Home » » Sense Experience of the Liberated Being As Reflected in Early Buddhism

Sense Experience of the Liberated Being As Reflected in Early Buddhism



Nama   : Didik Susilo                                                  Dosen              : Sukkhitta Dewi, S. Pd.B
NIM    : 12.1.214                                                        Mata Kuliah    : Filsafat II

Sense Experience of the Liberated Being As Reflected in Early Buddhism

A.    Latar Belakang
Sebelum Buddhisme awal terdapat dua jalan ekstrim yang ditentang oleh Buddha yaitu pertapaan dengan cara menyiksa diri dan pemuasan nafsu indera. Kedua jalan ini berkembang dan diyakini dapat membawa pada pembebasan. Perkembangan selanjutnya, tepatnya pada Buddhisme awal banyak orang mulai meninggalkan kedua jalan ekstrim ini dan berpindah melakukan praktik  meditasi (pertapaan). Praktik pertapaan sering dilakukan di hutan-hutan yang jauh dari keramaian, praktik pertapaan ini bertujuan untuk mencapai pembebasan melalui pengalaman-pengalaman indria. Akan tetapi, dalam perkembangannya konsep pembebasan melalui pengalaman-pengalaman indria tersebut mengalami transisi ke penyelidikan terhadap konsep kontak (phassa) dan sensasi/perasaan (vedana). Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis akan membahas tentang “Sense Experience of the Liberated Being As Reflected in Early Buddhism.”      
   
B.  Pembahasan
Sense Experience of the Liberated Being As Reflected in Early Buddhism dalam bahasa Indonesia berarti pengalaman indria untuk mencapai pembebasan pada Buddhisme awal. Pengalaman indria yang dimaksudkan dalam pembahasan ini yaitu mengenai kontak (phassa) dan perasaan (vedana). Dalam Mahanidana Sutta, dikatakan bahwa: “Kontak mengondisikan perasaan.”, “Batin-dan-Jasmani mengondisikan kontak.”. Peryataan ini dapat diartikan bahwa dengan adanya kontak (phassa) akan menimbulkan perasaan/sensasi (vedana). Phassa dan Vedana merupakan hubungan sebab akibat yang saling mempengaruhi. Dalam Abhidhamma, phassa dapat terjadi melalui pintu batin dan lima pintu indria. Lima pintu indria tersebut adalah: pintu mata, pintu telinga, pintu hidung, pintu lidah, dan pintu tubuh. Setiap pintu memerlukan objek yang terkait, objek mata, suara, bau-bauan, rasa ataupun objek sentuhan. Hubungan antara Phassa dan Vedana untuk mencapai pembebasan akan dikupas lebih dalam lagi dalam bab ini, namun sebelumnya kita harus tahu bahwa ada lima keadaan yang mampu membuat seorang Bhikkhu memcapai pembebasan. Ke-lima keadaan tersebut adalah: mendengarkan dhamma, mengajari dhamma, mengulangi dhamma, merenungi dhamma dan selama meditasi.

Lima Keadaan Untuk Mencapai Pembebasan
Di dalam Anguttara Nikaya (5.3.26), dijelaskan tentang lima keadaan yang mampu membuat seorang Bhikkhu mencapai pembebasan, ke-lima keadaan tersebut adalah:
1.      Mendengarkan Dhamma, membawa kegirangan, khususnya jika seseorang mempunyai ketertarikan dengan dhamma. Ini secara alami menenangkan pikiran dan membuatnya damai dan tenang. Pikiran yang damai dengan mudah terkonsentrasi. Dengan pikiran yang terkonsentrasi, akan muncul pengetahuan.
2.      Mengajari Dhamma, dalam mengajari Dhamma, seseorang perlu memahami dan merefleksi dhamma. Dari sini kegirangan muncul yang mana akan menuntun secara berturut-turut pada ketenangan, konsentrasi dan pengetahuan.
3.      Mengulangi Dhamma, walaupun tidak umum sekarang ini, itu cukup umum di masa Buddha ketika buku-buku belum ada. Pada saat itu, Dhamma dipertahankan dan diteruskan kepada generasi berikutnya oleh orang-orang yang menghafalnya secara teratur. Jika para bhikkhu ingin meneruskan Dhamma, mereka harus sangat mengenal Dhamma. Oleh karena itu para bhikkhu cukup banyak menghabiskan waktu untuk menghafal Dhamma. Pengulangan dhamma secara terus menerus akan membuat anda semakin mengenal dhamma. Pertama kali anda membaca, mendengar, atau menghafal sutta, anda akan mencapai pemahaman tertentu. Dengan pengulangan dhamma yang intensif, anda akan memperoleh pemahaman yang semakin dalam. Urutan kegirangan, ketenangan, konsentrasi dan pengetahuan yang serupa mengikuti.
4.      Merenungi Dhamma, ini termasuk merenungkan, berpikir dan mempertimbangkan dengan hati-hati dhamma dari berbagai aspek, keabsahan dan sangkut pautnya terhadap kita. Dengan cara ini ketenangan, konsentrasi dan pengetahuan akan muncul.
5.      Selama meditasi, menurut sutta-sutta, ini termasuk perenungan /perhatian terhadap tanda-tanda konsentrasi (samadi nimitta), yang dipahami dan ditembusi dengan benar. Urutan kegirangan, ketenangan, konsentrasi, dan pengetahuan akan muncul.
Hal yang penting untuk diperhatikan adalah dari lima keadaan ini, hanya satu keadaan yang tercapai selama meditasi formal dan ke-4 lainya adalah diluar meditasi formal: mendengarkan, mengajari, mengulangi, dan merenungi dhamma. Sutta ini secara jelas menyatakan bahwa obyek dari Sati (perenungan) yang harus direnungkan yakni: jasmani, perasaan, pikiran dan dhamma-dhamma adalah yang terpenting. Demikian yang kita lihat di buku-buku vinaya (Mahavagga, Bab 1) bahwa seribu enam puluh murid-murid Buddha yang pertama semuanya mencapai pencerahan hanya dari mendengar khotbah-khotbah Buddha. Tapi tentu saja kadidat-kadidat ini harus dipilih secara khusus oleh Buddha karena mereka telah mencapai jhana pada kehidupan sekarang atau kehidupan manusia sebelumnya, karena jhana adalah kondisi yang penting untuk mencapai kesucian Arahat yang dinyatakan dalam Sutta Anguttara Nikaya 9.36, Majjhima Nikaya 52,64, dll
Di dalam lima keadaan ini, kedalaman pengetahuan tergantung pada kesempurnaan Jalan Ariya Berunsur Delapan. Sebagai contoh, pengetahuan mendalam adalah mungkin dengan kesempurnaan konsentrasi (jhana) didukung oleh ke-7 faktor dari Jalan Ariya Berunsur Delapan lainya. Pada kasus ini, pencapaian tertinggi seperti anagami, dan arahat bisa diharapkan. Konsentrasi tanpa jhana menghasilkan pengetahuan yang dangkal. Hasilnya adalah Sotapanna dan Sakadagami. ini jelas terdapat Anguttara Nikaya 3.85 dan 9.12.
Bab 1 dari Mahavagga (Vinaya Pitaka) juga membuat hal ini cukup jelas. Setelah Buddha seribu pertapa rambut anyaman jerami menjadi murid-muridnya, Buddha membabarkan pada mereka khotbah tentang api (Aditta Sutta) dimana semua seribu dari mereka menjadi Arahat. Setelah itu Buddha membawa mereka ke Rajagaha dimana Raja Bimbisara memimpin 12 nahuta umat awam untuk mengunjungi Buddha. Menurut kamus pali, satu nahuta adalah “jumlah yang besar banyak sekali”, dan menurut komentar adalah 10.000. Buddha memberikan mereka khotbah lanjutan pada Dhamma, secara dasar, terhadap Empat Kesunyataan Mulia, dan semua 12 nahuta dari mereka meraih mata dhamma (pencapaian kesucian tingkat pertama). Beberapa dari mereka mungkin telah melatih meditasi, tetapi sangat mustahil bahwa setiap orang dari jumlah orang yang besar ini telah melakukannya.

Meditasi/Konsentrasi Benar (Samma Samadhi)
 Di dalam penjelasan sebelumnya, diketahui bahwa jhana penting untuk mencapai pengetahuan mendalam dan akan membawa kepada tingkat kesucian Anagami dan Arahat (pembebasan). Jhana hanya dapat kita capai dengan melaksanakan meditasi. Dalam Jalan Ariya Berunsur Delapan, Meditasi/konsentrasi benar terdapat pada kelompok Samadhi yakni : usaha benar (Samma Vayama), perhatian benar (Samma Sati), dan konsentrasi benar (Samma Samadhi). Menurut Piyadassi Thera dalam Buddhis Meditation, “Istilah meditasi sebenarnya dapat disamakan dengan istilah ‘bhavana’ yang arti harfiahnya ‘pengembangan batin’ yakni usaha untuk menumbuhkan batin terpusat, tenang, mampu dengan jelas melihat sifat batin sesungguhnya gejala apapun yang dapat merealisasi Nibbana, suatu keadaan batin ideal dari batin yang sehat.”  
Meditasi yang diajarkan oleh Buddha ada dua macam, yaitu: Pemusatan Batin (samatha atau samadhi) yaitu penyatuan pemusatan batin (cittekaggata Skrt. cittaikagrata), dan Pandangan Terang (Vipassana Skrt. Vipasyana atau Vidarsana). Istilah kata yang umum di pakai adalah Samatha Bhavana dan Vipassana Bhavana. Samatha Bhavana bertujuan untu ketenangan batin, sedangkan Vipassana Bhavana bertujuan untuk mencapai pandangan terang/pembebasan.

Phassa Dan Vedana Untuk Mencapai Pembebasan
Di dalam Paticcasamuppada, dijelaskan bahwa:
Salayatana-paccaya phassa
Phassa-paccaya vedana
Vedana paccaya tanha-.

Tergantung pada enam landasan-indria, kontak muncul.
Bergantung pada kontak, sensasi
/perasaan muncul.
Tergantung pada sensasi
/perasaan, keinginan muncul.
Persepsi indria manusia diakibatkan adanya kontak antara indria dengan suatu objek. Di dalam Mahasattipathana Sutta, dijelaskan bahwa salah satu cara untuk mencapai pandangan terang/pembebasan adalah dengan cara melaksanakan vipassana bhavana dengan melakukan perenungan terhadap enam landasan indria internal dan eksternal. Buddha bersabda: “Kemudian, para bhikkhu, seorang bhikkhu berdiam merenungkan objek-objek pikiran sehubungan dengan enam landasan indria internal dan eksternal. Bagaimanakah ia melakukannya? Di sini, seorang bhikkhu mengetahui mata, mengetahui objek-objek penglihatan, dan ia mengetahui belenggu apa pun yang muncul bergantung pada kedua hal ini. Dan ia mengetahui bagaimana belenggu yang belum muncul itu muncul, dan ia mengetahui bagaimana melepaskan belenggu yang telah muncul, dan ia mengetahui bagaimana ketidakmunculan belenggu yang telah dilepaskan itu akan muncul di masa depan. Ia mengetahui telinga dan suara-suara …. Ia mengetahui hidung dan bau-bauan …. Ia mengetahui badan dan objek-objek sentuhan …. Ia mengetahui pikiran dan mengetahui objek-objek pikiran, dan ia mengetahui belenggu apa pun yang muncul bergantung pada kedua hal ini. Dan ia mengetahui bagaimana belenggu yang belum muncul itu muncul, dan ia mengetahui bagaimana melepaskan belenggu yang telah muncul, dan ia mengetahui bagaimana ketidakmunculan belenggu yang telah dilepaskan itu akan muncul di masa depan.”.
“Demikianlah ia berdiam merenungkan objek-objek pikiran sebagai objek-objek pikiran secara internal …. Dan ia berdiam terlepas, tidak menggenggam pada apa pun di dunia ini. Dan itu, para bhikkhu, adalah bagaimana seorang bhikkhu berdiam merenungkan objek-objek pikiran sebagai objek-objek pikiran sehubungan dengan enam landasan indria internal dan eksternal.” (Mahasatipatthana Sutta).
Peryataan ini secara jelas menyatakan bahwa dengan adanya phassa melalui enam landasan indria internal dan eksternal maka akan menimbulkan objek-objek pikiran. Dengan merenungkan objek-objek pikiran sebagaimana adanya akan menuntun meditator ke pencapaian pandangan terang/pembebasan akan dapat terealisasi.
Di dalam Anguttara Nikaya, Buddha Bersabda: “Vedanasamosarana sabbe Dhamma yang berarti bahwa: “Segala sesuatu yang timbul dalam pikiran mengalir bersama dengan sensasi.Secara garis besar, Buddha mengacu pada lima jenis vedana: Sukha vedana (sensasi tubuh yang menyenangkan), Dukkha vedana (sensasi tubuh tidak menyenangkan), Somanassa vedana (perasaan mental yang menyenangkan), Domanassa vedana (perasaan mental yang tidak menyenangkan), Adukkhamasukha vedana (sensasi tidak menyenangkan atau menyenangkan, baik tubuh maupun pikiran.)
Di dalam Mahasatipatthana Sutta, dijelaskan bahwa seseorang yang melaksanakan vipassana bhavana dengan objek perenungan terhadap perasaan akan membawanya ke pandangan terang/pembebasan. Buddha bersabda: “Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seorang bhikkhu berdiam merenungkan perasaan sebagai perasaan? Di sini, seorang bhikkhu yang sedang merasakan perasaan menyenangkan mengetahui bahwa ia sedang merasakan perasaan menyenangkan; merasakan perasaan menyakitkan, ia mengetahui bahwa ia sedang merasakan perasaan menyakitkan; merasakan perasaan yang-bukan-menyenangkan juga-bukan-menyakitkan, ia mengetahui bahwa ia sedang merasakan perasaan yang-bukan-menyenangkan-juga-bukan-menyakitkan; merasakan perasaan indria yang menyenangkan, ia mengetahui bahwa ia sedang merasakan perasaan indria yang menyenangkan; merasakan perasaan non-indria yang menyenangkan, ia mengetahui bahwa ia merasakan perasaan non-indria yang menyenangkan; merasakan perasaan indria yang menyakitkan …; merasakan perasaan non-indria yang menyakitkan …; merasakan perasaan indria yang bukan menyakitkan juga bukan menyenangkan …; merasakan perasaan non-indria yang bukan menyakitkan juga bukan menyenangkan, ia mengetahui bahwa ia sedang merasakan perasaan non-indria yang bukan menyakitkan juga bukan menyenangkan.”
“Demikianlah ia berdiam merenungkan perasaan sebagai perasaan secara internal. Ia merenungkan perasaan sebagai perasaan secara eksternal …. Ia berdiam merenungkan munculnya fenomena dalam perasaan, lenyapnya fenomena, serta muncul dan lenyapnya fenomena dalam perasaan. Atau, penuh perhatian bahwa “ada perasaan” muncul dalam dirinya hanya sejauh yang diperlukan bagi pengetahuan dan kesadaran. Dan ia berdiam tanpa bergantung, tidak melekat pada apa pun di dunia ini. Dan itu, para bhikkhu, adalah bagaimana seorang bhikkhu berdiam merenungkan perasaan sebagai perasaan.” (Mahasatipatthana Sutta).
Dapat disimpulkan bahwa, dengan merenungkan dan menyadari secara mendalam perasaan sebagaimana adanya akan menuntun meditator yang melakukan meditasi vipassana bhavana ke pencapaian pandangan terang/pembebasan.
Vedana samyuta yang merinci pemahaman lengkap sensasi/perasaan, vedana untuk mencapai pencerahan, yaitu dengan Ia juga sepenuhnya memahami sensasi/perasaan yang timbul (vedanasamudayo ayam ti), jalan menuju ke yang timbul sensasi/perasaan (vedanasamudayagamini ayam patipada ti), penghentian sensasi/perasaan (vedananirodho ayam ti), jalan menuju penghentian sensasi/perasaan (ayam vedana-nirodhagamini patipada ti), bahaya sensasi/perasaan (ayam vedanaya nissaranan ti).
Pada umumnya manusia cenderung menyukai perasaan yang menyenangkan baik secara jasmani dan mental, sedangkan membenci perasaan menderita secara jasmani dan batin. Hal ini terjadi karena tingkat kemelekatan manusia akan duniawi masih tinggi, dalam artian kekotoran batin yang meliputi keserakahan, kebencian, dan kebodohan masih melekat kuat pada manusia. Untuk mengurangi kemelekatan itu seharusnya manusia sadar bahwa semua itu dicengkram oleh dukkha, anattha, dan anicca. Pemahaman, pengembangan, pemusatan mendalam terhadap fenomena-fenomena yang terjadi dengan melakukan meditasi akan mengurangi kemelekatan dan kekotoran batin. 
C.  Kesimpulan
Dari pembahasan tersebut dapat penulis simpulkan bahwa, keserakahan, kebencian, dan kebodohan terletak pada dasar perasaan menyenangkan, tidak menyenangkan, dan netral. Munculnya sensasi/perasaan berawal dari kontak yang menangkap objek. Oleh karena itu, kita berusaha untuk mengendalikan kontak dan perasaan untuk mengurangi kilesa (lobha, dosa, dan moha) dengan cara melaksanakan vipassana bhavana. Contohnya adalah melaksanakan vipassana bhavana dengan mengambil objek perenungan terhadap enam landasan indria internal dan eksternal, dan perenungan terhadap perasaan.

D.  Referensi
1.      Bhante Dhammavuddho Maha Thera, Kebebasan Sempurna.pdf, (http://dhammacitta.org)
2.      Buddhis Meditation Oleh Piyadassi Thera (: http://www.samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/meditasi-buddhis-2/ diakses pada tanggal 14 februari 2015 pada pukul 10:24 WIB
3.      Mahavirothavaro, dkk, MEDITASI II, (Yanwreko Wahana Karya), 2009
4.      Sayalay, Susila, Mengungkap Misteri Badan dan Jasmani Melalui Abhidhamma, (Jakarta, Yayasan PJBI), 2012
5.      Sensations - The Root Of Misery And Sorrow And The Key To Insight And Freedom Sensation-Impermanence, Suffering And Egolessness Vedana And Sampajanna Satipatthana (http://www.buddhanet.net/bvk_study/bvk211a.htm diakses pada tanggal 29 Februari 2014 pada pukul 11:29 WIB)
6.      http://dhammacitta.org/dcpedia/DN_15:_Mah%C4%81nid%C4%81na_Sutta diakses pada tanggal 13 februari 2015 pada pukul 10:36 WIB
7.      http://dhammacitta.org/dcpedia/DN_15:_Mah%C4%81nid%C4%81na_Sutta diakses pada tanggal 13 februari 2015 pada pukul 10:36 WIB
8.      http://www.samaggi-phala.or.id/tipitaka/mahasatipa%E1%B9%AD%E1%B9%ADhana-sutta/ diakses pada tanggal 13 februari 2015 pada pukul 10:58 WIB
9.      http://triocoel.blogspot.com/2013/02/sense-experience-of-liberated-beingas.html pada tanggal 11 Februari 2015 pada pukul 13:09 WIB

Share this on your favourite network

0 comments:

Post a Comment

Like us on Facebook
Follow us on Twitter
Recommend us on Google Plus
Subscribe me on RSS