Pandangan Pancasila Buddhis sila ke-1
Terhadap Adanya Praktek Aborsi
Pendahuluan
Di Indonesia saat ini 62 juta remaja sedang bertumbuh di
Tanah Air. Artinya, satu dari lima orang Indonesia berada dalam rentang usia
remaja. Mereka adalah calon generasi penerus bangsa dan akan menjadi orangtua
bagi generasi berikutnya. Tentunya, dapat dibayangkan, betapa besar pengaruh
segala tindakan yang mereka lakukan saat ini kelak di kemudian hari tatkala
menjadi dewasa dan lebih jauh lagi bagi bangsa di masa depan.
Ketika mereka harus berjuang mengenali sisi-sisi diri yang
mengalami perubahan fisik-psikis-sosial akibat pubertas, masyarakat justru
berupaya keras menyembunyikan segala hal tentang seks, meninggalkan remaja
dengan berjuta tanda tanya yang lalu lalang di kepala mereka. Pandangan bahwa
seks adalah tabu, yang telah sekian lama tertanam, membuat remaja enggan
berdiskusi tentang kesehatan reproduksi dengan orang lain. Yang lebih
memprihatinkan, mereka justru merasa paling tak nyaman bila harus membahas
seksualitas dengan anggota keluarganya sendiri.
Tak tersedianya informasi yang akurat dan “benar” tentang
kesehatan reproduksi memaksa remaja bergerilya mencari akses dan melakukan
eksplorasi sendiri. Arus komunikasi dan informasi mengalir deras menawarkan
petualangan yang menantang. Majalah, buku, dan film pornografi yang memaparkan
kenikmatan hubungan seks tanpa mengajarkan tanggung jawab yang harus disandang
dan risiko yang harus dihadapi, menjadi acuan utama mereka. Mereka juga melalap
“pelajaran” seks dari internet, meski saat ini aktivitas situs pornografi baru
sekitar 2-3%, dan sudah muncul situs-situs pelindung dari pornografi hasilnya,
remaja yang beberapa generasi lalu masih malu-malu kini sudah mulai melakukan
hubungan seks di usia dini, 13-15 tahun. Hasil penelitian di beberapa daerah
menunjukkan bahwa seks pra-nikah belum terlampau banyak dilakukan. Di JATIM,
JATENG, JABAR dan Lampung: 0,4 – 5% Di Surabaya: 2,3% Di Jawa Barat: perkotaan
1,3% dan pedesaan 1,4%. Di Bali: perkotaan 4,4.% dan pedesaan 0%. Tetapi
beberapa penelitian lain menemukan jumlah yang jauh lebih fantastis, 21-30%
remaja Indonesia di kota besar seperti Bandung, Jakarta, Yogyakarta telah
melakukan hubungan seks pra-nikah.
Berdasarkan hasil penelitian Annisa Foundation pada tahun
2006 yang melibatkan siswa SMP dan SMA di Cianjur terungkap 42,3 persen pelajar
telah melakukan hubungan seks yang pertama saat duduk di bangku sekolah.
Beberapa dari siswa mengungkapkan, dia melakukan hubungan seks tersebut
berdasarkan suka dan tanpa paksaan. Ketakutan akan hukuman dari masyarakat dan
terlebih lagi tidak diperbolehkannya remaja putri belum menikah menerima
layanan keluarga berencana memaksa mereka untuk melakukan aborsi, yang sebagian
besar dilakukan secara sembunyi-sembunyi tanpa mempedulikan standar medis. Data
WHO menyebutkan bahwa 15-50 persen kematian ibu disebabkan karena pengguguran
kandungan yang tidak aman. Bahkan Departemen Kesehatan RI mencatat bahwa setiap
tahunnya terjadi 700 ribu kasus aborsi pada remaja atau 30 persen dari total 2
juta kasus di mana sebgaian besar dilakukan oleh dukun, dan hal ini akan
semakin marak dilakukan di Indonesia apabila tidak ada kerjasama antara pemerintah
dengan masyarakat untuk menangani masalah ini dengan tepat dan benar.
ISI
Dalam dunia kedokteran,
dikenal istilah abortus, yaitu
menggugurkan kandungan, yang berarti pengeluaran hasil konsepsi
(pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup di luar
kandungan. World Health Organization
(WHO) memberikan
definisi bahwa aborsi adalah terhentinya kehidupan buah kehamilan di bawah 28
minggu atau berat janin kurang dari 1000 gram. Aborsi juga diartikan
mengeluarkaan atau membuang baik embrio atau fetus secara prematur (sebelum
waktunya). Istilah Aborsi disebut juga Abortus
Provokatus. Sebuah tindakan abortus yang dilakukan secara sengaja. Secara
garis besar Aborsi dapat kita bagi menjadi dua bagian; yakni Aborsi Spontan (Spontaneous Abortion) dan Abortus
Provokatus (Provocation Abortion).
Yang dimaksud dengan Aborsi Spontan yakni Aborsi yang tanpa kesengajaan
(keguguran). Aborsi Spontan ini masih terdiri dari berbagai macam tahap yakni:
1. Abortus Iminen. Dalam bahasa
Inggris diistilahkan dengan Threaten
Abortion, terancam keguguran (bukan keguguran). Di sini keguguran belum
terjadi, tetapi ada tanda-tanda yang menunjukkan ancaman bakal terjadi
keguguran.
2. Abortus Inkomplitus. Secara
sederhana bisa disebut Aborsi tak lengkap, artinya sudah terjadi pengeluaran
buah kehamilan tetapi tidak komplit.
3. Abortus Komplitus. Yang satu
ini Aborsi lengkap, yakni pengeluaran buah kehamilan sudah lengkap, sudah
seluruhnya keluar.
4. Abortus Insipien. buah
kehamilan mati di dalam kandungan-lepas dari tempatnya- tetapi belum
dikeluarkan. Hampir serupa dengan itu, ada yang dikenal Missed Abortion, yakni buah kehamilan mati di dalam kandungan
tetapi belum ada tanda-tanda dikeluarkan.
Sedangkan Aborsi Provokatus (sengaja) terdiri dari:
1. Dilatation dan Curettage
Jenis ini dilakukan dengan cara memasukkan
semacam pacul kecil ke dalam rahim, kemudian janin yang hidup itu dipotong
kecil-kecil, dilepaskan dari dinding rahim dan dibuang keluar. Umumnya akan
terjadi banyak pendarahan, cara ini dilakukan terhadap kehamilan yang berusia
12-13 minggu.
2. Suction (Sedot)
Dilakukan dengan cara memperbesar leher
rahim, lalu dimasukkan sebuah tabung ke dalam rahim dan dihubungkan dengan alat
penyedot yang kuat, sehinggi bayi dalam rahim tercabik-cabik menjadi
kepingan-kepingan kecil, lalu disedot masuk ke dalam sebuah sebuah botol.
3. Peracunan
dengan garam
Jenis ini dilakukan pada janin yang
berusia lebih dari 16 minggu, ketika sudah cukup banyak cairan yang terkumpul
di sekitar bayi dalam kantung anak dan larutan garam yang pekat dimasukkan ke
dalam kandungan itu.
4. Histeromi
atau bedah Caesar
Jenis ini dilakukan untuk janin yang
berusia 3 bulan terakhir dengan cara operasi terhadap kandungan.
Penyebab
munculnya praktek aborsi kurangnya kontrol keluarga (orang tua) dan kontrol
sosial masyarakat yang pada era modern ini semakin melemah dan berkurang.
Masing-masing menganggap bahwa itu adalah urusan masing-masing pribadi yang tak
boleh dicampurtangani oleh siapapun. Hal ini cukup memprihatinkan karena
memperlihatkan pemikiran warga masyarakat yang mulai mengerucut pada
“individualistis” dan “liberal”.
Dalam pandangan agama Buddha syarat-syarat yang harus
dipenuhi terjadinya makhluk hidup (Majjhima
Nikaya Mahataṇhasankhaya Sutta)
1. Mata utuni hoti (ibu masa subur);
2.
Mata pitaro hoti (terjadinya
pertemuan sel telur dan sperma);
3. Gandhabo paccuppatthito (Adanya
gandarwa), kesadaran penerusan dalam siklus kehidupan baru (patisandhi citta)
kelanjutan dari kesadaran ajal, yang memiliki energi kamma, dari penjelasan di
atas agama Buddha tidak menyetujui adanya tindakan aborsi karena telah
melanggar Pancasila Buddhis, khususnya sila pertama.(aku bertekad akan melatih
diri menghindari pembunuhan makhluk hidup). Panatipata terdiri dari kata: pana
dan atipata. Kosakata pana secara harfiah berarti “makhluk” atau “kehidupan” dan
atipata berarti “lepas dengan cepat”. Gabungan kedua kosakata itu mempunyai
makna “membuat suatu makhluk mengalami kematian” atau “meninggal sebelum
waktunya”. Suatu pembunuhan telah terjadi bila terdapat lima faktor sebagai
berikut:
1. Adanya makhluk hidup (pano)
2. Tahu bahwa makhluk itu hidup
(panasanhito)
3. Berniat untuk membunuh (vatha kacitang)
4. Melakukan usaha untuk membunuh
(upakkamo)
5. Makhluk itu mati melalui usaha itu
(tena maranang)
Apabila
terdapat kelima faktor dalam suatu tindakan pembunuhan, maka telah terjadi
pelanggaran sila pertama. Oleh karena itu sila berhubungan erat dengan karma
maka pembunuhan ini akan berakibat buruk yang berat atau ringannya tergantung
pada kekuatan yang mendorongnya dan sasaran pembunuhan itu. Bukan hanya pelaku
saja yang melakukan tindak pembunuhan, ibu sang bayi juga melakukan hal yang
sama. Bagaimanapun mereka telah melakukan tindak kejahatan dan akan mendapatkan
akibat di kemudian hari, baik dalam kehidupan sekarang maupun yang akan datang.
Dalam Majjhima Nikaya 135 Buddha bersabda "Seorang pria dan wanita yang
membunuh makhluk hidup, kejam dan gemar memukul serta membunuh tanpa belas
kasihan kepada makhluk hidup, akibat perbuatan yang telah dilakukannya itu ia
akan dilahirkan kembali dan pada saat dilahirkan umurnya tidaklah akan
panjang", dan apabila sering melakukan pembunuhan akan terlahir di alam
menderita (apaya 4).
Sebaiknya
kasus aborsi yang sering terjadi menjadi pelajaran semua pihak, bagi remaja
tidak menyalahartikan cinta sehingga tidak melakukan perbuatan yang melanggar
sila, bagi pasangan yang telah berumah tangga mengatur program kehamilan dengan
baik, bagi para pihak yang terkait dengan hal itu tidak mencari penghidupan
dengan cara yang salah dengan bekerja sebagai orang yang membantu praktek
aborsi.
Artikel. By: Dhika Wiratama
Share this on your favourite network
0 comments:
Post a Comment