NAMA:
Didik Susilo
NIM:
12.1.214
HINDUISM AND OTHER’S
LATAR BELAKANG
Hindu
merupakan salah satu agama tertua yang ada di dunia. Agama ini terbentuk karena
adanya akulturasi antara aliran kebudayaan dan kepercayaan bangsa Dravida dan
bangsa Arya di India. Sampai sekarang, agama hindu dapat bertahan dan dapat
kita jumpai di masyarakat umum. Hal ini sangat menarik untuk dipelajari
bersama, oleh karena itu penulis berusaha mencari dan memaparkan segala hal
tentang agama hindu di dalam makalah ini.
ASAL DAN PENGEMBANGAN
Agama
hindu memiliki sejarah yang panjang dan kompleks, bahkan dapat dikatakan bahwa
agama hindu adalah agama dengan sejarah terpanjang dan paling kompleks diantara
agama-agama yang lain. Seorang sarjana cina, Lin Yutang, mengatakan bahwa,
“India was China’s teacher in religion and imaginative literature, and the world’s
teacher in trigonometry, quadratic equations, grammar, phonetics, Arabian
Nights, animal fables, chess …”, yang artinya adalah “India adalah guru Cina
dalam agama dan sastra imajinatif, dan guru
dunia dalam trigonometri, persamaan kuadrat, tata bahasa, fonetik, Arabian Nights, dongeng binatang, catur …”.
dari ungkapan sarjana cina ini kita dapat menyimpulkan bahwa india adalah
pionir sekaligus penemu trigonometri, persamaan kuadrat, tata bahasa, fonetik,
Arabian Nights, dongeng binatang, catur, dll.
Peradaban Lembah Sungai Indus
Peradaban
lembah sungai indus, merupakan sebuah peradaban kuno yang hidup sepanjang Sungai Indus
dan sungai Ghaggar-Hakra yang sekarang merupakan wilayah Pakistan
dan India
barat. Peradaban ini sering juga disebut sebagai Peradaban Harappa Lembah
Indus, karena kota penggalian pertamanya disebut Harappa.
Peradaban ini kira-kira sudah ada sejak 2500 SM – 1500 SM. Beberapa hasil peradaban di lembah sungai
indus antara lain:
a.
Kota Mohenjo Daro dan Harappa dibangun
berdasarkan pola kota terencana yang modern.
b.
Terdapat bangunan besar sebagai tempat
pertemuan rakyat.
c.
Rumah-rumah dibuat dari batu bata.
d.
Jalan-jalan dibuat lebar-lebar.
e.
Saluran air dibuat sesuai perencanaan
kota modern.
f.
Ditemukan bekas permandian.
g.
Ditemukan perhiasan kalung emas dan perak
dihias dengan permata.
h.
Ditemukan senjata yang terbuat dari batu
dan tembaga.
Benda
kuno yang terdapat di kota Mohenjo Daro dan Harappa, antara lain:
a.
lempeng tanah (terra cotta) yang
berbentuk persegi dan bergambar binatang atau tumbuhan, seperti gajah, harimau,
sapi, badak, dan pohon beringin;
b.
tembikar yang berbentuk periuk belanga
dan pecah-belah semacam piring dan cangkir;
c.
alat perhiasan berupa kalung, gelang,
dan ikat pinggang dari tembaga;
d.
gambar dewa yang bertanduk, patung dewi
Ibu (dewi kesuburan), dan patung pujaan: dewa bumi, dewa langit, dewa bulan,
dewa air, serta dewa api.
Bangsa
Arya
Sekitar 1500 SM, bangsa Arya/mulia
datang ke lembah Indus dari barat laut. Arya adalah kelompok bangsa indo-eropa, yang bergerak ke
selatan dan timur ke eropa dan asia selama ratusan tahun. Bangsa arya adalah
bangsa yang berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya, oleh karena
itu kebudayaan mereka kurang berkembang dibandingkan dengan bangsa pribumi.
Bahasa sansekerta adalah bahasa yang dikembangkan oleh bangsa ini.
Bangsa arya memiliki kepercayaan
kepada dewa-dewa, mereka pun memberikan persembahan terhadap dewa yang
disembah. Mereka menghitung kekayaan
dari banyaknya hewan ternak yang dimiliki, seperti kambing dan sapi. Mata
pencaharian mereka adalah berternak dan bertani, selain itu bangsa arya juga
suka berperang dengan suku-suku pribumi. Bangsa arya terampil dalam menulis,
membaca, dan menghafal himne. Tulisan himne inilah yang disebut veda. Himne ini
merupakan salah satu bentuk penghormatan terhadap para dewa bangsa arya yang
sebanding dengan dewa Yunani, yaitu,
Dyaus Pitar ("Father Sky") dan Pritivi Mater ("Mother Earth").
Jainisme
Dua sistem keagamaan baru yang besar muncul dan memisahkan
diri dari agama Hindu. Dua sistem keagamaan tersebut adalah Buddhisme dan Jainisme.
Dimulai pada saat yang sama seperti Buddhisme, sekitar
500 SM, Jainisme terlihat kembali untuk sebuah seri dari
pemimpin atau guru, manusia yang
menjadi jiwa murni. Kebenaran yang memungkinkan seseorang untuk terbebas
dari kelahiran yang berulang di
dunia ini (samsara). Mereka disebut Tirthankaras atau "ford-makers" karena mereka memimpin orang-orang di seluruh
aliran yang
ada, dan mereka juga disebut jina
atau "penakluk" untuk kemenangan spiritual mereka. Mahavira,
kontemporer sedikit lebih tua dari Buddha Gautama, adalah dua puluh empat dan
terbesar dari Tirthankaras atau Jina. Mereka
telah menaklukkan diri mereka sendiri dan nafsu mereka, karena di Jainisme cara penghematan dan penolakan
dilakukan dengan ekstrim. Mahavira
dan pahlawan lainnya bahkan melampaui para dewa dan mendapatkan kemahatahuan
dengan mengikuti pepatah jain "abhimsa
paramo dharma" - ". Tidak menyakiti adalah agama tertinggi" Ahimsa atau tanpa kekerasan adalah
prinsip dasar etika mereka.
Dalam pandangan mereka tidak membutuhkan dewa di asal dan
siklus alam semesta atau dalam alam dan sejarah spiritual manusia. Mereka
memiliki kosmos metafisik dua
jenis entitas yaitu: jiwa dan materi, yang mana menjadi kombinasi
keduniawian. Dari keyakinan, pengetahuan, dan tingkah laku benar, oleh karena
itu jiwa yang murni dan pembebasan dari materi akan tercapai. Ukuran
ekstremitas dari pertapaan mereka adalah kenyataan bahwa pada abad pertama
Masehi masyarakat jain dibagi atas kelompok pertapa yang
mengenakan pakaian dan tidak (biasanya
hanya dalam biara). Jumlah mereka minoritas di India (kira-kira 2 juta) tetapi dihormati. Ukuran exstreme mereka
adalah pertapaan dan antikekerasan dalam kenikmatan mereka dengan
pembebasan dari samsara yang berfungsi untuk mengingatkan kita bahwa pembebasan dari
samsara menjadi masalah utama bagi sebagian besar bentuk Hindu di abad-abad
berikutnya.
Hinduisme
Setelah sekitar 500 SM, terjadi transisi dari agama Veda ke Hindu. Ajaran, Ide-ide baru yang bervariasi dan kompleks berpusat di sekitar samsara, moksha, karma dan brahman. (istilah ini didefinisikan secara singkat di sini dan akan dibahas kemudian). Samsara, dengan penekanan pada perpindahan dan kelahiran kembali jiwa dalam satu putaran hidup (kadang-kadang disebut "metempsychosis"), dipanggil ke dalam sistem korban dan para dewa, karena mereka tidak bisa bebas dari satu siklus kehidupan tak berujung. Untuk mendapatkan kebebasan dari perpindahan, termasuk tidak hanya keberadaan duniawi tetapi juga surgawi, pembebasan akhir lebih dianggap perlu, dalam moksha atau pembebasan. Dengan karma seseorang, secara harfiah tindakan, di masa lalu, kondisi tubuh seseorang sekarang, pikiran, kelahiran, posisi, karakter-telah ditentukan, tapi pengalaman tindakan seseorang hadir dan menciptakan karma baru, yang menentukan masa depan seseorang. Bersama dengan ide-ide kunci yang ada muncul sebuah konsep baru yang menyatukan yang mencakup baik para dewa dan dunia-karena mereka terlalu menjadi tunduk pada kehancuran siklus dan kelahiran kembali, realitas kosmik, mutlak dan utama, Brahman.
Setelah sekitar 500 SM, terjadi transisi dari agama Veda ke Hindu. Ajaran, Ide-ide baru yang bervariasi dan kompleks berpusat di sekitar samsara, moksha, karma dan brahman. (istilah ini didefinisikan secara singkat di sini dan akan dibahas kemudian). Samsara, dengan penekanan pada perpindahan dan kelahiran kembali jiwa dalam satu putaran hidup (kadang-kadang disebut "metempsychosis"), dipanggil ke dalam sistem korban dan para dewa, karena mereka tidak bisa bebas dari satu siklus kehidupan tak berujung. Untuk mendapatkan kebebasan dari perpindahan, termasuk tidak hanya keberadaan duniawi tetapi juga surgawi, pembebasan akhir lebih dianggap perlu, dalam moksha atau pembebasan. Dengan karma seseorang, secara harfiah tindakan, di masa lalu, kondisi tubuh seseorang sekarang, pikiran, kelahiran, posisi, karakter-telah ditentukan, tapi pengalaman tindakan seseorang hadir dan menciptakan karma baru, yang menentukan masa depan seseorang. Bersama dengan ide-ide kunci yang ada muncul sebuah konsep baru yang menyatukan yang mencakup baik para dewa dan dunia-karena mereka terlalu menjadi tunduk pada kehancuran siklus dan kelahiran kembali, realitas kosmik, mutlak dan utama, Brahman.
HINDU KLASIK
Sistem heterodoks (Buddhisme dan Jainisme) disebut
heterodoks karena mereka menolak dua pengandaian dogmatis penting dari Hindu
yang tepat: Brahmanisme, dengan semua itu berkonotasi, bukan hanya dari kasta
tetapi realitas spiritual dan rejimen, dan kesucian Veda.
Dari literatur lain yang menunjukkan aspek lain dari perkembangan Hindu
berjalan di bawah istilah generik dharmashastras atau buku-buku hukum, yang paling
terkenal adalah bahwa dari Manu. Dharma,
cara hidup, aturan dan bentuk perilaku, adalah istilah kunci Hindu. Hindu
adalah di atas segalanya, dharma. Sebagai contoh, dari kode Manu kita dapat
mengetahui bahwa sekitar 200 SM semua jendela, bahkan perawan anak-jendela,
dilarang untuk menikah, itu adalah bagian dari dharma wanita sampai zaman.
USIA PERTENGAHAN
Setelah kira-kira 1200 SM fakta besar sejarah dan kehidupan India adalah kebangkitan dan kekuasaan kerajaan
Islam di India utara. Bukti yang masih dapat kita jumpai
adalah pecahnya india menjadi dua bagian yaitu India (hindu) dan Pakistan
(islam).
SIKHISME
Dari interaksi hindu dan muslim datang Sikhisme. Kata “sikh” berarti murid dalam bahasa dari Punjab, di mana lebih dari 20 juta sikh hidup. Pendirinya adalah Baba Nanak, seorang Hindu yang menjadi murid Kabir, pengikut muslim dari Ramananda, pada abad kelima belas. Dikatakan bahwa sebagai anak laki-laki Nanak memprotes kasta. Ketika tiba saatnya untuk ritual inisiasi benang suci kasta nya. Untuk beberapa waktu dia mengadopsi monoteisme muslim tetapi kemudian ditolak islam. Sebagai seorang pengkhotbah pengembara, ia menyatakan satu dewa yang mana dengan ibadah akan membebaskan dari siklus samsara, pencampuran perpindahan hindu dan monoteisme Islam. Nanak meninggal pada 1538 dan sembilan guru atau guru lain mengikutinya, sampai kesepuluh, Gobind Singh, memutuskan bahwa untuk selanjutnya Granth Sahib (Kitab Suci) harus mengambil tempat pemimpin duniawi. Selama bertahun-tahun cara damai Nanak diubah, konflik dengan kerajaan muslim, sampai persekutuan jamaah militan dari satu tuhan. Dan murid guru mereka. Secara tradisional, di India, mereka masih memakai k’s, yang merupakan tanda dari prajurit Sikh: the kes atau rambut dipotong, celana pendek kachh, selutut, yang kana, bangle besi, kirpan, keris atau pedang, khanga yang atau sisir rambut. Dalam praktek yang sebenarnya, mereka umumnya dibedakan dengan sorban, yang sering dipakai bahkan di negeri-negeri Barat. K’s juga memiliki makna rohani, dan kehidupan keagamaan yang taat Sikh berpusat pada pengabdian kepada Tuhan dan kepada Granth Sahib yang diabadikan di kuil emas di Amritsar.
Dari interaksi hindu dan muslim datang Sikhisme. Kata “sikh” berarti murid dalam bahasa dari Punjab, di mana lebih dari 20 juta sikh hidup. Pendirinya adalah Baba Nanak, seorang Hindu yang menjadi murid Kabir, pengikut muslim dari Ramananda, pada abad kelima belas. Dikatakan bahwa sebagai anak laki-laki Nanak memprotes kasta. Ketika tiba saatnya untuk ritual inisiasi benang suci kasta nya. Untuk beberapa waktu dia mengadopsi monoteisme muslim tetapi kemudian ditolak islam. Sebagai seorang pengkhotbah pengembara, ia menyatakan satu dewa yang mana dengan ibadah akan membebaskan dari siklus samsara, pencampuran perpindahan hindu dan monoteisme Islam. Nanak meninggal pada 1538 dan sembilan guru atau guru lain mengikutinya, sampai kesepuluh, Gobind Singh, memutuskan bahwa untuk selanjutnya Granth Sahib (Kitab Suci) harus mengambil tempat pemimpin duniawi. Selama bertahun-tahun cara damai Nanak diubah, konflik dengan kerajaan muslim, sampai persekutuan jamaah militan dari satu tuhan. Dan murid guru mereka. Secara tradisional, di India, mereka masih memakai k’s, yang merupakan tanda dari prajurit Sikh: the kes atau rambut dipotong, celana pendek kachh, selutut, yang kana, bangle besi, kirpan, keris atau pedang, khanga yang atau sisir rambut. Dalam praktek yang sebenarnya, mereka umumnya dibedakan dengan sorban, yang sering dipakai bahkan di negeri-negeri Barat. K’s juga memiliki makna rohani, dan kehidupan keagamaan yang taat Sikh berpusat pada pengabdian kepada Tuhan dan kepada Granth Sahib yang diabadikan di kuil emas di Amritsar.
AGAMA WEDA
Agama
ras indo-eropa (bangsa arya). Kitab Weda merupukan kumpulan pujian-pujian yang
termasyur, terdiri dari empat bagian yaitu: Rig Weda, Yajur Weda, Sama Weda,
dan Atharwa Weda. Dari kesemuanya ini, Rig Weda adalah yang paling awal dan
yang paling penting serta berisikan 1028 puji-pujian.
Di dalam agama weda terdapat kepercayaan
terhadap dewa-dewi, yang merupakan penjelmaan dari daya-daya kekuatan alam. Agni adalah dewa api, Bayu adalah dewa angin, Surya adalah dewa matahari, dst. Mereka
dipandang sebagai makhluk yang lebih tinggi dari manusia, dan kewajiban manusia
adalah menyembah, mematuhi, dan memberi sesaji kepada mereka.jadi terdapat
banyak tuhan dalam agama weda ini.
Seperempat
puji-pujian di dalam Reg Weda ditujukan kepada Dewa Indra. Dia adalah dewa
langit biru, pengumpul awan, pencurah hujan dan yang menurunkan petir. Dewa
yang moralnya lebih tinggi dari dewa lainnya adalah Baruna, yakni sebagai wakil
dari langit tinggi. Selain itu, Baruna adalah satu-satunya dewa yang mengawasi
seluruh dunia, menghukum pembuat kejahatan, dan mengampuni mereka yang bermohon
ampunan kepadanya.
Ada
satu aspek dari ide ketuhanan yang cukup menarik, yakni kedekatan hubungan
dengan apa yang digambarkan sebagai rta. Rta
berarti “cosmic order”, pemelihara
dari segala tuhan-tuhan yang ada dan akhirnya dikenal sebagai “kebenaran”.
Bentuk
penyembahan utama dalam weda adalah Yajma,
yakni upacara pengorbanan kepada dewa-dewa. Para umat melingkari seputar api
pengorbanan dan sesaji dikumpulkan didalamnya. Sesaji itu terdiri dari mentega,
susu, minuman yang memabukkan, dan barang-barang lain sejenisnya. Binatang yang
dikorbankan biasanya adalah kambing, sapi, domba dan seringkali adalah kuda.
Kurban itu dimaksudkan untuk menyenangkan hati para dewa untuk memperoleh
keberuntungan dari mereka.
Dalam
Rig Weda konsep ketuhanan mulai berkembang ke arah monoteisme. Hal itu tumbuh
dari tuhan Prajapati Sang Pencipta. “Tetapi” tulis Dr. Radkhakrishna,
“monoteisme ini belum sedemikian tajam dan langsung seperti halnya di dunia
modern”.
Dalam
praktik agama weda, tidak ada berhala, tidak ada upacara mandi di sungai suci,
tidak ada pertapaan yang tinggal di hutan, tidak ada kerahiban atau
bentuk-bentuk latihan dari yoga. Juga tidak ada kewenangan dalam ajaran hindu
tentang Avtar (penjelmaan kembali),
dan metapsikososis (perpindahan jiwa). Masyarakat Indo Arya dibagi menjadi tiga
kelas, yaitu: ksatria, pertukangan, dan ulama. Saat itu belum ada sistem kasta
dan kedudukan wanita lebih tinggi dibandingkan masyarakat hindu masa lalu.
Dalam
Atharwa Weda, kita melihat kemerosotan yang besar dalam agama yang kini menjadi
nama lain dari takhayul dan praktik guna-guna.
Dr.
Radhakrishnan menulis: “Agama Menurut Atharwa Weda adalah agama untuk
orang-orang primitif, di mana isi dunia ini penuh dengan arwah orang mati yang
tanpa bentuk. Ketika dia menyadari ketidakmampuan terhadap kekuatan alam, dan
kodratnya yang dengan pasti menuju ke kematian, maka mereka membuat kematian
dan penyakit, kegagalan dan gempa bumi sebagai permainan dari fikirannya. Dunia
ini menjadi penuh sesak dengan arwah-arwah dan dewa-dewa yang dapat ditelusuri
pada roh-roh yang tidak puas. Bila seseorang jatuh sakit, dukun yang dikirim
bukan dokter, dan dia melakukan permainan-permainan mengusir roh dari pasien
itu. Daya kekuatan yang menggentarkan hanya dapat ditangkal dengan pengorbanan
darah manusia atau binatang. Ketakutan akan kematian memberikan kebebasan
seluas-luasnya kepada Takhayul”.
AGAMA BRAHMA
Dalam
berlalunya waktu, kaum Indo Arya maju melewati Punjab dan memasuki Lembah Ganga
dan Jamuna. Mereka berhasil menindas penduduk asli dan menurunkan derajad
mereka menjadi budak (sudra). Selama
periode ini juga berlangsung peperangan diantara kaum Indo Arya sendiri, yaitu
antara para perwira (kesatria) dan
para ulama (brahmana). Tadinya kasta
yang paling tinggi adalah kasta Kesatria, namun kini kaum Brahmana menjadi
kasta tertinggi dan paling berkuasa.
Kitab-kitab
yang disucikan oleh Brahmana disusun oleh para pendeta agama Brahmana sekitar
abad ke delapan sebelum masehi untuk menjelaskan asal-usul mukjizat dan daya
kekuatan pengorbanan. Kitab tersebut juga memberi rincian secara monoton dan
tidak masuk akal bagaimana upacara suci itu dilangsungkan. Kitab ini juga
berisi tentang dongeng-dongeng yang aneh, baik dari manusia maupun dewa-dewa
dalam meggambarkan upacara pengorbanan.
Pengorbanan,
seperti dikutip Prof. Hopkins, “menjadi seperti mesin giling yang bekerja untuk
meramalkan pahala di masa datang dan juga berkah saat ini”. Hal itu akhirnya
dianggap sebagai upacara magis dan pengaruhnya tergantung dengan penyajian yang
tepat. “yang lebih penting dicatat dari pekerjaan yang ruwet ini ”, tulis Prof.
Hiriyana, “adalah perubahan yang terjadi pada jiwa pemberian korban kepada para
dewa pada kurun waktu tertentu. Upacara itu lebih cenderung untuk memaksa atau
dewa-dewa agama agar memberikan apa yang diinginkan oleh orang yang memberikan
korban. Perubahan yang terjadi pada jiwa pengorbanan ini dicatat oleh banyak
kalangan cendekiawan masa kini sebagai tahap masuknya bagian-bagian magis dalam
Agama Weda dan diambil sebagai tandingan perpindahan kekuatan dari dewa-dewa
kepada para pendeta”.
AGAMA UPANISHAD
Tingkat
selanjutnya dalam perkembangan pikiran keagamaan di India membawa kita kepada
revolusi pertama terhadap kaum Brahmana. Buah pikiran dari para Rishi atau kisah-kisah kepahlawanan dari
orang-orang yang mendapat ilham Ilahi telah mengakibatkan perkembangan yang
menakjubkan dan ini dikandung dalam Kitab Upanishad. Prof. Hiriyanna menulis:
“berbicara lebih luas lagi, ajaran Upanishad menandakan suatu reaksi terhadap
kaum Brahmana yang sebagaimana ditunjukkan telah menanamkan suatu upacara agama
yang pelik. Lebih dari satu tempat, kitab Upanishad mengutuk nilai-nilai
pengorbanan”.
Kandungan
utama Upanishad adalah Keesaan Ilahi. Upanishad menyebutkan Tuhan satu-satunya
kebenaran adalah Brahman. Di sana ditulis: “Dia yang abadi di antara semua yang
fana, yang menjadi kesadaran suci umat manusia, Satu-Satu zat yang menjawab doa
dari semua orang … Dia tidak diciptakan tetapi Maha Pencipta: Mengetahui
semuanya. Dial ah menjadi sumber kesadaran suci, pencipta waktu, Maha Kuasa
atas segala hal. Dia Tuhan dari jiwa dan alam ini … sumber cahaya dan abadi
dalam kemuliyaannya. Hadir dimana-mana dan mencintai mahlukNya Dia penguasa
terakhir alam dunia ini dan tidak satupun dapat terjadi tanpa izinNya…Saya
pergi kehariban Tuhan yang SATU dalam keabadian, memancarkan cahaya yang indah
dan sempurna, di dalam Nya kita akan mendapat kedamaian ” (Svetasvatara
Upanishad VI: 13: 19)
“Dia
tidak terbentuk dari kesadaran dan di luar jangkauan seluruh pikiran, tidak
terbatas dan Dia adalah Tuhan. Dia membalas semua perbuatan baik: Abadi, Esa,
tidak berawal, menengah dan berakhir.
Ia
transeden dan imanen, tidak hanya dalam alam semesta dan jiwa manusia, tetapi
juga di luar alam semesta ini.
Zat
yang memancar dan tidak berbentuk. Ia di dalam semua dan tanpa semua. Ia tidak
dilahir, suci, lebih agung dari yang teragung, tanpa nafas, tanpa jiwa” (Mundaka
Upanishad, II, I:2)
Terminologi
lainnya yang sering digunakan Upanishad adalah Atman. Yakni “pribadi individual”, sebagai pembeda dari Brahman yang berarti “pribadi alam
semesta”. Atman walau demikian bukan
berarti badan, dan bukan juga pikiran, hidup, dan jiwa. Ia adalah ruh yang
intinya diri sendiri.
Upanishad
mengatakan pada kita bahwa tujuan dari kesadaran spiritual dari manusia adalah
mencari Tuhan, untuk mengetahuiNya dengan bersatu seseorang denganNya. “Brahman
adalah akhir dari suatu perjalanan. Brahman adalah tujuan tertinggi. Brahman
ini, Pribadi, tersembunyinya secara mendalam dalam semua ciptaan, dan juga
tidak diwahyukan ke semua, tetapi berada di hati yang suci, terkonsentrasi di
dalam jiwa… kepadanyalah Dia diwahyukan ” (Katha Upanishad 3: 11-12)
Dan
apa yang dikatakan Katha Upanishad tentang cara-cara untuk membimbing manusia
ke arah tujuan bersatu dengan Tuhan: “dengan belajar seseorang tidak dapat
mengenal Dia bilamana dia tidak berhenti berbuat jahat, bilamana tidak
mengendalikan pancainderanya, bila tidak menenangkan pikirannya, dan tidak
mempraktikkan meditasi” (Katha Upanishad 2:24)
Jalan
itu dapat dibagi atas empat tingkatan: (1) tingkatan usaha memperbaiki akhlak
dan kesucian hati, (2) tingkat murid dan belajar dari guru yang mendapat
petunjuk (sravana), (3) tingkat
refleksi diri (manana), (4) tingkat
meditasi (dyana).
Isha
Upanishad (ayat 12-14) menjadikan hal terakhir ini jelas bahwa yang sejati itu
bukan penyiksaan ataupun mengasingkan diri dan menarik diri dari kehidupan
dunia. Ia adalah Jalan Tengah.
AGAMA SRI KRISHNA
Agama
Sri Krishna adalah gerakan agama besar kedua yang berkembang bebas serta
menentang Brahmanisme. Agama ini dinamakan agama Bhagvata dan nabinya Krishna.
Menurut Prof. Garbae ada lima tahapan yang berbeda dalam perkembangan agama
Bhagvata.
Dalam
taraf pertama, agama ini berkembang di luar Brahmanisme. Agama ini bersifat
monoteismeyang menekankan kepada ketulusan dan melaksanakan tugas kewajiban
tanpa pamrih lahiriah. Krishna dianggap sebagai nabi yang mendapat ilham dari
tuhan untuk mengajarkan agama yang benar. Pada tahap kedua, Sri Krishna
dipertuhankan setelah kematiannya oleh para pengikut yang terlampau fanatik dan
bodoh. Dalam tahap ketiga yang terjadi 500 tahun SM terjadilah Brahmanisme
agama Bhagawat dan Sri Krishna dianggap sebagai Dewa Wishnu.
Tingkat
keempat dalam perubahan bentuk agama Bhagvata adalah ajaran Weda, yang paham
utamanya adalah pengabdian yang intensif kepada personifikasi Dewa Wishnu,
tidak hanya sebagai dewa pencipta dan perusak alam semesta. Jadi, ajaran Weda
selain itu menciptakan doktrin trinitas yang merupakan kesatuan dari Brahma,
Wishnu, dan Shiwa sebagai penghargaan terhadap tuhan Wishnu. Kedua penjelmaan
dalam diri manusia dari Wishnu dikatakan sebagai Krishna dan Rama. Akhir dari
semuanya, terjadilah ajaran Weda yang dibangun oleh ahli agama besar Ramanuja,
sebagai tokoh modifikasi Monoisme. (Visistadvaita)
Bhagawad Gita, kitab
suci agama Bhagawad, dalam bentuk sekarang ini termasuk kedalam tahap keempat.
Sri Krishna muncul sebagai Tuhan Yang Maha Kuasa sebagai inkarnasi Wishnu.
Bhagawad Gita mengalami perubahan yang sangat besar sebelum sampai bentuk yang
sekarang ini dan menyatu dalam epos Hindu, yakni Mahabrata.
Sri
Krishna menolak sistem pengorbanan kaum Brahmana dan percaya kepada keaslian
wahyu dalam kitab Weda. Dia berkata bahwa Weda sedikit gunanya dan ibarat
tempat air yang kecil dalam bidang yang penuh air.
Agama
Sri Krishna jelas pada awalnya monoteisme: “mereka yang pikirannya senantiasa
tenang berarti memenangkan kehidupan di dunia ini. Tuhan adalah suci dan senantiasa
Esa dan senantiasa bersatu dengan mereka” (Bhagawad Gita 5:19)
Agama
Bhagawad Gita adalah penyerahan diri kepada Tuhan: “bila seseorang menyerahkan
segala keinginan yang muncul di hatinya dengan rahmat Tuhan, maka ia memperoleh
kegembiraan beserta Tuhan dan sesungguhnya jiwa telah memperoleh kedamaian”
(Bhagawad Gita 3:9)
Sri
Krishna mengajarkan kepada pengikutnya untuk menjalankan tingkah laku dengan
penuh kesucian atau sebagai kebaktian kepada Tuhan. Bhagawad Gita menyebutkan
sebagai Bhakti Yoga. Bhagawad Gita
menggambarkan timbulnya beramal tanpa pamrih sebagai Karma Yoga. Namun rupanya tidak ada perbedaan antara Karma Yoga
dengan Bhakti Yoga.
Bhagawad
Gita berarti Jalan Tengah (6:16). Dia menarik manusia agar mempunyai itikad
baik terhadap sesamanya, untuk menyayangi segenap umat manusia, untuk
mengendalikan keinginan, dan hawa nafsunya, mengikis egoisme dalam berbakti
agar mendapat ketentraman, lemah lembut, sederhana dan pemaaf (16: 1-4). Tujuan
akhir manusia dikatakannya adalah “untuk menemukan kedamaian dalam damai dengan
Tuhannya” (2: 71-72).
BANKITNYA HINDUISME
Hinduisme
menyerap ide-ide keagamaan, gambaran dan praktik kehidupan dari bagsa Dravida
dan Wedanya, Brahmana dengan Upanishadnya, Bhagawad Gita dengan Sri Krishna,
dan bahkan praktik animism dan primitif serta kegemaran dari bangsa asli india.
Hinduisme mengorganisasi keberanekaragaman yang jelas-jelas tidak serasi dalam
satu sistem, namun mereka tidak menghapus variasi ataupun mengambil keputusan
yang ketat terhadap satu golongan, satu konsepsi keagamaan, ataupun pada cara
penyembahan tertentu.
Seringkali
dikatakan bahwa hinduisme adalah gudang segala macam percobaan keagamaan dan
bukanlah satu agama yang tunggal. Mengutip kata-kata Jawaharlal Nehru:
“hinduisme sebagai suatu keimanan adalah samar-samar, tidak berbentuk, banyak
sekali sisinya, semua barang untuk semua orang, sangat sukar untuk
mendefinisikan atau menyatakan secara pasti apakah itu agama atau bukan dalam
rasa bahasa yang biasa. Dalam bentuk yang sekarang ini, dan bahkan di waktu
yang lampau Hinduisme merangkum banyak kepercayaan dan adat istiadat dari
tingkat tertinggi ke tingkat terendah, seringkali berlawanan atau bertentangan
satu dengan yang lainnya”.
Agama
hindu mengharuskan keseragaman yang ketat dalam menjalankan aturan-aturan hidup
tertentu, sebagaimana tercermin dalam dalam hubungan masyarakat Hindu dan
sistem Kasta. Mrs. Annie Besant berpendapat bahwa: “kebebasan pandangan, namun
kolot dalam kehidupan ini telah menjadi ciri khas Hinduisme walaupun telah
melalui evolusi yang sangat panjang… Seorang hindu boleh berpikir semaunya
tentang Tuhan- sebagai kesatuan atau terpisah dari alam semesta, bahkan boleh
menghapuskan Nya sama sekali- namun begitu tetap kolot, yakni dia tidak boleh
kawin dengan kasta lain ataupun memakan makanan yang ternoda ”.
YANG ESA DAN YANG BANYAK
Di
dalam ajaran hindu terdapat kebebasan yang mutlak dalam meyakini ketuhanan. Ada
yang meyakini bahwa Tuhan tidak memiliki atribut (nir-gunna), ada juga yang meyakini bahwa Tuhan mempunyai atribut (sa-gunna). Satu-satunya kebenaran
Pribadi Tuhan disebut Ishwara atau Bhagawan. Dia dinyatakan sebagai Sat (zat yang tidak terhingga), Chit (kesadaran yang tidak terhingga),
dan Anand (kebahagiaan yang tak
terhingga). Ishwara di manifestasikan kedalam trinitas agama hindu yaitu:
Brahma, Wishnu dan Siwa. Tiga bentuk ini walaupun terpisah dalam fungsinya
namun esa dalam esensinya.
Brahma
adalah sang pencipta. Istrinya adalah dewi Saraswati, dewi kebijakan. Ia
mengandarai angsa Hansa, tinggal di surga Brahmaloka, yakni berada di puncak
Gunung Meru yang dikelilingi air suci sungai Gangga.
Wishnu
adalah pemelihara. Dia adalah dewa yang berkulit gelap, bertangan empat, tangan
pertama memegang tongkat, tangan kedua memegang keranjang atau karangan bunga,
tangan ketiga dan keempat memegang teratai. Istrinya adalah Laksmi, dewi
kebahagiaan dan kemakmuran. Dia menunggangi burung garuda. Dua titisan Wishnu
yang sangat penting adalah Krishna dan Rama. Rama adalah tokoh yang terkenal
dalam epos Ramayana, sedangkan Krishna adalah tokoh utama dalam epos
Mahabharata. Dalam agama Bhagawad diceritakan bahwa Krishna mempunyai beberapa
ribu istri dan gundik, istri yang paling disayanginya adalah Radha. Dia dikatakan
memiliki 16.108 isteri.
Siwa
adalah perusak. Ia digambarkan sebagai seorang pertapa yang mengendarai lembu
sucidan tempat tinggalnya di Kailasa. Ia mempunyai tangan empat, dan selalu
berpakaian kulit macan dan berambut loreng dan seekor naga melingkar di
lehernya. Lambangnya adalah Lingga atau Phallus. Isterinya Parawati, Durga dan
dewi yang dahsyat kali yang keduannya penjelmaan Parwati. Ganesha dewa
keberuntungan yang berkepala gajah adalah yang paling terkenal di antara
anak-anak Siwa yang banyak.
KARMA DAN KELAHIRAN KEMBALI
Kaum
hindu tidak sepakat mengenai masalah asal-usul dunia ini. Beberapa dari mereka
percaya dunia ini diciptakan oleh Tuhan dari ketiadaan, tetapi mereka yang
berpandangan seperti ini tidaklah banyak. Banyak juga yang mengira dunia ini
adalah suatu khayalan (maya) dan
terjadi hanya karena kelalaian kosmis (avidya)
serta sesungguhnya tidak ada yang nampak kecuali SATU (Brahman). Para pengikut
aliran Samkya dan Yoga dari fisafat Hindu, dan juga kaum Arya Samaj
berpandangan bahwa baik materi (prakrit)
dan roh (purush) tidak diciptakan dan
abadi. Dunia adalah hasil permainan (dengan atau tanpa intervensi Tuhan) dari
materi dengan roh.
Roh
pribadi ataupun jiwa muncul di bumi ini untuk bekerja demi keselamatan mereka
dengan arah evolusi yang lamban melalui kematian dan kelahiran yang tak
terhitung jumlahnya. Dengan kematian jasmani, masing-masing jiwa yang abadi itu
memperoleh suatu jasad tubuh baru dan selanjutnya memulai kehidupan yang baru
lagi di dunia. Inilah yang kit abaca dari Bhagawad Gita: “sebagaimana seseorang
menanggalkan baju lamanya dan mengambil pakaiannya yang baru, maka begitulah
roh itu meninggalkan jasad kasarnya dan mengembara untuk menetap lagi di tubuh
yang baru” (2:22)
Semua
yang dijalani manusia dalam kehidupan ini, kondisi tubuh yang dipunyai, harta,
kedudukan dalam masyarakat, kebahagiaan, dan kesedihannya merupakan akibat
perbuatannya di masa lampau. Ini ajaran tentang Karma. Karma manusia itu adil,
siapa yang menanam, maka dia yang akan menuai: “sesuai dengan tingkah laku
manusia di jalan kehidupan, begitulah dia jadinya, dia yang berbuat jahat akan
menjadi jahat, dia berbuat baik akan menjadi baik. Dengan tingkah laku yang suci,
dia menjadi suci (dan bahagia); dengan kelakuan jahat dia akan menjadi jahat
(dan terlaknat) ”. (Brihadaranyaka Upanishad IV, 4:4)
Bila
dia dalam menjalankan dharmanya dengan penuh keyakinan, dengan berbuat baik
maka dia akan memperoleh jasmani yang baik, kasta yang lebih tinggi, hidup
makmur dan bahagia. Bilamana dia dalam menjalankan dharmanya di jalankan dengan
berbuat jahat maka di kehidupan yang akan datang dia akan dilahirkan kembali
dalam keadaan yang lebih buruk, bahkan bisa jadi dilahirkan di dalam jasad
seekor binatang atau yang lebih rendah.
Pada
saat kematiannya, jiwa itu tidak seketika muncul kembali dalam jasad tubuh baru
di dunia. Pertama, dia pergi ke surga atau neraka tergantung pada tingkah laku
manusia itu. Di sana dia akan menderita sakit atau menikmati kesenangan sesuai
dengan buah hasil perbuatannya. Setelah itu baru dia akan dilahirkan kembali ke
dalam tubuh yang baru: “setelah mencapai akhir dari perjalanannya (di surga
atau di neraka), mulailah dia dengan karyanya di bumi. Maka jauhilah bagi
manusia yang hidup diliputi oleh hawa nafsunya”. (Brihadaranyaka Upanishad IV.
4:6)
Dalam
roda perputaran kelahiran dan kematian inilah seseorang manusia terikat hawa
nafsunya dan kejahilannya. Tetapi disaat dia menaklukkan hawa nafsunya dan membinasakan
kejahilannya, maka dia memperoleh keselamatannya. Mukti atau Moksha adalah
tidak adanya kelahiran kembali di dunia ini. Dia menjadi satu dengan Tuhan, dan
jiwa pribadinya terserap dalam Roh Semesta.
TIGA JALAN
Agama
hindu percaya bahwa ada banyak jalan untuk mencapai Tuhan untuk berbagai jenis
manusia. Secara umum ada tiga jalan bagi manusia, yaitu: Jhana Marga, Bhakti Marga,
dan Karma Marga.
Jhana Marga
merupakan jalan bersatu dengan tuhan melalui pengetahuan, dimaksudkan bagi
pencari spiritual yang cenderung memiliki intelektual yang yang kuat. Bhakti Marga merupakan jalan bersatu
dengan tuhan dengan cinta dan pengabdian. Dia mnyembah dan memuja baik Siwa,
Wishnu ataupun isteri-isteri dari para dewa mereka. Dia menyatakan cintanya
melalui upacara kebaktian atau memberi sesaji berupa makanan atau bunga-bunga
kepada arca atau dengan cara menari dan menyanyi. Karma Marga merupakan jalan untuk bersatu dengan Tuhan dengan cara
kerja. Dia bekerja dengan penuh kesadaran dan jalan ini mendorong ke arah
keselamatan atau bersatu dengan Tuhan.
EMPAT ASHRAMA
Menurut
agama hindu, kehidupan yang dicita-citakan untuk lahir kedua kalinya (yakni,
manusia dari tiga kasta yang lebih tinggi) terbagi atas empat tingkatan atau Ashrama.
Tahap
pertama yakni ia menjadi murid, terikat kepada hidup membujang (Brahmachari), dimulai setelah acar
pembabtisan antara usia 8-12 tahun, berakhir saat dia berusia duabelas tahun.
Selama periode ini, murid biasanya hidup di rumah gurunya dan melayaninya
sebagai balasan atau perintah yang diterimanya. Kewajibannya adalah memperoleh
ilmu dari Dharma dan kitab suci.
Tingkat
kedua adalah sebagai tuan rumah (Grahastha).
Dimulai dengan perkawinan, kewajiban tuan rumah adalah memperoleh anak,
mengejar kekayaan dan berhasil dalam karir yang dipilihnya. Dia diharapkan
melakukan upacara kebaktian umum maupun musiman dan memberikan sesaji untuk
para dewa atau para leluhur.
Taraf
ketiga, yakni penghuni hutan (Vanaprastha),
dimulai ketika manusia itu menjadi tua dan mempunyai cucu. Dia harus menyendiri
ke hutan dan memutuskan ikatan keduniawian dan mengabdikan diri sepenuhnya
dengan latihan-latihan keagamaan.
Taraf
terakhir yaitu sebagai petapa (Sannyasin).
Disini seseorang menyendiri, menghindari segala sesuatu, bahkan keluarga,
secara bertahap mengurangi makanannya hingga sepotong sehari dan menanti serta
mempersiapkan diri untuk mati.
SISTEM KASTA
Kitab
Suci Hindu (Shruti) dan kitab hukum (Dharma Shastra) membagi seluruh umat
hindu kedalam empat kasta yang terpisah dan berbeda, yaitu: Brahmana (pendeta), Kshatriya (bangsawan dan perwira), Vaisya (pedagang dan tukang), dan Sudra (budak). Kasta adalah suatu sistem di mana peristiwa
kelahiran telah menetukan sekali untuk seumur hidup segenap jalinan hubungan
sosial, maupun rumah tangga hidup manusia.
Menurut
Sir Edward Blunt: “Prinsip dasar dari kasta adalah perkawinan dan keturunan.
Seorang laki-laki harus kawin dengan seorang wanita dari satu kasta yang sama
dengan dirinya. Anak-anak mereka dilahirkan dengan kasta yang sama seperti
orang tuanya dan seluruh hidupnya harus tetap menjadi menjadi anggota dari
kasta tersebut. Selanjutnya setiap kasta menetapkan dari kasta apa seseorang
boleh memiliki kawan untuk sama-sama makan, seorang koki untuk menyiapkan
makanannya, dan seorang abdar (pembantu)
yang akan membawakan air. Seringkali suatu kasta itu terdiri dari berbagai
sub-kasta yang endogame (kawin dengan kastanya sendiri), dalam hal ini apa yang
telah kita uraikan tentang kasta berlaku pula dalam sub-kasta ini”.
Sistem
kasta ini muncul pertama kali pada masa Brahmana dimana para pendeta Brahma
memiliki kedudukan yang terhormat di India. Sistem kasta ini digambarkan secara
terperinci dalam Kitab Dharma Shastra,
khususnya dalam Manu Smritti, menurut
Manu ada tiga kasta yang suci yaitu: Brahmana, Kshatrya, dan Waisya. Dibawahnya
kasta Sudra. Mereka tidak diperbolehkan menaruh sesaji dan membaca Weda, fungsi
mereka adalah melayani kasta Kshatrya. Yang paling rendah adalah orang tak
berkasta (Paria). Mereka adalah
golongan rendah di India yang mengerjakan tugas-tugas kotor dan hina, menjadi
penyapu jalan, tukang cuci pakaian kotor, dll. Kaum paria harus terpisah dari
kasta-kasta yang lainnya. Mereka dipandang kotor, bahkan anak mereka pun tidak
diperbolehkan untuk bersekolah.
Dharma
dalam pandangan hindu adalah kedudukan dan tingkah laku yang cocok pada
kastanya dan tidak pada kasta lainya sepanjang hidup. Jadi pengelola uang itu
diharapkan akan menjadi wiraswasta yang cerdas, dan perwira menjadi prajurit
yang gagah berani. Namun demikian ada juga Dharma secara umum (Sadharana Dharma), ketulusan atau
berpegang pada aturan moral berlaku untuk semuanya. Termasuk disini perintah untuk
melakukan perbuatan berguna seperti: menjadi peziarah, menghormati Brahmana,
dan memberi derma. Demikan juga berlaku pada larangan, misalnya seperti:
menyakiti, berbohong, membunuh, mencuri,dll.
SEKTE-SEKTE HINDU
Beragam
sekte yang terdapat dalam agama hindu sebagai hasil gerakan Bhakti. Kaum hindu
ortodox (Sanatan Dharmis) dibagi dalam tiga sekte, tergantung dari dewa mana
yang dianggap paling dipuja mereka.
1.
Sekte Vaishnav-Pemuja Wishnu,
penjelmaanya, isteri-isteri serta selir-selirnya. Pengikut sekte ini antara
lain: Ramanuja, Ramananda, Kabir, Chaitanya, dan Vallabhacharya.
2.
Sekte Shaiva, penyembah Siwa dan
pasangannya. Pemikir dan pengajar terbesar dari sekte ini adalah ahli fisafat
Shankara (abad 9 SM) yang termashur sebagai eksponen Monisme Absolut (Advaita
Vedantism). Pengemis keagamaan hindu, pertapa, serta para yoga termasuk dalam
sekte ini.
3.
Sekte Shakta, mereka yang memuja
penyembahan dewi-dewi saja, misalnya Saraswati, Laksmi, Radha, Sita, Parwati,
Durga dan Kali. Kitab sucinya adalah Tantras.
Dalam
perkembangan selanjutnya muncul sekte-sekte baru (tidak Ortodok) sebagai akibat
dari pengaruh Islam dan Kristen.
1.
Brahmo Samaj, didirikan di Bengali oleh
Raja Raj Mohun Roy (1774-1833). Seorang cendekiawan terkemuka dalam bahasa Arab
serta Parsi. Buku pertamanya, Tuhfat-ul-Muwahiddin
(suatu persembahan kepada orang-orang bertauhid) ditulis dalam bahasa arab.
Kaum Brahmo Samaj percaya kepada Keesaan Tuhan dan percaya kepada nabi-nabi
dari semua agama. Tetapi mereka tidak percaya kepada wahyu ilahi. Mereka
mengambil sikap rasional dan maju terhadap masalah-masalah kemasyarakatan dan
pelopor di antara pendidikan Hindu modern, serta hak-hak kaum wanita. Penyair
Bengali Rabin-dranate Tagore termasuk golongan ini.
2.
Arya Samaj, percaya kepada Keesaan Tuhan
dan mengutuk penyembahan berhala. Didirikan oleh Swami Dayanand Saraswati
(1824-1883). Membenci agama yang lain dan menyebut mereka sebagai agama palsu.
Kaum Arya Samaj percaya bahwa Weda adalah Wahyu ilahi, tak tercipta dan abadi,
serta mendasarkan keimanan mereka terutama kepada kitab tersebut meskipun
mereka menafsirkannya dengan cara yang bagi kaum ortodoks kurang menyenangi.
Cita-citanya adalah memurnikan (Shuddhi)
atau mengembalikan kepada hindu lagi melalui bujukan, godaan atau kekerasan
orang Hindu dan anak-anaknya yang telah memeluk agama Islam atau Kristen.
Mereka di barisan terdepan dari segala gerakan Hindu yang militant.
3.
Versi modern dari Sankara’s Advaita
Vedantism, yang percaya kepada keesaan mutlak dan menganggap dunia ini sebagai
ilusi (maya). Pendiri sekte ini
adalah Ramkrishna Paramhansa, tetapi orang yang mempopulerkan serta menyebarkan
ke seluruh india dan bahkan di Negara asing adalah muridnya yang sangat pandai
dan dinamis, yakni Swami Vivekananda. Pengikut sekte ini percaya Brahma
sendirilah yang nyata, Dia adalah Dzat Yang Mutlak, Satu Tuhan yang impersonal,
dari para dewa yang terdapat dalam kitab suci dan mitologi adalah manifestasi
atau bentuknya. Sekte ini juga menganggap bahwa Weda adalah wahyu ilahi dan
abadi. Mereka menganggap bahwa semua agama adalah benar – sebagai jalan yang
berbeda kea rah Tuhan yang sama – namun agama Hindu adalah jalan yang paling
sempurna.
KESIMPULAN
Agama hindu merupakan agama yang
tertua dan memiliki sejarah yang sangat kompleks. Agama hindu yang kita kenal
sekarang merupakan agama hindu yang telah mengalami perubahan dan pengaruh dari
berbagai kepercayaan dan kebudayaan. Mereka percaya adanya dewa dan dewi. Dewa
yang terkenal di agama hindu adalah dewa Brahma, Wishnu, dan Siwa. Dalam
perkembangan selanjutnya Agama hindu terbagi menjadi beberapa sekte yang memuja
dewanya masing-masing.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Ward J. Fellows, Religions East and West, (USA: Wadsworth Group), 1998
2.
Ulfat Aziz-us-Samad, Agama Besar Dunia.
(agamabesarduniagreatreligionsworld.pdf (www.aaiil.org)),
1990
3.
http://id.wikipedia.org/wiki/hinduisme diakses pada tanggal 4 februari 2015 pada
pukul 13:30 WIB
4.
http://id.wikipedia.org/wiki/Peradaban_Lembah_Sungai_Indus
diakses pada tanggal 4 februari 2015 pada pukul 13:28 WIB
Share this on your favourite network
0 comments:
Post a Comment