Home » » JURNAL MAHASISWA

JURNAL MAHASISWA



SIGNIFIKANSI KETELADANAN DHAMMADŪTA
DENGAN MEMPRAKTIKKAN PAÑCASĪLA BUDDHIS

Siti Purwati[1], Widiyono[2], dan Puryamti Andayani2

ABSTRACT
The purposes of this research “The Significance of Dhammadūta Examplary by Practicing The Buddhist Five precepts” are to describe the role of Dhammadūta in conveying Dhamma, Dhammadūta examplary by practicing the Buddhist five precepts, and the benefit of Dhammadūta examplary by practicing the Buddhist five precepts. It is hoped that Dhammadūta can be used as the examplary through practicing the Buddhist five precepts in the daily life.
The method used in this research is a descriptive analytical method. The descriptive method helps to describe an incidence systematically, and the analytical method aids to reveal the concepts related to the research object. The primary data source is from the Buddhist scripture, and the secondary data source are from general literature including books, magazines, newspaper, and the internet.
Dhammadūta is a persson who disseminates the teaching of the Buddha, has a very important role and responsibility on the existance of Buddhist Religion and perpetuation of Dhamma. In coveying Dhamma, Dhammadūta is hoped to be a  good examplary for him self, so that Buddhist people can practice the Dhamma truthfully. In this way, Buddhist people can increase theirfaith conviction. Buddhist people will be hesitant if the conveyance of the Dhamma from Dhammadūta is without a good example. This is why Dhammadūta examplary is badly important to practicing Dhamma. The results of the research: Dhammadūta concepts; the role from Dhammadūta in conveying Dhamma; Dhammadūta examplary concepts; the significance of Dhammadūta examplary by practicing the Buddhist five precepts; the benefit of Dhammadūta examplary by practicing the Buddhist five precepts. Dhammadūta examplary is very important to practicing Dhamma. It can be concluded that Buddhist people in practicing Dhamma are hoped to be Dhammadūta models, so they can live his/her lives well and meaningfully.

Keywords: Dhammadūta, Examplary, Practicing the Buddhist Five Precepts.

PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Zaman sekarang ini merupakan zaman yang sudah sangat maju. Itu terbukti dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi (IPTEK) yang mengakibatkan manusia memiliki sumber daya manusia yang tidak sama antara yang satu dengan yang lainnya. (http://emperordeva.wordpress.com/about/sdm-indonesia-dalam-persaingan-global/). Perbedaan sumber daya manusia dapat dilihat dari tinggi dan rendahnya sumber daya manusia. Rendahnya sumber daya manusia yang dimiliki membuat manusia memiliki keterbatasan dalam berbagai bidang. Salah satu contohya adalah keterampilan dan spiritual. Rendahnya sumber daya yang dimiliki oleh manusia dapat mengakibatkan manusia tersisihkan dengan mudah dari persaingan dunia kerja.
Abdullah (2010: 5) mengatakan bahwa masalah sumber daya manusia merupakan persoalan yang paling penting dalam menentukan sukses tidaknya bangsa Indonesia menjalankan proses pembangunan. Seseorang selalu dituntut untuk memiliki sumber daya manusia yang sesuai dengan perkembangan zaman dan dapat memberikan kemajuan. Manusia tidaklah cukup mengandalkan sumber daya yang lama, tuntutan teknologi modern adalah meningkatkan sumber daya untuk menjadi lebih baik dan lebih bermanfaat bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
Persoalan peningkatan kualitas sumber daya manusia tidak hanya pada tataran wawasan atau ilmu pengetahuan dan keterampilan saja. Ada hal yang lebih fundamental yang menyangkut persoalan moral dan budi pekerti maupun etika (Abdullah, 2010: 6). Demikian halnya dengan sumber daya manusia Buddhis,  tidaklah cukup dengan sumber daya yang monoton (begitu-begitu saja). Buddha bersabda dalam Mahā Mańgala Sutta, Khuddakapatha (Ñāņamoli, 2005: 3), “Memiliki pengetahuan luas, berketerampilan, terlatih dalam tata susila, dan bertutur kata dengan baik, itulah berkah utama.”  Sumber daya manusia dalam bidang spiritual adalah yang sangat penting. Seorang Dhammadūta dituntut untuk dapat mempraktikkan apa yang disampaikan kepada umat Buddha dengan baik. Tingkah laku dan sikap seorang Dhammadūta akan ditiru atau dicontoh oleh masyarakat Buddhis. Seorang Dhammadūta diharapkan dapat menyampaikan Dhamma dengan penuh semangat, dengan baik dan indah, seindah Dhamma yang diajarkan oleh Buddha.
Dalam era globalisasi kesempatan bagi ajaran Buddha untuk berkembang semakin terbuka. Cara-cara penyebaran Dhamma diperlukan aspek internal yang baik dari para Dhammadūta agar Dhamma dapat dikembangkan. Komunikasi yang baik termasuk berbicara dan menulis haruslah dilatih oleh setiap Dhammadūta agar melengkapi sikap teladan yang harus dicontohkan. Pelatihan berbicara atau biasa dikenal dengan public speaking diperlukan untuk menghasilkan Dhammadūta-Dhammadūta yang cakap (Wijaya, 2009: viii).
Dhammadūta tidak hanya cukup pintar berbicara dan pandai dalam pengetahuan, tetapi Dhammadūta mampu memberikan pengertian yang dapat dipadukan dengan komunikasi yang akan disampaikan. Secara etika, materi Dhamma yang disampaikan Dhammadūta dapat sesuai atau selaras antara ucapannya di depan umum dengan perbuatan keseharian di masyarakat. Dhammadūta yang seperti itu adalah Dhammadūta yang memiliki sumber daya manusia yang baik (http://tamandharma.com/forum/index.php?topic=10569.0).
Dorongan untuk menjadi seorang Dhammadūta biasanya timbul dari keinginan untuk memupuk kamma baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Seorang Dhammadūta biasanya memperlihatkan perbuatan baik yang sesuai dengan ucapannya. Tetapi, kenyataannya saat ini, khususnya di perdesaan (Desa Peneliti), apa yang Dhammadūta ucapkan di depan umum (masyarakat Buddhis) tidak sesuai dengan perbuatan kesehariannya di masyarakat. Faktanya yaitu seorang Dhammadūta menyampaikan mengenai manfaat menjalankan dan dampak melanggar Pañcasīla Buddhis kepada umat Buddha. Namun, Dhammadūta membunuh binatang dan kadang terlihat minum–minuman keras. Dhammadūta yang seperti itu adalah Dhammadūta yang tidak dapat dijadikan contoh buat umat Buddha. Dhammadūta yang tidak konsisten dengan ucapannya merupakan Dhammadūta yang memiliki sumber daya manusia yang rendah. Tetapi, yang perlu diketahui bahwa tidak semua Dhammadūta tidak konsisten, karena masih banyak Dhammadūta yang benar-benar konsisten dengan ucapannya.
Fakta yang ada menunjukkan bahwa tidak semua Dhammadūta dapat menjalankan apa yang Dhammadūta sampaikan di depan umum. Sikap yang tidak baik mengakibatkan Dhammadūta tidak dapat dijadikan teladan bagi umat Buddha. Permasalahannya sekarang, kita harus mengetahui peran dan tujuan dari seorang Dhammadūta dalam menyampaikan Dhamma, memahami pentingnya keteladanan dan manfaat Dhammadūta dengan mempraktikkan Pañcasīla Buddhis agar umat Buddha juga dapat mempraktikkannya dan bersikap lebih baik. Sepanjang pengetahuan penulis, masih sedikit naskah–naskah yang menjelaskan hubungan antara keteladanan Dhammadūta dengan Pañcasīla Buddhis.
Berdasarkan permasalahan–permasalahan tersebut, maka penulis menganalisa bagaimana cara yang efektif agar dapat memberikan keteladanan Dhammadūta dengan Pañcasīla Buddhis. Selain permasalahan tersebut kajian skripsi ini penulis pilih, karena penulis merasa Dhammadūta sangat penting bagi umat Buddha. Maka penulis mengkaji tentang Dhammadūta dalam skripsi yang berjudul “Signifikansi Keteladanan Dhammadūta dengan Mempraktikkan Pañcasīla Buddhis”.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: Bagaimanakah peranan Dhammadūta dalam menyampaikan Dhamma?. Bagaimanakah keteladanan Dhammadūta dengan mempraktikkan Pañcasīla Buddhis?. Bagaimanakah manfaat keteladanan Dhammadūta dengan mempraktikkan Pañcasīla Buddhis?

Tujuan Penelitian
Tujuan yang diharapkan dalam penelitian ini adalah untuk mengembangkan pengetahuan dan membuka wawasan yang baru mengenai peranan Dhammadūta dalam menyampaikan Dhamma, Keteladanan Dhammadūta dengan Mempraktikkan Pañcasīla Buddhis, dan manfaat keteladanan Dhammadūta dengan mempraktikkan Pañcasīla Buddhis.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini secara teoritis dapat digunakan sebagai  wawasan kepada umat Buddha mengenai pentingnya peranan Dhammadūta dalam menyampaikan Dhamma, pengetahuan kepada umat Buddha mengenai Keteladanan Dhammadūta dengan Mempraktikkan Pañcasīla, dan pemahaman kepada umat Buddha mengenai manfaat keteladanan Dhammadūta dengan mempraktikkan Pañcasīla Buddhis. Sedangkan secara praktis dapat digunakan sebagai acuan dalam mempraktikkan Dhamma dengan baik seperti yang disampaikan oleh Dhammadūta khususnya Pañcasīla Buddhis.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif adalah metode yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin tanpa ada perlakuan terhadap objek yang diteliti (Kuontur, 2005: 105).
Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian dengan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif berpusat pada studi kepustakaan dan lebih menekankan pada pencarian data yang bersumber dari buku yang sesuai objek penelitian. Studi  kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan (Nazir, 1988: 111).
PEMBAHASAN
Dhammadūta merupakan istilah yang tidak asing lagi dalam agama Buddha Theravāda. Konsep  Dhammadūta muncul pertama kali dalam Kitab Maha Vagga, Vinaya Pitaka. Menurut Phra Anil Sakya (2010: 1), istilah Dhammadūta terdiri dari dua kata, yaitu Dhamma” yang berarti “ajaran Sang Buddha” dan “Dūta” yang berarti “utusan, duta”. Jadi Dhammadūta adalah seorang utusan yang menyebarkan ajaran Buddha. Dhammadūta ditujukan untuk misionari Buddhis. Buddha adalah misionari pertama dan terbesar dalam sejarah Agama Buddha. Setelah mendapatkan penerangan sempurna, Buddha pertama kali berdiam di Sarnath selama musim hujan. Buddha menghabiskan waktunya dalam khotbah Dhamma hingga jumlah murid (Bhikkhu) mencapai 60, yang kemudian dikirim kearah yang berlainan untuk menyebarkan Dhamma Ajaran Buddha. Pendapat yang sama mengenai Buddha merupakan yang  pertama menjadi misionari Buddhis atau Dhammadūta dikemukakan oleh Sakya.  Phra Anil Sakya (2010: 1) mengatakan:
 Buddha himself is the first and the greatest missionary in Buddhist history. After getting enlightenment the Buddha passed his first stay during the rainy season at Sarnath. He spent his time on Dhamma preaching until the number of his disciples (bhikkhu) reached to 60, who were sent in different directions to disseminate the Buddha’s Dhamma.
Tujuan Dhammadūta yang paling utama lebih ditekankan pada penyebaran ajaran Buddha. Akan tetapi pada saat ini, banyak orang mulai mendeskripsikan tujuan Dhammadūta menjadi lebih luas dari sebelumnya. Wijaya (2009: xiv) menyebutkan tujuan menjadi seorang Dhammadūta yang terbagi dalam 4 bagian, yaitu: a. Menyebarkan ajaran Buddha. b. Mengikuti atau menjalankan ajaran Buddha dengan benar. c. Melindung ajaran Buddha dari kehancuran. d. Memberikan kebahagiaan kepada semua orang. Dhammadūta yang menyebarkan ajaran Buddha diharapkan selalu mampu melindungi ajaran Buddha dari kehancuran, serta diharapkan juga mampu mengembangkan ajaran Buddha menjadi lebih baik. Dhammadūta selain menyebarkan dan mengembangkan ajaran Buddha,  dituntut untuk selalu berada di jalan yang baik, yang sesuai dengan Dhamma. Sehingga Dhammadūta mampu menuntun semua makhluk mengenal Dhamma dan berbahagia dalam Dhamma (ajaran Buddha).
Tujuan sebenarnya Dhammadūta adalah untuk menunjukkan bagaimana orang dapat memperoleh kebahagiaan dan lebih banyak kedamaian melalui praktik Dhamma. Meskipun tujuan Dhammadūta bersifat komunikatif dan sosial, yang bertujuan untuk mempengaruhi, mengubah, dan membentuk sikap serta tingkah laku seseorang atau orang banyak untuk menjadi lebih baik, namun Dhammadūta tidak akan berlomba dengan umat beragama lain dalam mengubah orang di luar agama sendiri untuk sesuai dengan Dhamma. Dhammadūta hanya mengubah orang yang sudah mengenal Dhamma, tetapi belum sepenuhnya dekat dijalan kebenaran. Dengan kata lain, Dhammadūta membuat atau mengarahkan orang untuk mempraktikkan ajaran Buddha. Walaupun memiliki semangat misioner yang tinggi, Agama Buddha sangat menghargai kebebasan setiap manusia untuk memilih dan menentukan sikapnya sendiri. Buddha menjelaskan bahwa ia menyampaikan ajaran hanya untuk menunjukkan bagaimana membersihkan noda, meninggalkan hal-hal buruk, yang menimbulkan kesedihan dikemudian hari, dan tidak dengan keinginan untuk mendapatkan pengikut, atau membuat seseorang meninggalkan gurunya, melepaskan kebiasaan dan cara hidupnya, dan menyalahkan keyakinan atau doktrin yang telah dianut.
Sesuai tujuan dari seorang Dhammadūta yang ditekankan untuk menyebarkan ajaran Buddha, maka Dhammadūta memiliki peran penting yang terkait dengan menyampaikan Dhamma. Adapun peran Dhammadūta dalam menyampaikan Dhamma adalah sebagai berikut:
a.       Menyampaikan Dhamma itu sendiri
Seorang Dhammadūta dalam menyampaikan Dhamma hendaknya terlebih dahulu memahami tema atau materi dari Dhamma yang akan disampaikan. Dengan memahami materi diharapkan Dhammadūta mampu menyampaikan inti dari materi Dhammanya.
b.      Menyampaikan nilai-nilai moral yang terkandung dalam Dhamma
Seorang Dhammadūta diharapkan mampu memahami materi Dhamma karena bertujuan untuk mempermudahkan Dhammadūta itu sendiri dalam menyampaikan nilai-nilai moral yang terkandung dalam Dhamma yang disampaikan. Nilai-nilai moral yang terdapat dalam Dhamma adalah nilai moral yang berupa baik dan buruk dari apa yang diperbuat.
c.       Memberikan keteladanan dari Dhamma
Dhammadūta selain menyampaikan Dhamma yang diajarkan oleh Buddha, Dhammadūta juga mampu memberikan contoh yang baik kepada umat mengenai apa saja yang berhubungan dengan Dhamma itu sendiri. Dhammadūta yang dapat menyampaikan Dhamma dan nilai-nilai yang terkandung didalamnya, seharusnya merupakan seorang utusan yang sudah siap dijadikan sebagai contoh oleh umatnya mengenai apa yang disampaikan. Keteladanan yang dapat digunakan dari diri Dhammadūta yaitu tingkah laku atau sifat baik yang ada pada diri Dhammadūta itu sendiri. Pada prinsipnya, cara terbaik untuk membabarkan Dhamma adalah dengan menjadikan diri sendiri sebagai panutan bagi orang lain, melalui pikiran, perkataan, dan perbuatan sehari-hari. Itulah cara mengajar atau menyampaikan Dhamma yang terbaik. keteladanan perilaku, bukan sekadar indah dalam ucapan dan penampilan, bukan cuma pintar dalam berbicara, tetapi dapat menyelaraskan antara ucapan dan perbuatannya.
Seorang Dhammadūta selain memperhatikan tugas atau peranan dalam menyampaikan Dhamma, Dhammadūta juga harus memperhatikan kewajiban-kewajiban yang harus Dhammadūta berikan untuk para pendengarnya atau umatnya. Adapun kewajiban yang dilakukan oleh Dhammadūta untuk umatnya antara lain sebagai berikut:
a.       Dhammadūta wajib melatih umat sedemikian rupa sehingga umatnya terlatih dengan baik
b.      Dhammadūta wajib membuat umat menguasai apa yang telah diajarkannya
c.       Dhammadūta wajib mengajar umatnya secara menyeluruh dalam berbagai ilmu dan seni khususnya mengenai Dhamma
d.      Dhammadūta berbicara tentang dirinya di antara sahabat-sahabatnya (Dhammadūta yang dijadikan contoh dalam setiap perkataan)
e.       Dhammadūta menjaga keselamatan semua umatnya.
Kewajiban yang diberikan oleh seorang Dhammadūta untuk umatnya sama dengan kewajiban yang diberikan guru kepada muridnya, karena Dhammadūta dan guru merupakan orang yang sama-sama dijadikan contoh atau teladan untuk berperilaku.
Tidak ada satu orang pun yang menyatakan bahwa Dhammadūta itu tidak penting, Dhammadūta sangatlah penting bagi kemajuan dan perkembangan Agama Buddha di dunia. Hal itu dikarenakan antara Dhammadūta, Agama Buddha dan Ajaran Buddha (Dhamma) saling ketergantungan. Ajaran Buddha dan Agama Buddha itu sendiri tidak akan dapat berkembang dengan baik tanpa adanya seorang Dhammadūta. Sosok Dhammadūta yang penting itulah yang kemudian dijadikan oleh umat Buddha sebagai teladan atau panutan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari yang sesuai dengan Dhamma.
Seorang Dhammadūta yang menyebarkan ajaran Buddha tidak semata-mata memiliki tingkah laku yang baik, dia juga harus memiliki moral baik dan keteladanan yang pantas untuk ditiru oleh umat Buddha. Keteladanan Dhammadūta yang paling menonjol dapat digunakan sebagai contoh oleh umat Buddha yaitu keteladanan melalui tingkah laku atau perilaku yang dimiliki Dhammadūta itu sendiri. Tentunya perilaku atau tindakan Dhammadūta dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan moral atau etika Dhammadūta merupakan hal yang paling mudah untuk dijadikan contohnya. Sehingga pada pembahasan kali ini akan membahas mengenai perilaku dan moral Dhammadūta yang dapat dijadikan sebagai contoh umat Buddha dengan mempraktikkan Pañcasla Buddhis.  
Secara definitif Pañcasīla Buddhis mempunyai arti yaitu lima macam peraturan atau tata susila (Kamus Umum Buddha Dharma, 2004: 192). Dalam Sangīti Sutta, Dīgha Nikāya,  Pañcasīla Buddhis dirumuskan sebagai berikut:
 Five impossible, to wit, for an Arahat intentionally to take life, or to take what is not given, so as to amount to theft, or to commit sexual offences, or to lie deliberately, or to spend stored up treasures in worldly enjoyments, as in the days before he left the world (Davids, 2002: 225).
Berdasarkan rumusan dalam sutta tersebut Pañcasīla Buddhis meliputi: tekad untuk menghindari pembunuhan, tekad untuk menghindari mengambil barang yang tidak diberikan, tekad untuk menghindari perbuatan asusila (berzinah), tekad untuk tidak mengucapkan ucapan yang tidak benar, dan tekad untuk menghindari minum-minuman yang disuling atau diragikan yang dapat menyebabkan menurunnya kesadaran. Pengertian dari rumusan Pañcasīla Buddhis tersebut menjelaskan bahwa kelima tekad tersebut adalah sebagai peraturan atau tata susila yang sekaligus merupakan pegangan umat Buddha dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari.  Masing-masing tekad atau latihan yang ada merujuk kepada cerminan perilaku baik yang selanjutnya disebut sebagai sikkhapada atau latihan. Pañcasīla Buddhis apabila dilaksanakan dengan baik akan membawa kedamaian, kebahagiaan bagi orang yang mempraktikkannya maupun bagi orang lain, kemajuan, kemakmuran besar, kehidupan surga, baik sebagai manusia atau sebagai dewa. Pelaksanaan Pañcasla Buddhis khususnya bagi Dhammadūta merupakan suatu perbuatan baik yang mengarah pada moral seseorang atau kebajikan moral, etika, atau tata tertib dalam menjalankan kehidupan sebagai seorang manusia (Dhammadūta) sehingga dapat bertingkah laku dengan baik dan benar bagi diri sendiri maupun orang lain.
Keteladanan Dhammadūta dengan mempraktikkan Pañcasla Buddhis dapat diketahui dari tingkah laku dan moral yang dimiliki oleh Dhammadūta dalam kehidupan sehari-hari. Dhammadūta diharapkan mampu menjalankan Pañcasla Buddhis dengan baik dan benar, karena dengan demikian keteladanan dari seorang Dhammadūta dengan mempraktikkan Pañcasla Buddhis mudah untuk diketahui dan ditiru. Keteladanan Dhammaduta dengan mempraktikkan Pañcasla Buddhis dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.      Perbuatan untuk tidak membunuh makhluk hidup
        Memiliki tekad yang kuat untuk melatih diri menghindari pembunuhan makhluk hidup merupakan awal yang baik untuk mendapatkan perilaku yang baik pula. Dhammadūta yang memiliki tekad untuk melatih diri tidak membunuh semua makhluk dan melakukan hal tersebut dengan sungguh-sungguh dalam bermasyarakat merupakan Dhammadūta yang memiliki cinta kasih yang sangat besar kepada semua makhluk. Dhammadūta seperti itulah yang dapat dijadikan sebagai teladan masyarakatnya dalam menjalankan kehidupan beragama yang sebenarnya. Dhammadūta dengan mempraktikkan Pañcasla Buddhis yang pertama dan memiliki cinta kasih yang besar dapat dijadikan sebagai contoh umat Buddha untuk memiliki moral yang baik.
        Keteladanan Dhammadūta yang didapat melalui perbuatan untuk tidak membunuh makhluk hidup (mempraktikkan Pañcasla Buddhis sila pertama), karena cinta kasih yang dimilikinya dapat memunculkan perilaku keteladanan yang lainnya seperti: baik hati dan lemah lembut, membebaskan pikiran dari segala bentuk kebencian, serta melatih diri menghindari kekerasan.
2.      Perbuatan untuk tidak mencuri
       Tekad yang kuat untuk melatih diri menghindari pencurian barang orang lain yang tidak diberikan kepada dirinya adalah tekad yang baik untuk seorang Dhammadūta. Dhammadūta yang bertekad menjalankan latihan kemoralan pada sla kedua merupakan seorang Dhammadūta yang mudah memiliki rasa puas, puas terhadap apa yang dimiliki tanpa mempunyai keinginan untuk memiliki kepunyaan orang lain dan sifat kedermawanan. Sikap puas terhadap apa yang dimiliki ditunjukkan dengan cara seorang Dhammadūta selalu berpenampilan sederhana di depan umat, tanpa menonjolkan barang yang dianggap mewah. Sikap kesederhanaan dalam hidup akan membuat Dhammadūta selalu disenangi oleh umat. Sedangkan sifat kedermawanannya ditunjukkan dengan membagi penghasilan dengan semua makhluk agar mereka ikut bahagia. Dari rasa kesenangan terhadap Dhammadūta  maka dalam benak umat akan muncul rasa untuk mencontoh. Keteladanan Dhammadūta dengan mempraktikkan Pañcasla Buddhis seperti itulah yang dapat dijadikan sebagai contoh dalam masyarakatnya untuk menjalankan suatu kehidupan tanpa harus merusak milik orang lain. 
  Keteladanan Dhammadūta yang didapat melalui perbuatan untuk tidak mencuri atau mengambil barang yang tidak diberikan kepada dirinya (mempraktikkan Pañcasla Buddhis sila kedua), karena kejujuran yang dimilikinya dapat memunculkan perilaku keteladanan yang lainnya seperti: jujur dan menjaga persatuan, menjaga kesenangan pribadi demi kesejahteraan umum, dan memberikan contoh hidup sederhana kepada umat. 
3.      Perbuatan untuk tidak berbuat asusila
        Dhammadūta diharapkan dapat memiliki tekad yang kuat untuk melatih diri menghindari perbuatan yang tidak suci atau berbuat asusila dengan orang yang bukan istri atau suaminya sendiri yang sah adalah tekad yang baik untuk seorang Dhammadūta menjalankan kehidupan berumah tangga. Dhammadūta yang bertekad menjalankan latihan kemoralan pada sla ketiga merupakan seorang Dhammadūta yang memiliki rasa puas, puas terhadap satu pasangan hidup dan menghargai perasaan yang dimiliki orang lain, serta merupakan Dhammadūta yang bersifat setia. Dengan mempraktikkan Pañcasla Buddhis yang ketiga dan memiliki rasa puas, setia terhadap pasangan hidupnya Dhammadūta diharapkan dapat dijadikan sebagai contoh yang baik bagi umat Buddha untuk menjalankan kehidupan mereka agar menjadi bermanfaat dan bermoral.
         Keteladanan Dhammadūta yang didapat melalui perbuatan untuk tidak berbuat asusila kepada seseorang yang bukan suami atau istrinya sendiri yang sah (mempraktikkan Pañcasla Buddhis sila ketiga), karena kesetiaan dan rasa puas terhadap satu pasangan saja yang dimilikinya dapat memunculkan perilaku keteladanan yang lainnya seperti: jujur dan menjaga persatuan, baik hati dan lemah lembut, siap mengorbankan kesenangan pribadi demi kesejahteraan umat, menghargai saran dan pendapat orang lain demi menciptakan suasana damai dan harmonis dan memberikan contoh hidup sederhana dan bahagia kepada umat karena memiliki istri atau suami (pasangan hidup) satu.
4.      Perbuatan untuk tidak berbohong atau ucapan salah
         Tekad yang kuat untuk melatih diri menghindari ucapan salah atau berbohong adalah tekad baik untuk menjalani hidup sebagai seorang Dhammadūta yang selalu berhadapan dengan masyarakat. Dhammadūta yang bertekad menjalankan latihan kemoralan pada sla keempat merupakan seorang Dhammadūta yang menghargai kebenaran, mengingat kebenaran pada saat sekarang ini sulit sekali untuk didapatkan dari manapun. Dhammadūta yang melaksanakan hal ini merupakan orang yang suka tepat janji atau tidak ingin ingkar janji karena menganggap segala sesuatu yang sudah dijanjikan adalah hal penting. Tekad latihan penghindaran yang dilakukan oleh Dhammadūta pada sla keempat tidak hanya latihan menghindari ucapan salah saja, melainkan meliputi: memfitnah, berkata kasar, dan bergunjing atau pembicaraan yang tidak berguna. Keteladanan Dhammadūta dengan mempraktikkan Pañcasla Buddhis sla keempat diharapkan dapat dijadikan sebagai contoh masyarakat atau umat Buddha pada khususnya untuk mengerti betapa pentingnya suatu kebenaran dalam berbagai hal serta dapat menghargai betapa besarnya pengaruh dari ucapan yang sudah dikeluarkannya.
         Keteladanan Dhammadūta yang didapat melalui perbuatan untuk tidak berbohong atau berucap salah (mempraktikkan Pañcasla Buddhis sila keempat), karena tepat janji yang dimilikinya dapat memunculkan perilaku keteladanan yang lainnya seperti: jujur dan menjaga persatuan, dan melaksanakan kesabaran.
5.      Perbuatan untuk tidak minum minuman keras yang dapat melemahkan kesadaran
         Memiliki tekad yang kuat untuk melatih diri menghindari mengkonsumsi makanan atau minuman yang dapat melemahkan kewaspadaan atau kesadaran merupakan tekad yang harus dan bener-bener dilakukan untuk seorang Dhammadūta. Dhammadūta yang bertekad menjalankan latihan kemoralan pada sla kelima merupakan seorang Dhammadūta yang mampu menunjukkan kepada umat Buddha atau masyarakat luas betapa pentingnya memiliki kesadaran kuat atau kewaspadaan yang utuh. Dengan kewaspadaan yang utuh Dhammadūta dapat menjalankan semua kegiatannya tanpa ada yang menghambat, tanpa harus mengulur waktu, sehingga pekerjaan Dhammadūta dapat selesai tepat waktu. Seseorang yang sudah kehilangan kewaspadaan meskipun sedikit akan mengakibatkan ketertundaan terhadap semua kegiatannya. Kurangnya kewaspadaan akan megakibatkan manusia memiliki kemalasan untuk melakukan berbagai hal. Perilaku yang ditimbulkan dari  pelatihan Pañcasla Buddhis pada sla kelima membuat masyarakat menginginkan sosok  Dhammadūta yang dapat memberikan contoh dengan mempraktikkan Pañcasla Buddhis yang baik dan sungguh-sungguh. Ketaladan dalam mempraktikkan Sla kelima akan menimbulkan pengendalian terhadap pikiran.
Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut dapat dilihat bahwa pelatihan-pelatihan kemoralan yang dilakukan oleh seorang Dhammadūta diharapkan memunculkan perilaku yang positif dan moral yang baik sehingga dapat digunakan sebagai patokan atau contoh oleh umat Buddha pada khususnya dan masyarakat luas pada umumnya untuk menjalankan hidup yang lebih baik. Dengan mempraktikkan Pañcasla Buddhis yang baik dan benar dalam kehidupan sehari-hari diharapkan Dhammadūta dapat dijadikan sebagai teladan umat Buddha dalam kehidupan berumah tangga maupun bermasyarakat.
Dhammadūta yang mempraktikkan Pañcasīla Buddhis dengan baik akan selalu diingat dan dijadikan pedoman atau teladan oleh umat Buddha dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Dhammadūta yang dijadikan teladan oleh umat Buddha akan mendapatkan manfaat dalam diri pribadinya.  Adapun manfaat keteladanan Dhammadūta dengan mempraktikkan Pañcasīla Buddhis adalah sebagai berikut:
(1)   Tidak akan pernah menyakiti semua makhluk
Dhammadūta dalam mempraktikkan Pañcasla Buddhis sla pertama mendapatkan manfaat bahwa mereka akan memiliki rasa cinta kasih kepada semua makhluk yang selalu muncul pada diri mereka karena perbuatan baik mereka yang tidak akan pernah menyakiti atau membunuh makhluk hidup lainnya. Dhammadūta yang selalu mempraktikkan sla pertama akan terbebas dari rasa kebencian dan setidaknya sifat kebencian (dosa) yang ada pada diri mereka menjadi berkurang.  Rasa cinta kasih yang dimiliki, mengakibatkan Dhammadūta dijadikan teladan oleh umat Buddha. Dhammadūta yang dijadikan teladan tersebut akan selalu dihormati dan disayangi oleh umat Buddha. Rasa cinta kasih, kasih sayang, dan rasa hormat yang ditunjukkan oleh umat Buddha untuk Dhammadūta merupakan manfaat dari keteladanan Dhammadūta dengan mempraktikkan Pañcasīla Buddhis.
(2)   Tidak akan pernah mengambil barang yang bukan kepunyaan sendiri
Dhammadūta dalam mempraktikkan Pañcasla Buddhis sla kedua mendapatkan manfaat bahwa mereka mudah merasa puas dengan yang dimiliki (santuṭṭh). Seorang Dhammadūta yang selalu merasa puas dengan apa yang mereka miliki tanpa menginginkan milik orang lain, merupakan Dhammadūta yang memiliki rasa menghargai barang milik orang lain. Dhammadūta yang mudah merasa puas dengan apa yang dimiliki akan mendapatkan berkah utama. Pernyataan senada mengenai rasa puas yang merupakan berkah utama disabdakan Buddha dalam  Mahā Mangala Sutta, Kitab Khuddakapāţha, Khuddaka Nikāya, yaitu: “content (Santuṭṭh) is contentment with the [four] requisite condition whatever they are like. This is a supreme good omen” āņamoli, 2005: 157). Rasa mudah puas yang selalu muncul pada diri dikarenakan perbuatan baik mereka yang tidak akan pernah mengambil barang milik makhluk lain atau dengan kata lain tidak pernah mencuri. Dhammadūta yang selalu mempraktikkan sla kedua akan terbebas dari keserakahan dan sifat keserakahan (loba) yang ada pada diri menjadi berkurang. Manfaat keteladanan Dhammadūta dengan mempraktikkan Pañcasla Buddhis sla kedua bagi diri Dhammadūta yaitu dapat menunjukkan kepada umat Buddha senangnya hidup dalam kesederhanaan karena rasa mudah puas yang dimiliki dan bahagia hidup dapat menghargai kepunyaan orang lain.
(3)   Tidak akan pernah melakukan perbuatan asusila
Dhammadūta yang mempraktikkan Pañcasla Buddhis sla ketiga akan mendapatkan manfaat dalam diri mereka sebagai orang yang mudah memiliki rasa puas (santuṭṭh) yaitu puas terhadap satu pasangan hidup, selain itu mereka akan memiliki rasa menghargai kepada orang lain yang sangat besar. Seorang Dhammadūta yang mudah merasa puas dengan satu pasangan hidup dan dapat menghargai perasaan orang lain akan dihargai dan dihormati orang lain pula. Rasa mudah puas yang selalu muncul pada diri Dhammadūta dikarenakan perbuatan baik mereka yang tidak akan pernah berbuat asusila dengan orang yang bukan pasangannya. Dhammadūta yang selalu mempraktikkan sla ketiga akan terbebas dari keserakahan dan setidaknya sifat keserakahan (loba) yang ada pada diri mereka menjadi berkurang. Manfaat keteladanan Dhammadūta dengan mempraktikkan Pañcasla Buddhis sla ketiga bagi diri Dhammadūta yaitu dapat meningkatkan kesetiaan diri kepada pasangan hidup karena dijadikan panutan umat Buddha dalam menjalankan hidup berumah tangga. Selain itu, Dhammadūta akan selalu memiliki rasa mudah puas terhadap apa saja yang dilakukan dan diberikan oleh pasangan hidup kepada dirinya.
(4)   Tidak akan pernah berbohong
Seorang Dhammadūta dalam mempraktikkan Pañcasla Buddhis sla keempat akan mendapatkan manfaat bahwa mereka akan mudah dipercaya oleh masyarakat atau orang lain, karena mereka berkata benar. Dhammadūta dan umat Buddha yang selalu dipercaya oleh masyarakat dikarenakan perbuatan baik mereka yang tidak akan pernah berbohong, berbicara kasar, memfitnah, dan berdusta kepada siapa saja. Dhammadūta dan umat Buddha yang selalu mempraktikkan sla keempat akan terbebas dari kebodohan dan setidaknya sifat kebodohan (moha) yang ada pada diri mereka menjadi berkurang. Manfaat keteladanan Dhammadūta dengan mempraktikkan Pañcasla Buddhis sla keempat bagi diri pribadi Dhammadūta yaitu Dhammadūta akan selalu tepat janji terhadap apa yang diucapkannya karena ucapan dan perbuatannya akan berpengaruh besar bagi umat Buddha yang menjadikannya teladan.
(5)   Tidak akan pernah minum-minuman keras
Dalam mempraktikkan Pañcasla Buddhis sla kelima, Dhammadūta akan mendapatkan manfaat yaitu dapat memiliki kewaspadaan atau kesadaran yang penuh. Seorang Dhammadūta yang selalu memiliki kewaspadaan dan kesadaran penuh karena tercegah dari minum-minuan keras yang dapat menghilangkan kewaspadaan akan mendapatkan berkah utama. Pernyataan senada mengenai rasa puas yang merupakan berkah utama disabdakan Buddha dalam  Mahā Mangala Sutta, Kitab Khuddakapāţha, Khuddaka Nikāya, sebagai berikut: “From besotting drink refraining (majjapānā ca sayamo): this designates abstention from any opportunity for negligence (intoxication) due to wine, liquor and besotting drink, which has already been described. This refraining from besotting drink is called a good omen...āņamoli, 2005: 155). Kewaspadaan dan kesadaran penuh yang selalu muncul pada diri Dhammadūta dikarenakan perbuatan baik mereka yang tidak akan pernah mengkonsumsi minuman atau makanan yang dapat melemahkan kesadaran mereka. Dhammadūta yang selalu mempraktikkan sla kelima akan terbebas dari kebodohan dan setidaknya sifat kebodohan (moha) yang ada pada diri mereka menjadi berkurang. Manfaat keteladanan Dhammadūta dengan mempraktikkan Pañcasla Buddhis sla kelima bagi diri pribadi Dhammadūta yaitu Dhammadūta dapat meningkatkan kesadaran dan kewaspadaannya karena selalu mempraktikkan Pañcasla Buddhis sla kelima.
       Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut dapat dilihat bahwa keteladanan Dhammadūta dengan mempraktikkan Pañcasla Buddhis dapat memberikan manfaat bagi Dhammadūta maupun orang yang menggunakan Dhammadūta sebagai contoh dalam kehidupannya. Manfaat yang didapatkan Dhammadūta merupakan munculnya perilaku positif dan moral baik yang selalu dapat digunakan sebagai patokan untuk menjalankan hidup yang lebih baik. Selain muncul perbuatan baik dalam diri, pada kehidupan sekarang Dhammadūta akan mendapatkan manfaat berupa kemasyuran, tidak memiliki rasa takut dan ragu,  dicintai,  dihormati,  dan  dipercaya  oleh semua orang. Hal senada juga disabdakan Buddha dalam Akakheyya Sutta, Majjhima Nikāya sebagai berikut:
Monks, if a monk should wish: ‘May I be agreeable to my fellow Brahma-farers, liked by them, revered and respected,’ he should be one who fulfils the moral habits, who is intent on mental tran-quillity within, whose meditation is uninterrupted, who is endowed with vision, a cultivator of empty places (Horner, 2000: 41).  
       Selain memberikan manfaat bagi pribadi Dhammadūta, manfaat keteladanan Dhammadūta dengan mempraktikkan Pañcasla Buddhis juga dapat dirasakan oleh umat Buddha yang mempunyai keteladanan tersebut. Adapun manfaat yang didapat oleh umat Buddha sebagai berikut:
1.      Umat Buddha akan memiliki rasa cinta kasih kepada semua makhluk karena mencontoh perilaku dan sifat Dhammadūta yang mempraktikkan Pañcasla Buddhis sla pertama.
2.      Umat Buddha dapat memiliki rasa puas terhadap apa yang dimiliki dan dapat menghargai barang yang dimiliki orang lain karena mencontoh perilaku Dhammadūta yang mempraktikkan Pañcasla Buddhis sla kedua.
3.      Umat Buddha akan memiliki rasa puas terhadap satu pasangan hidup karena mencontoh sifat Dhammadūta yang mempraktikkan Pañcasla Buddhis sla ketiga.
4.      Umat Buddha akan memiliki sifat jujur, tidak suka ingkar janji, selalu tepat janji karena mencontoh atau meneladani Dhammadūta yang mempraktikkan Pañcasla Buddhis sla keempat.
5.      Umat Buddha dapat memiliki kesadaran dan kewaspadaan penuh karena mencontoh Dhammadūta yang mempraktikkan Pañcasla Buddhis sla kelima.
Umat Buddha selain mendapatkan manfaat dari keteladanan tersebut, juga akan memperoleh manfaat yang didapatkan pada saat yang akan datang. Manfaat yang mereka dapatkan pada saat yang akan datang karena mempraktikkan Pañcasla Buddhis, yaitu setelah meninggal dunia mereka akan terlahir di alam surga atau alam kehidupan yang lebih baik karena kekuatan dari moralitas yang dimiliki. Dhammadūta maupun umat Buddha yang selalu mempraktikkan Pañcasla Buddhis dengan baik dan benar sudah dapat dipastikan selain memiliki perbuatan atau perilaku baik, mereka juga akan memiliki moralitas yang baik pula. Moralitas baik tersebut yang akan menentukan kelahiran di alam kehidupan selanjutnya.
          Daya pengaruh yang diberikan oleh Dhammadūta untuk mengembangkan Agama Buddha sangat berhasil. Terbukti dengan adanya pengikut Dhammadūta yang mencontoh perilaku dan sifat Dhammadūta banyak yang memeluk Agama Buddha. Tanpa adanya keteladanan Dhammadūta kemungkinan besar perkembangan Agama Buddha tidak sampai seperti saat ini. Dhammadūta, keteladanan Dhammadūta, dan selalu mempraktikkan Dhamma dalam kehidupan sehari-hari merupakan faktor yang mengakibatkan Agama Buddha dapat berkembang dengan baik sampai saat ini.  Selain itu, keteladanan Dhammadūta, dan tindakan nyata (mempraktikkan) Dhamma dalam kehidupan sehari-hari memberikan manfaat yang sangat besar bagi perkembangan Agama Buddha, tanpa adanya Dhammadūta ajaran Buddha tidak akan dikenal oleh banyak orang, ajaran Buddha dan pemeluk Agama Buddha tidak akan bertambah.
Keteladanan Dhammadūta dengan mempraktikkan Pañcasla Buddhis merupakan salah satu faktor pula dalam perkembangan Agama Buddha. Keteladanan Dhammadūta dengan mempraktikkan Pañcasla Buddhis memberikan banyak sekali kontribusi dalam perkembangan Agama Buddha sehingga dapat berkembang dan dikenal oleh banyak orang. Kontribusi yang diberikan dari keteladanan Dhammadūta dengan mempraktikkan Pañcasla Buddhis bagi perkembangan Agama Buddha adalah memberikan rasa cinta kasih, rasa puas terhadap apa yang dimiliki dan terhadap satu pasangan hidup, tidak ingkar janji atau tepat janji, dan memiliki kesadaran penuh yang muncul dari Dhammadūta dan umat Buddha karena mempraktikkan Pañcasla Buddhis sehingga menimbulkan ketertarikan dari banyak orang karena perilaku dan sifat baik tersebut. Rasa ketertarikan seseorang tersebut yang mengakibatkan Agama Buddha dikenal dan berkembang sampai saat ini.
 Umat Buddha yang menjadikan Dhammadūta sebagai teladan dengan mempraktikkan Pañcasla Buddhis akan mendapatkan manfaat. Manfaat keteladanan Dhammadūta dengan mempraktikkan Pañcasla Buddhis dapat dirasakan oleh tiga pihak, yaitu yang pertama manfaat bagi pribadi Dhammadūta adalah Dhammadūta dapat selalu mempraktikkan Pañcasla Buddhis dengan baik karena merasa dirinya selalu dijadikan contoh oleh umat Buddha dan dapat mempertahankan perilaku atau sifat baik yang dimilikinya seperti cinta kasih, tepat janji, rasa mudah puas, serta kesadaran penuh. Kedua manfaat bagi umat Buddha atau masyarakat adalah akan memiliki rasa cinta kasih, rasa mudah puas terhadap apa yang dimiliki, suka tepat janji, dan memiliki kesadaran penuh akibat dari mempraktikkan Pañcasla Buddhis dan memiliki keteladanan. Ketiga manfaat bagi Agama Budha itu sendiri yaitu dengan adanya keteladanan Dhammadūta dengan mempraktikkan Pañcasla Buddhis, Agama Buddha akan selalu berkembang dan persentase untuk mengalami kemerosotan sedikit berkurang karena banyaknya umat Buddha yang menjadikan Dhammadūta sebagai teladan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari yang sesuai dengan Dhamma khususnya mempraktikkan Pañcasla Buddhis secara baik.
PENUTUP
  Berdasarkan pembahasan mengenai “Signifikansi Keteladanan Dhammadūta dengan Mempraktikkan Pañcasla Buddhis” dapat disimpulkan bahwa peran Dhammadūta yang berkaitan dengan cara menyampaikan Dhamma kepada umat Buddha terbagi menjadi tiga bagian, yaitu: peranan Dhammadūta untuk menyampaikan Dhamma, peranan Dhammadūta untuk menyampaikan nilai-nilai moral yang terkandung dalam Dhamma, dan peranan Dhammadūta untuk memberikan keteladan kepada umat Buddha. Ketiga peranan Dhammadūta tersebut merupakan tugas yang harus dilakukan oleh seorang Dhammadūta dalam menyebarkan ajaran Buddha. Umat Buddha dalam menjalankan Dhamma memerlukan seorang yang dapat dijadikan sebagai panutan atau teladan.
  Keteladanan merupakan suatu hal yang dapat dicontoh. Keteladanan Dhammadūta adalah utusan Dhamma yang dapat dijadikan contoh oleh umat Buddha baik dalam segi perbuatan maupun sifatnya. Keteladanan Dhammadūta dengan mempraktikkan Pañcasla Buddhis dapat terjadi apabila Dhammadūta mampu memiliki perilaku baik dalam dirinya. Adapun lima sifat keteladanan Dhammadūta dengan mempraktikkan Pañcasla Buddhis, adalah sebagai berikut: a. Perbuatan tidak membunuh memunculkan keteladanan untuk memiliki sifat cinta kasih kepada semua makhluk; b. Perbuatan tidak mencuri memunculkan keteladanan untuk memiliki rasa puas terhadap apa yang dimiliki; c. Perbuatan tidak berbuat asusila memunculkan keteladanan untuk memiliki rasa puas terhadap satu pasangan hidup; d. Perbuatan tidak berbohong memunculkan keteladanan untuk memiliki sifat jujur atau tidak ingkar janji; e. Perbuatan tidak minum-minuman keras memunculkan keteladanan untuk memiliki kesadaran yang kuat. Dengan demikian, Dhammadūta  dapat dijadikan sebagai panutan untuk menjalankan hidup yang baik dengan mempraktikkan Pañcasla Buddhis, sehingga pentingnya keteladanan Dhammadūta yang dilakukan oleh umat Buddha dapat memberikan manfaat yang besar dan  akan diterima oleh semua belah pihak. 
   Manfaat keteladanan Dhammadūta dengan mempraktikkan Pañcasla Buddhis dapat dirasakan atau diterima oleh tiga pihak, yaitu yang pertama, manfaat bagi diri pribadi Dhammadūta adalah Dhammadūta dapat selalu mempraktikkan Pañcasla Buddhis dengan baik karena merasa dirinya selalu dijadikan contoh oleh umat Buddha dan dapat mempertahankan perilaku ataupun sifat baik. Kedua, manfaat bagi umat Buddha atau masyarakat adalah akan memiliki rasa cinta kasih, rasa mudah puas terhadap apa yang dimiliki dan satu pasangan hidup, suka tepat janji, dan memiliki kewaspadaan atau kesadaran penuh. Ketiga, manfaat bagi Agama Buddha itu sendiri yaitu dengan adanya keteladanan Dhammadūta dengan mempraktikkan Pañcasla Buddhis, Agama Buddha akan selalu berkembang dan persentase untuk mengalami kemerosotan sedikit berkurang karena banyaknya umat Buddha yang menjadikan Dhammadūta sebagai contoh atau teladan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari yang sesuai dengan Dhamma khususnya mempraktikkan Pañcasla Buddhis secara baik.  Dengan demikian, manfaat keteladanan Dhammadūta dengan mempraktikkan Pañcasla Buddhis dapat selalu dirasakan selama Dhammadūta dan umat Buddha mampu mempraktikkan Pañcasla Buddhis dan memelihara moralitas mereka dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Irwan. 2010. Berpihak Pada Manusia: Paradigma Nasional Pembangunan Indonesia Baru. Yogyakarta: TICI Publications.
Davids, Rhys. (Transl). 2002. The Dialogues Of The Buddha II (Dgha Nikāya).  Oxford: The Pali Text Society.
Hariyono. 2011. http://tamandharma.com/forum/index.php?topic=10569.0, (diakses pada tanggal 26 Februari 2012).
Horner, I.B. (Transl). 2000. The Middle Length Sayings Vol. I (Majjhima Nikāya). Oxford: The Pali Text Society.
Kountur, Ronny. 2005. Metode Penelitian untuk Penulisan Skripsi dan Tesis. Jakarta: CV Taruna grafica.
Ñānamoli. 2005. The Minor Readings (Khuddakapāţha). Oxford: The Pali Text Society.
Nazir, Moh. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Panjika. 2004. Kamus Umum Buddha Dharma Pali-Sanskerta-Indonesia. Jakarta: Tri Sattva Buddhis Centre
Sakya, Ven. Phra Anil. 2010. Thai Dhammaduta In The World. Thailand: Mahamakut Buddhist University.
Wijaya, Willy Yandi. 2009. Dhamma Dana Para Dhammadūta. Yogyakarta: Vidyasena Production.


[1] Mahasiswa Program Studi Dharma Acarya Sekolah Tinggi Agama Buddha Syailendra.
[2] Pembimbing satu dan pembimbing dua.

Share this on your favourite network

0 comments:

Post a Comment

Like us on Facebook
Follow us on Twitter
Recommend us on Google Plus
Subscribe me on RSS