dari para dewa yang terdapat dalam kitab suci dan mitologi adalah manifestasi atau bentuknya. Sekte ini juga menganggap bahwa Weda adalah wahyu ilahi dan abadi. Mereka menganggap bahwa semua agama adalah benar – sebagai jalan yang berbeda kea rah Tuhan yang sama – namun agama Hindu adalah jalan yang paling sempurna.

KESIMPULAN
Agama hindu merupakan agama yang tertua dan memiliki sejarah yang sangat kompleks. Agama hindu yang kita kenal sekarang merupakan agama hindu yang telah mengalami perubahan dan pengaruh dari berbagai kepercayaan dan kebudayaan. Mereka percaya adanya dewa dan dewi. Dewa yang terkenal di agama hindu adalah dewa Brahma, Wishnu, dan Siwa. Dalam perkembangan selanjutnya Agama hindu terbagi menjadi beberapa sekte yang memuja dewanya masing-masing.

DAFTAR PUSTAKA
1.      Ward J. Fellows, Religions East and West, (USA: Wadsworth Group), 1998
2.      Ulfat Aziz-us-Samad, Agama Besar Dunia. (agamabesarduniagreatreligionsworld.pdf (www.aaiil.org)), 1990
3.      http://id.wikipedia.org/wiki/hinduisme diakses pada tanggal 4 februari 2015 pada pukul 13:30 WIB
4.      http://id.wikipedia.org/wiki/Peradaban_Lembah_Sungai_Indus diakses pada tanggal 4 februari 2015 pada pukul 13:28 WIB









Share this on your favourite network

0 comments:

Post a Comment

Like us on Facebook
Follow us on Twitter
Recommend us on Google Plus
Subscribe me on RSS