Home » » JURNAL MAHASISWA

JURNAL MAHASISWA



APLIKASI LEARNING BY PLAYING PADA PAUD DALAM MENINGKATKAN KARAKTER BUDDHIS: STUDI KASUS DI PAUD WIRA PUTRA, THEKELAN


Winarti[1], Waluyo[2], Setyaningsih2

 ABSTRACT

      This study aims to describe that the application of learning by playing on early childhood education increases the Buddhist characters in Wira Putra Nursery school, Thekelan. This study was preceded by a description of the Buddhist character, namely: dāna, sīla, nekkhamma, pañña, viriya, khanti, sacca, adhiṭṭāa, mettā, dan upekkhā.
      This study is a descriptive study with qualitative approach. The data were collected through observations, interviews, and documentation. Observations were made by direct observation. Interviews were conducted in-depth with the informant. Documentation was done by photographing images that could be used as the evidence of research, beside that other data related to the research were included. The validity of the data was measured by a continuous observation, triangulation, peer-reviewing, and a member checking. The analysis of data used a model of interactive analysis of Miles and Huberman.
       The research findings are as follows: (1) dāna and pañña character can be enhanced through the game of puzzle; creative block; cutting  and sticking  pictures;  pass box; snake arrangement; piercing pictures, squirrel, nest, and fire; chicken, ant, elephant; and turning over the body. (2) sīla, viriya, sacca, mettā, and upekkhā characters can be developed through the game of puzzle; creative block; cutting and sticking pictures;  pass box; snake arrangement; piercing pictures; squirrel, nest and fire; chicken, ant,and elephant; and turning round the body. (3) nekkhamma and adhiţţāna characters can be cultivated through the game puzzle; creative block; cutting and sticking pictures;  pass box; snake arrangement; piercing pictures; and squirrel, nest, and fire. (4) khanti character can be increased through the game puzzle; creative block;  pass box; snake arrangement; squirrel, nest, and fire; chicken, ant, and elephant; and turning around  the body. In these games the students could indicate the presence of attitudes that were of the Buddhist characteristics, the attitude of making other people happy, unselfish,  not distinguishing between one another, friendly, not stingy, persistent in trying, forgiving, caring, not easily discouraged, discipline, patience, respect to other people’s words, not hostile, not fighting, not harming, impartial, and without attachment.

Keywords: Buddhist Character’s, Early Childhood Education (early childhood),  
                  Learning by playing.
          
PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Pendidikan Anak Usia Dini merupakan pendidikan yang dilakukan untuk membentuk anak supaya dapat mengembangkan potensi yang dimiliki, yaitu potensi nalar (intelegensi), rasa (emosi), spiritual, maupun keterampilan (motorik). Pembelajaran yang dilakukan dalam bentuk yang natural atau ilmiah, yaitu sistem pembelajaran yang dilakukan selayaknya anak bermain dalam kesehariannya. Anak bermain berarti telah dapat mengetahui bagaimana cara untuk dapat memecahkan suatu masalah dalam permainannya baik dalam permainan sendiri maupun dengan teman. Hasil belajar memberikan pengalaman, keterampilan, dan kecerdasan sosial yang bermanfaat di lingkungan masyarakat. Namun pendidikan dari sekolah tidak cukup untuk dapat membantu anak dalam meningkatkan karakter, sehingga dibutuhkan peran orang tua dalam mendidik anak.
Orang tua merupakan  figur yang paling dekat dengan anak. Walaupun anak belajar di sekolah untuk mencari jati dirinya tetapi yang lebih utama adalah peran orang tua membantu anaknya dalam meningkatkan karakter anak. Pada umumnya orang tua kurang  memperhatikan keinginan anak. Orang tua berkeinginan agar anaknya berprofesi sesuai keinginan orang tua. Apabila anak menginginkan hal lain, banyak larangan atau peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh anak. Peraturan-peraturan mengakibatkan anak menjadi tertekan dalam lingkungan keluarga dan mengakibatkan tumbuhnya karakter yang buruk. Hal ini terbukti dengan adanya kasus kakak bernama VN (20) yang membunuh adik kandungnya Reffi Naldo (13) disebabkan masalah rebutan kaos kaki (Kompas, 10 Februari 2012: 26). Fakta tersebut menunjukkan bahwa pentingnya peran orang tua dalam menumbuhkan karakter anak.  

Rumusan Masalah

Berdasarkan beberapa masalah yang diidentifikasi, peneliti mengungkapkan permasalahan sebagai berikut: Bagaimanakah aplikasi learning by playing di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Wira Putra, Thekelan dalam meningkatkan karakter Buddhis?

Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui: Aplikasi learning by playing di PAUD Wira Putra, Thekelan dalam meningkatkan karakter Buddhis.

Kegunaan Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mendidik anak sesuai dengan prosedur usia yang dimiliki siswa dan dapat memberikan pemahaman bagi orang pendidik untuk mendidik dengan cara yang benar serta dapat memberikan kualitas pendidikan yang dapat membentuk karakter baik dalam diri siswa.

Jenis Kegiatan Bermain

Permainan yang dilakukan oleh anak tidak hanya satu tipe, melainkan banyak tipe yaitu sesuai dengan fungsi dari permainan itu sendiri. Menurut Bergen (dalam Santrock, 2007: 218-220), menyebutkan empat tipe permainan yang paling banyak dipelajari, yaitu: (1) Permainan Sensorimotor dan Praktik merupakan permainan sensorimotor dimaksudkan bahwa anak belajar melalui panca inderanya dan melalui hubungan fisik dengan lingkungannya. (2) Permainan Peran/Pura-pura/Simbolis merupakan bermain simbolik, pura-pura, fantasi, imajinasi, atau bermain drama. (3) Permainan Sosial merupan permainan yang melibatkan interaksi dengan teman sebaya. (4) Permainan Konstruktif  merupakan permainan yang dilakukan dengan membuat bentuk-bentuk tertentu menjadi sebuah karya dengan menggunakan beraneka bahan, baik bahan cair, maupun bahan terstruktur, seperti air, cat, krayon, pasir, puzzle, dan candle art.

Karakter dalam Sudut Pandang Buddhis

      Jenis karakter menurut Buddhis dikategorikan menjadi tiga kategori. Kategori tersebut yaitu karakter yang berorientasi pada ucapan, perilaku, dan pikiran yang dimiliki oleh manusia. Karakter yang berorientasi pada ucapan merupakan karakter yang dapat diketahui dengan cara manusia berucap. Jenis karakter yang termasuk dalam kategori ucapan terdapat dalam Aguttara Nikāya II (Woodward, 2001: 235-236), Buddha bersabda jenis-jenis karakter manusia yang berorientasi pada ucapan sebagai berikut: Monk, there are these four bad habits of speech. What four? Falsehood, slander, bitter speech, and idle babble. These are the four. Monk, there are these four good habits of speech. What four? Speaking truth, not speaking slander, soft speech and wise speech. These are the four. (Para bhikkhu, inilah empat kebiasaan bicara tidak baik. Apakah keempat itu? Individu yang berbicara mengenai kebohongan, berbicara fitnah, berbicara tidak enak didengar, dan omong kosong. Para bhikkhu, inilah empat kebiasaan bicara baik. Apakah keempat itu? Individu yang berbicara benar, tidak memfitnah, berbicara lemah lembut, dan berbicara dengan bijaksana. Itulah keempat itu). Buddha menjelaskan karakter manusia berdasarkan cara bicara. Terdapat dua kategori yang didasarkan pada karakter cara bicara dan berisi empat macam cara bicara, yaitu: (1) Kategori Berbicara Tidak Baik memiliki empat macam jenis, yaitu berbohong, memfitnah, berbicara yang tidak enak didengar, dan omong kosong. (2) Kategori Berbicara Baik memiliki empat jenis, yaitu berbicara benar, tidak memfitnah, lemah lembut, dan bijaksana.
      Karakter yang berorientasi pada perilaku merupakan karakter yang dapat diketahui dari cara berperilaku. Jenis karakter yang termasuk dalam kategori perilaku terdapat dalam Aguttara Nikāya I (Woodward, 2000: 102), Buddha bersabda jenis-jenis karakter manusia yang berorientasi pada perilaku, yaitu “Reverend Savittha, there are these three persons to be found in the world. What three? One who has testified to the truth with body, one who has won view, and one released by faith. (Pendeta Savittha, itu adalah tiga manusia yang ditemukan di dunia. Apakah tiga itu? pertama yang memiliki perbuatan benar, seseorang yang memiliki pandangan benar, dan seseorang yang membebaskan diri dari keyakinan)”. Karakter yang dikategorikan dalam perbuatan benar merupakan karakter yang tidak melakukan pembunuhan, pencurian, dan pelanggaran susila. Karakter terbentuk dalam diri seseroang karena telah meninggalkan perbuatan jahat yang disebabkan oleh adanya nafsu keinginan dan kebencian yang didorong oleh ketidaktahuan. Karakter perbuatan benar terbentuk dari hasil pengembangan pandangan benar. Pandangan yang bebas dari ketidaktahuan dan pandangan salah mengenai perbuatan yang dilakukan.
      Karakter yang berorientasi pada pikiran merupakan karakter yang dapat diketahui dari cara berpikir yang diungkapkan melalui ucapan dan perbuatan. Jenis karakter yang termasuk dalam kategori pikiran terdapat dalam Visuddhimaggha (Buddhaghosa, 1991: 102-103), menjelaskan enam jenis karakter manusia sebagai berikut: One that suit this temperament: there are six kind of temperament, that is, greedy temperament, hating temperament, deluded temperament, faithful temperament, intelligent temperament, and speculative temperament. ...one of faithful temperament is parallel to one of greedy temperament because faith is strong when profitable (kamma) occurs in one greedy temperament, owing to its special qualities being near to those of greed. ...one of intelligent temperament is parallel to one of hating temperament because understanding is strong when profitable (kamma) occurs in one hating temperament, owing to its special qualities being near to those of hate. ... one of speculative temperament is parallel to one of greedy temperament because obstructive applied thoughts arise often in one of deluded temperament who is striving to arouse unarisen profitable states, owing to theri special qualities being near to those of delusion. (Terdapat enam jenis temperamen, yaitu temperamen serakah, temperamen membenci, temperamen penipu, temperamen setia, temperamen cerdas, dan temperamen spekulatif. ... Temperamen setia sejajar dengan temperamen serakah dan yang menghasilkan (kamma) paling kuat adalah temperamen serakah. ... Temperamen cerdas sejajar dengan temperamen membenci dan yang menghasilkan (kamma) paling kuat adalah temperamen membenci. ... Temperamen spekulatif sejajar dengan temperamen penipu yang menghasilkan (kamma) paling kuat adalah temperamen penipu). Seseorang yang memiliki sifat setia masih berkaitan dengan sifat serakah mengandung pengertian bahwa seseorang yang setia terhadap harta kekayaan  yang dimiliki ingin selalu memilikinya dan tidak ingin terlepas dari harta. Kesetiaan akan memunculkan kemelekatan, melekat pada harta akan selalu mencari harta kekayaan sebanyak-banyaknya dengan mengabaikan kepentingan orang lain dan tidak memperdulikan pihak lain.
      Buddha menjelaskan dalam Aguttara Nikāya I (Woodward, 2000: 71) pembagian karakter manusia sebagai berikut: “Monks, these two persons born into the world are born as extraordinary men. ... A Tathāgata, an Arahat who is a Fully Enlightened One and one enlightened for himself”. (Para bhikkhu, itu adalah dua jenis manusia yang lahir ke dunia dengan kelahiran manusia yang luar biasa. ... Seorang Tathāgata, Arahat yang menerangi secara penuh dan menerangi dirinya sendiri).  Sang Buddha memberikan penjelasan bahwa pada tingkat pencapaian pencerahan spritual maupun intelektual yang paling tinggi, yaitu seorang Tathāgata dan seorang Arahat. Seorang Tathāgata dan Arahat mencapai kesempurnaan dengan menyempurnakan Dasa Pārāmi.
      Dasa Pārāmi (sepuluh kesempurnaan), yaitu moral dalam Buddhis yang mendukung tercapainya kebahagiaan tertinggi (Nārada, 1998: 40). Adapun isi dari Dasa Pārāmi, yaitu:
1.        Dāna
    Seseorang memberikan bantuan kepada orang lain yang membutuhkan merupakan bentuk tindakan dari berdāna. Memberikan materi atau jasa kepada siapa saja yang membutuhkan tanpa ada rasa pamrih atau balas jasa. Terdapat tiga jenis berdana Vinaya Piaka (Rashid: 2009; 79) yaitu āmisā dāna yaitu berdana dengan barang-barang lahiriah seperti barang, makanan, pakaian, dan obat-obatan. Abhaya dāna yaitu berdana dengan memberikan ketenangan dan pengertian sehingga seseorang tidak merasa takut dan merasa sejahtera. Dhamma dāna yaitu berdana dengan memberikan ajaran dan nasihat Dhamma sehingga seseorang menjadi mengerti Dhamma.
2.        Sīla
      Sīla adalah sifat-sifat luhur yang ada di dalam hati nurani yang senantiasa mendorong untuk berbuat baik (Wahyono, 2002: 123). Sīla memberikan dorongan kepada semua orang untuk selalu melakukan tindakan baik. Sīla dalam agama Buddha merupakan moral dasar yang dikembangkan oleh umat Buddha khususnya, yaitu melatih diri untuk tidak melakukan pembunuhan, pencurian, tindakan berjinah, tidak berucap yang tidak benar, dan tidak minum-minuman keras yang mengakibatkan lemahnya kesadaran.
3.        Nekkhamma
      Nekkhamma merupakan tindakan tidak mementingkan diri sendiri maupun menguasai milik sendiri, juga tidak mementingkan diri sendiri dalam kegiatannya. Nekkhamma atau pelepasan tidak hanya bersifat kepedulian, tetapi pelepasan identik dengan nafsu keinginan pada Arahat. Pelepasan dapat diartikan sebagai telah terbebas dari nafsu keinginan, sehingga tidak ada keinginan yang bersifat duniawi yang muncul pada diri Arahat.
4.        Pañña
      Pañña atau kebijaksanaan yang dihasilkan oleh pengalaman, penalaran, dan pengetahuan. Kebijaksanaan ini merupakan dasar dari perkembangan mental, moral, spritual, dan intelektual seseorang. Menurut Wahyono (2002: 123), Pañña adalah sifat luhur yang senantiasa mendorong seseorang untuk berpikir, berkata dan berbuat yang bijaksana.
5.        Viriya
      Viriya adalah usaha yang gigih untuk bekerja demi kesejahteraan pihak lain baik dalam pikiran maupun perbuatan. Tindakan ini dapat dilakukan seseorang dalam masa lampau, sekarang, dan yang akan datang. Semangat bekerja diartikan semangat dalam melaksanakan Dhamma, membantu teman, dan orang yang membutuhkan.
6.        Khanti
      Khanti berarti mudah memaafkan orang lain dan memiliki toleransi yang tinggi (Widya, 2005: 57). Seseorang yang memiliki karakter khanti berarti mudah memaafkan orang lain. Memaafkan dapat memberikan kemudahan bagi seseorang dalam bertindak, karena orang yang mudah memberikan maaf memiliki toleransi yang tinggi.
7.        Sacca
      Kebenaran dapat dilakukan melalui ucapan, pikiran, dan perbuatan. Ucapan yang benar tidak menyebabkan orang lain merasa disakiti. Ucapan salah yang bila dikatakan mengakibatkan orang lain merasa disakiti. Contoh-contoh ucapan salah adalah berbohong, memfitnah, dan menjelek-jelekkan orang lain. Pikiran benar merupakan pikiran yang tidak membenci, tidak serakah, dan tidak ada kebodohan.
8.        Adhiṭṭāna
        Adhiṭṭāna secara umum diartikan sebagai tekad yang kuat. Namun menurut Keown (2004: 5), pengertian adhiţţāna  is the power of will which enables one to control the duration of trance or manifest a particular result of psychic power. (Adhiṭṭāna  adalah kekuatan yang memungkinkan seseorang untuk mengontrol lamanya keadaan tanpa kesadaran atau menunjukkan fakta hasil dari kekuatan fisik). Seseorang yang memiliki tekad yang kuat akan memiliki kekuatan kesadaran dan disertai dengan adanya kekuatan fisik yang kuat.
9.        Mettā     
      Mettā merupakan sifat yang mengharapkan kesejahteraan dan kebahagiaan semua makhluk, tanpa dibatasi oleh apapun (Piyadassi, 2003: 249). Mettā sering diartikan sebagai cinta kasih universal. Cinta kasih bukan cinta yang berasumsi hanya pada pacar atau pasangan, melainkan cinta yang memberikan kedamaian pada semua makhluk.
10.    Upekkhā
      Upekkhā merupakan perasaan netral. Netral diartikan tidak memiliki rasa memihak, tidak memiliki rasa kesukaan, dan tidak memiliki rasa kemelekatan. Netral yang dilakukan tidak perduli terhadap orang lain bukan termasuk dalam upekkhā. Upekkhā adalah seseorang yang memiliki rasa netral walaupun dicela, difitnah atau dipuji. Seseorang yang memiliki upekkhā tidak merasa benci dan marah terhadap orang yang memfitnah.  Selain itu, orang yang mempunyai upekkhā tidak merasa bangga ataupun sombong atas pujian yang diberikan.

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang mengungkapkan suatu masalah atau keadaan atau peristiwa sebagaimana adanya sehingga bersifat sekadar untuk mengungkapkan fakta (Mahmud, 2011: 32). Penelitian ini digunakan untuk mengungkapkan masalah tentang peningkatan karakter Buddhis yang dilakukan dengan pembelajaran learning by playing. Penelitian ini berorientasi pada fenomena atau gejala yang bersifat alami. Tindakan-tindakan dari anak yang mencerminkan peningkatan karakter Buddhis merupakan hasil alami dari permainan yang dilakukan anak tanpa adanya campur tangan dari peneliti.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Wira Putra, Thekelan. PAUD Wira Putra tersebut representatif untuk jumlah siswa dan guru yang menjadi sumber data. Penelitian dilaksanakan dalam beberapa tahap yaitu tahap pra-survei pada bulan Februari 2012, tahap pengambilan data (Maret-Mei 2012), analisis data dan penulisan akhir (Juni 2012).

Subjek dan Objek Penelitian

      Subjek dari penelitian ini yaitu siswa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Wira Putra, Thekelan, kepala sekolah, guru, dan orang tua siswa. Objek yang diteliti yaitu aplikasi learning by playing dalam meningkatkan karakter Buddhis. Peneliti melakukan studi kasus mengenai learning by playing yang digunakan untuk meningkatkan karakter Buddhis.

Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Adapun penjelasannya, yaitu (1) Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu (Moleong, 2005: 186). Percakapan yang dilakukan untuk menggali informasi yang tidak terungkap melalui metode observasi. (2) Observasi adalah melakukan pengamatan terhadap objek baik secara langsung maupun tidak langsung (Hadeli, 2006: 85). Observasi dalam penelitian ini dilakukan dengan cara pengamatan langsung (direct observation)  tanpa perantara dari objek yang diteliti. Observasi yang dilakukan menggunakan daftar cek atau check list yang bertujuan untuk menjaring data yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. (3) Dokumentasi adalah pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan pada subjek penelitian, tetapi melalui dokumen (Mahmud, 2011: 183). Dokumen yang dikumpulkan oleh peneliti berupa bukti tentang kegiatan belajar mengajar yang dilakukan di Pendidikan Anak Usia Dini Wira Putra, Thekelan.

Keabsahan Data

      Sebelum dilakukan analisis data, maka terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan keabsahan data. Pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan pemeriksaan sebagai berikut:
1.        Melakukan Pengamatan Terus-menerus
      Pengamatan secara terus-menerus dapat membuat peneliti lebih cermat, terinci, dan mendalam, supaya peneliti tidak tergesa-gesa dalam menafsirkan data yang diperoleh dari hasil pengamatan. Oleh karena itu, peneliti perlu mengumpulkan data yang lebih banyak untuk menilai benar atau tidaknya penafsiran yang dilakukan peneliti.
2.        Triangulasi
      Triangulasi merupakan suatu upaya menyilang informasi untuk memperoleh kebenaran maupun keabsahan data. Cara yang digunakan dalam melakukan triangulasi terdapat tiga jenis, yaitu (1) Triangulasi antar Sumber merupakan triangulasi dilakukan dengan membandingkan data yang diperoleh dari wawancara dengan kepala sekolah dan guru. (2) Triangulasi antar Metode merupakan triangulasi dilakukan dengan membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, observasi, maupun dengan dokumen yang berkaitan. (3) Triangulasi antar Waktu merupakan Triangulasi dilakukan dengan membandingkan data hasil pengamatan dan wawancara pada suatu waktu dengan waktu lainnya.

Analisis Data

Penulis melakukan analisis data yang telah dikumpulkan dengan alur kegiatan pengumpulan data, reduksi data, display data, dan pengambilan kesimpulan (Miles & Huberman, 1992: 16). Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan wawancara terhadap kepala sekolah, guru, orang tua, dan siswa, observasi kegiatan dari siswa dan guru, dan melakukan pendokumentasian untuk memperoleh data yang sesuai dengan masalah yang akan diteliti. Data yang didapat dari hasil penelitian dilakukan reduksi data oleh peneliti untuk menyeleksi atau memilih data yang relevan dan bermakna untuk menjawab pertanyaan penelitian. Proses penyajian data membantu peneliti untuk mengetahui kesesuaian dari data yang diperoleh dengan peningkatan karakter Buddhis, sehingga memudahkan peneliti dalam melakukan proses analisis data. Analisis data dilakukan sejak awal penelitian sampai penelitian berakhir agar dapat diambil kesimpulan yang tepat mengenai aplikasi learning by playing dan meningkatkan karakter Buddhis. Penarikan kesimpulan dilakukan peneliti dengan berpedoman pada tujuan penelitian yang ingin dicapai berdasarkan pada pertanyaan penelitian. Untuk mendapatkan kesimpulan yang akurat dan tidak menyimpang dari data yang dianalisis dilakukan verifikasi dengan melihat kembali pada reduksi data maupun display data.

HASIL PENELITIAN

Deskripsi Data

       Data yang telah dikumpulkan berdasarkan hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi dianalisis oleh peneliti. Analisis memberikan hasil mengenai kasus yang diteliti yaitu aplikasi learning by playing dalam meningkatkan karakter Buddhis di lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Wira Putra, Thekelan. Hasil yang telah dianalisis tersebut dideskripsikan sehingga dapat mudah dipahami oleh pembaca pada umumnya.
1.        Siswa bermain merangkai gambar pada puzzel.
      Kegiatan merangkai gambar pada puzzel dilakukan siswa dengan cara cara menempelkan potongan-potongan gambar pada sketsa puzzel. Gambar yang ditempel terdiri dari berbagai jenis, yaitu jenis hewan, buah, dan tumbuh-tumbuhan.
2.        Siswa bermain memotong dan menempel gambar.
      Kegiatan ini memberikan tugas kepada siswa untuk melakukan pemotongan dan penempelan gambar dan tidak terlepas dari adanya bimbingan dari guru. Siswa memotong gambar sesuai dengan sketsa gambar pada kertas yang akan dipotong. Setelah selesai memotong gambar, siswa menempelkan gambar tersebut pada kertas yang telah disediakan oleh guru.    
3.        Siswa bermain permainan kreatif blok.
      Siswa dalam permainan ini yaitu membuat bentuk patung  yang sesuai dengan keinginannya. Bentuk patung dirangkai oleh siswa dengan menggunakan kreatif blok yang sudah disediakan oleh guru. Bentuk patung yang dapat dibuat contohnya kereta api, mobil-mobillan, dan hewan.
4.        Siswa bermain tupai, kebakaran, dan sarang.
      Permainan ini dapat dilakukan dengan adanya instruksi dari guru. Instruksi yang diberikan berupa kata-kata yang sesuai dengan permainan tupai, kebakaran, dan sarang. Guru memberikan instruksi dengan mengucapkan kata “tupai” maka siswa mengambil sikap berdiri. Guru mengucapkan “kebakaran” siswa berlari dan jika guru mengucapkan “sarang” siswa mengambil sikap duduk.
5.        Siswa bermain gajah, ayam, dan semut.
      Guru memberikan instruksi-instruksi yang berkaitan dengan permainan gajah, ayam, dan semut. Guru mengucapkan kata “gajah” tindakan siswa yaitu membuat lingkaran lebar dengan saling bergandengan tangan. Guru mengucapkan kata “ayam” siswa membuat lingkaran kecil, dan ketika guru mengucapkan kata “semut” maka siswa bergerombol menjadi satu dalam keadaan masih bergandengan tangan.
6.        Siswa bermain putar balik badan.
      Permainan ini dilakukan dengan memutar badan dengan bergandengan tangan. Kegiatan memutar badan tidak dilakukan secara serentak, melainkan secara bergantian. Kegiatan memutar badan dilakukan siswa satu per satu dengan sambil bergandengan tangan.
7.        Siswa bermain kotak pas.
      Siswa bermain dengan memasukkan benda ke kotak sesuai dengan bentuk dan ukuran. Bentuk yang tidak sesuai dengan ukuran tidak dapat masuk ke dalam kotak. Bentuk yang sesuai dengan ukuran akan masuk ke dalam kotak.
8.        Siswa bermain tusuk jarum gambar.
      Permainan yang dilakukan dengan menggunakan alat jarum dan kertas, jarum sebagai alat penusuk sedangkan kertas untuk membuat gambar. Permainan ini merupakan permainan yang memotong gambar dengan cara ditusuk pada bagian garis gambar, sehingga akan terbentuk bekas tusukan untuk memudahkan siswa dalam merobek gambar yang terdapat di kertas.
9.        Siswa bermain susun ular.
      Permainan susun ular hampir sama dengan permainan kreatif blok, dalam permainan susun ular siswa diharuskan membuat bentuk seperti ular dengan mengurutkan huruf yang terdapat pada media. Dalam permainan ini anak harus mencari dengan teliti huruf-huruf yang sesuai sehingga susunannya tidak keliru.
      Permainan-permainan di atas merupakan permainan yang mampu meningkatkan karakter Buddhis . Hal ini terbukti dengan adanya penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti. Adapun pembahasan mengenai permainan dan karakter yang telah ditingkatkan yaitu sebagai berikut:
1.        Aplikasi learning by playing dalam meningkatkan karakter dāna
      Karakter yang tidak mementingkan diri sendiri yaitu selalu membantu terhadap orang yang membutuhkan bantuan terhadap dirinya. Bantuan yang diberikan dapat berupa tindakan dan materi ataupun nasehat/saran. Sikap tersebut dapat memunculkan rasa persahabatan yang baik diantara kedua belah pihak, sehingga tercipta kenyamanan dan keamanan dalam kebersamaan. Permainan puzzel; kreatif blok; kotak pas; susunan ular; dan memotong dan menempel gambar dapat meningkatkan karakter dāna, yaitu tidak mementingkan diri sendiri, dan bersahabat.
      Permainan tersebut telah menunjukkan adanya karakteristik dāna, yaitu tidak ada pikiran mementingkan diri sendiri, siswa saling melakukan kerjasama antara satu dengan yang lainnya, saling berbagi permainan, dan saling membantu untuk menyelesaikan permainan. Siswa membantu teman-temannya tanpa membedakan antara satu dengan yang lainnya. Jika ada teman yang mengalami kesulitan maka siswa membantunya tanpa membedakan derajat dan gender (jenis kelamin). Siswa telah menunjukkan sikap tidak kikir yaitu dengan membantu teman-temannya dalam mengatasi kesulitan yang dihadapi teman-temannya. Kegiatan membantu mewujudkan sikap saling bersahabat antara satu dengan lainnya.
2.        Aplikasi learning by playing dalam meningkatkan karakter sīla
      Karakter sīla yang dikembangkan siswa dapat membentuk sikap tanggung jawab. Sikap tersebut diwujudkan siswa terhadap segala hal yaitu semua yang sekiranya membutuhkan tanggung jawab dalam pelaksanaannya. Pada karakter ini terbentuk juga sikap yang saling mengasihi antara satu dengan yang lain, yaitu tidak adanya sikap saling menyakiti. Sikap tersebut berganti menjadi sikap penolong dan sikap tidak memihak antara satu dengan yang lain. Permainan puzzel; kreatif blok; memotong dan menempel gambar;  kotak pas; susun ular; tusuk gambar; tupai, sarang, dan kebakaran;  ayam, semut, dan gajah; dan putar balik badan menunjukkan sikap tanggung jawab, Tidak menyakiti, tidak membedakan derajat teman-temannya, dan penolong.
      Dalam permainan tersebut telah menunjukkan adanya karakteristik sīla, yaitu siswa bertanggung jawab terhadap permainan yang dimainkannya dengan mengembalikan mainan ke tempat yang telah disediakan oleh guru atau ke tempat semula. Keamanan dan kenyamanan dapat terbentuk karena dipengaruhi sikap siswa yang tidak bersikap jahat dan tidak menyakiti teman-temannya. Sikap tidak menyakiti ditunjukkan siswa dengan menolong teman-temannya yang kesulitan tanpa memandang derajat dari teman-temannya. Dengan begitu siswa telah menciptakan suasana kerjasama yang harmonis antara satu dengan yang lainnya, sehingga tercipta kenyamanan dan keamanan dalam bermain.
3.        Aplikasi learning by playing dalam meningkatkan karakter nekkhama
      Karakter nekkhama dapat dikatakan sebagai karakter yang tidak ada rasa egois. Dalam praktiknya karakter ini mengembangkan adanya tindakan tidak mementingkan diri sendiri, yaitu peduli terhadap sesama. Selain itu juga mengembangkan adanya sikap selalu berusaha terhadap segala bentuk kegiatan yang dilakukan. Permainan puzzel; kreatif blok; memotong dan menempel gambar;  kotak pas; susun ular; tusuk gambar; dan tupai, sarang, dan kebakaran menunjukkan sikap siswa yang tidak mementingkan diri sendiri dan gigih dalam berusaha. Dalam bermain siswa telah menunjukkan adanya sikap  tidak egois. Siswa saling berbagi permainan dan saling membantu satu dengan lainnya. Siswa mengerjakan permainan dengan gigih dan selalu berusaha untuk menyelesaikan permainan yang dilakukan.
4.        Aplikasi learning by playing meningkatkan karakter pañña
      Karakter pañña yang telah ditingkatkan diwujudkan dengan adanya sikap peduli terhadap diri sendiri dan segala hal. Sikap ini menunjukkan perilaku suka menolong dan tindakan yang selalu mengembalikan mainan jika telah selesai bermain. Karakter ini tidak secara langsung menunjukkan adanya kebijaksanaan, tetapi dalam praktiknya siswa mampu mengembangkan ciri dari karakter pañña. Permainan puzzel; kreatif blok; memotong dan menempel gambar;  kotak pas; tupai, sarang, dan kebakaran;  ayam, semut, dan gajah; susun ular dan putar balik badan menunjukkan adanya sikap sopan terhadap guru dan peduli terhadap sesama teman. Siswa dalam bermain menunjukkan rasa sopan terhadap gurunya. Sikap sopan terhadap guru diwujudkan dengan mematuhi semua perintah dan instruksi-instruksi yang diberikan oleh guru pada saat bermain dan menerima materi. Sikap kepedulian diwujudkan siswa dengan membantu teman-temannya ketika mengalami kesulitan. Siswa membantu temannya dalam mengembalikan mainan dan merapikannya di tempat yang telah disediakan.
5.        Aplikasi learning by playing dalam meningkatkan karakter viriya
      Karakter viriya dapat dikatakan telah meningkat ketika terdapat perilaku-perilaku yang menunjukkan adanya bentuk karakter viriya. Perilaku yang menunjukkan karakter viriya seperti tidak mudah putus asa dalam segala bentuk usaha dan kegiatan yang dilakukan. Seiring dengan pengembangan sikap tidak mudah putus asa terwujud pula sikap tekun dan telaten dalam kehidupannya. Selain itu, siswa menunjukkan sikap disiplin yang diwujudkan dengan cara melaksanakan perintah yang diberikan oleh guru. Contohnya, ketika guru menginginkan siswa untuk menyelesaikan tugasnya sebelum jam istirahat, maka siswa menyelesaikannya.
      Permainan puzzel; kreatif blok; memotong dan menempel gambar;  kotak pas; susun ular; dan tusuk gambar meningkatkan sikap tidak mudah putus asa dan disiplin. Siswa berusaha untuk menyelesaikan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Tugas yang dikerjakan siswa tidak selalu berjalan dengan baik dan tentu akan mengalami kegagalan dalam mengerjakannya. Kegagalan yang dialami siswa tidak menyurutkan niat siswa untuk selalu berusaha dan untuk tidak putus asa dalam menyelesaikan permainan hingga selesai. Dalam bermain siswa bertindak sesuai dengan peraturan yang telah disepakati bersama, sehingga permainan dapat berjalan baik dan lancar. Kedisiplinan siswa diwujudkan dengan adanya sikap menghargai yaitu dengan mengembalikan mainan ke tempat semula.
      Permainan tupai, sarang, dan kebakaran; ayam, semut, dan gajah; dan putar balik badan menunjukkan sikap disiplin. Sikap disiplin siswa diwujudkan dengan mentaati tata tertib dalam bermain. Siswa yang bermain sesuai tata tertib akan memperlancar permainan tersebut. Selain itu, sikap disiplin siswa juga ditunjukkan ketika siswa bermain dengan bantuan bimbingan dari guru, maka siswa akan mengikuti bimbingan dari guru tersebut.
6.        Aplikasi learning by playing dalam meningkatkan karakter khanti
      Karakter ini diwujudkan dengan adanya sikap sabar yang telah dipraktikkan dalam permainannya. Sikap tersebut berkembang menjadi sikap tidak mudah marah dan tidak memaksakan kehendak. Dalam hal ini dituntut adanya bentuk kesabaran dalam bermain. Permainan yang dapat meningkatkan karakter khanti yaitu permainan puzzel; kreatif blok; kotak pas; susun ular; tupai, sarang, dan kebakaran;  ayam, semut, dan gajah; dan putar balik badan. Permainan tersebut mampu menunjukkan adanya sikap sabar pada diri siswa.
      Sikap sabar ditunjukkan siswa dalam segala jenis permainan. Permainan puzzel, kreatif blok, dan susun ular diwujudkan pada saat siswa merangkai permainan tersebut. Tanpa adanya kesabaran dalam merangkai permainan tersebut, maka mainan yang akan dibentuk tidak akan sesuai dengan yang diharapkan siswa. Kesabaran siswa dalam permainan kotak pas; tupai, sarang, dan kebakaran;  ayam, semut, dan gajah; dan putar balik badan diwujudkan ketika siswa menunggu giliran untuk bermain permainan tersebut.
7.        Aplikasi learning by playing dalam meningkatkan karakter sacca
       Karakter sacca yang ditingkatkan terwujud dari sikap menghargai perkataan orang lain. Siswa dalam kegiatan maupun dalam belajar selalu memperhatikan instruksi yang diberikan oleh guru. Dalam hal ini permainan yang dapat meningkatkan karakter sacca yaitu permainan puzzel; kreatif blok; memotong dan menempel gambar;  kotak pas; susun ular; tusuk gambar; tupai, sarang, dan kebakaran;  ayam, semut, dan gajah; dan putar balik badan mampu meningkatkan sikap siswa untuk menghargai perkataan orang lain. Sikap mendengarkan dan melaksanakan instruksi dari guru merupakan wujud dari sikap menghargai perkataan orang lain, hal ini merupakan ciri dari karakter sacca.
8.        Aplikasi learning by playing dalam meningkatkan karakter adhiţţāna
     Karakter adhiţţāna diwujudkan dengan adanya rasa tekad yang dimiliki siswa dalam menjalankan segala bentuk kegiatan. Sikap tekad yang dimiliki mewujudkan pula sikap yang lain yaitu sikap yang tidak mudah putus asa, fokus pada tujuan, dan selalu berusaha. Sikap-sikap tersebut dikembangkan secara bertahap dalam beberapa permainan. Permainan puzzel; kreatif blok; memotong dan menempel gambar;  kotak pas; susun ular; tusuk gambar; dan tupai, sarang, dan kebakaran. Permainan-permainan tersebut mampu menunjukkan sikap tekad dari siswa, sikap tidak mudah putus asa, dan sikap selalu berusaha.
      Siswa memiliki tekad untuk selalu berusaha menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Tekad kuat yang dimiliki siswa diwujudkan dalam segala bentuk tugas dan permainan yang diberikan oleh guru. Siswa merasa bahwa tugas adalah sebagai tanggung jawabnya sehingga harus diselesaikan. Sikap tekad kuat diwujudkan ketika siswa mengalami kesulitan dan kegagalan dalam bermain atau menyelesaikan tugas dari guru. Siswa tidak meninggalkan kegagalannya begitu saja, tetapi selalu berusaha untuk mencari cara agar kegagalan dapat berubah menjadi keberhasilan.
9.        Aplikasi learning by playing dalam meningkatkan karakter mettā
      Karakter mettā identik dengan sikap cinta kasih. Sikap tersebut dapat diwujudkan dengan berbagai bentuk dalam praktiknya. Contohnya sikap peduli, sikap ini menunjukkan adanya rasa cinta kasih. Ketika siswa memiliki sikap peduli maka siswa mempraktikkan tindakan menolong dan tidak menyakiti. Sikap menolong dilakukan terhadap semua orang yang membutuhkan pertolongan, sedangkan sikap tidak menyakiti terwujud jika tidak ada pertengkaran diantara dua pihak atau lebih. Permainan puzzel; kreatif blok; memotong dan menempel gambar;  kotak pas; susun ular; tusuk gambar; tupai, sarang, dan kebakaran;  ayam, semut, dan gajah; dan putar balik badan. Permainan-permainan tersebut mampu meningkatkan sikap peduli, sabar, bersahabat, dan tidak ada sikap menyakiti.
      Siswa yang memiliki kepedulian terhadap teman-temannya yaitu siswa yang membantu teman-temannya ketika sedang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan permainannya. Dari rasa peduli yang dimiliki siswa maka akan mengakibatkan rasa persahabatan dan kekeluargaan dalam belajar dan bermain. Sikap persahabatan pada diri siswa diwujudkan dengan saling membantu dan tidak saling menyakiti antara satu dengan yang lainnya. Persahabatan dapat pula diwujudkan dengan saling memberi kesempatan kepada temannya untuk ikut bermain dan bercerita.
10.    Aplikasi learning by playing dalam meningkatkan karakter upekkhā
      Sikap yang diwujudkan dalam hal ini yaitu sikap adil, yaitu sikap yang tidak memihak antara satu dengan yang lain. Berdasarkan pengertian karakter upekkhā  yang sebenarnya yaitu bersikap seimbang. Dalam hal ini sikap tidak memihak telah menunjukkan adanya karakter upekkhā. Selain itu, salah satu sikap yang menunjukkan ciri upekkhā yaitu sikap tanpa kemelekatan terhadap segala hal, sebagai contoh siswa memperbolehkan untuk berbagi permainan. Permainan puzzel; kreatif blok; memotong dan menempel gambar;  kotak pas; susun ular; tusuk gambar; tupai, sarang, dan kebakaran;  ayam, semut, dan gajah; dan putar balik badan. Sikap yang mampu dimunculkan pada diri siswa melalui permainan tersebut yaitu sikap adil, tidak memihak, dan sikap tanpa kemelekatan. Permainan tersebut menunjukkan adanya sikap tidak memihak, dalam hal ini siswa telah bertindak adil terhadap teman-temannya.  Sikap tanpa kemelekatan diwujudkan siswa dengan saling berbagi atau saling bergantian mainan sehingga semua teman dapat merasakan banyak permainan. Sikap tanpa kemelekatan mendorong siswa untuk saling berbagi dan saling membantu ketika temannya tidak memiliki mainan.

KESIMPULAN

      Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana diuraikan pada Bab IV, maka dapat dikemukakan kesimpulan mengenai aplikasi learning by playing dalam meningkatkan karakter Buddhis pada lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Wira Putra Thekelan, sebagai berikut:
1.        Karakter Dāna dan Pañña
      Permainan yang dapat meningkatkan karakter dāna dan pañña yaitu permainan puzzel; kreatif  blok; memotong menempel gambar;  kotak pas; susun ular; tupai, sarang, kebakaran;  ayam, semut, gajah; dan putar balik badan. Permainan tersebut menunjukkan sikap tidak mementingkan diri sendiri dan bersahabat dalam karakter dāna. Pada karakter pañña, permainan-permainan tersebut menunjukkan sikap peduli pada siswa.
2.        Karakter Sīla, Viriya, Sacca, Mettā, dan Upekkhā
      Permainan yang dapat meningkatkan karakter sīla, viriya , sacca, mettā, dan upekkhā  yaitu permainan puzzel; kreatif  blok; memotong menempel gambar;  kotak pas; susun ular; tusuk gambar; tupai, sarang, kebakaran;  ayam, semut, gajah; dan putar balik badan. Dalam karakter sīla, siswa menunjukkan adanya sikap tanggung jawab dan tidak saling menyakiti. Pada karakter viriya, permainan tersebut siswa meningkatkan sikap tidak mudah putus asa, tekun, dan teliti. Dalam karakter sacca, permainan-permainan tersebut meningkatkan sikap menghargai perkataan orang lain. Permainan-permainan tersebut meningkatkan sikap peduli, tanpa bertengkar, sabar, dan bersahabat pada karakter mettā. Pada karakter upekkhā, permainan-permainan tersebut meningkatkan sikap tidak memihak, adil, dan tanpa kemarahan.
3.        Karakter Nekkhamma dan Adhiṭṭāna
      Permainan yang dapat meningkatkan karakter nekkhamma dan adhiṭṭāna yaitu permainan puzzel; kreatif blok; memotong menempel gambar;  kotak pas; susun ular; tusuk gambar; dan tupai, sarang, kebakaran. Permainan-permainan tersebut mampu meningkatkan sikap tidak mementingkan diri sendiri dan gigih berusaha. Sedangkan dalam karakter adhiṭṭāna, permainan-permainan tersebut meningkatkan sikap tekad kuat, tidak mudah putus asa, dan selalu berusaha.
4.        Karakter Khanti 
      Permainan yang dapat meningkatkan karakter khanti  yaitu permainan puzzel; kreatif  blok; kotak pas; susun ular; tupai, sarang, kebakaran;  ayam, semut, gajah; dan putar balik badan. Permainan-permainan ini dapat meningkatkan  sikap sabar, tidak memaksa, dan tidak mudah marah pada karakter khanti.
      Permainan yang dilakukan siswa tidak dapat sepenuhnya memunculkan karakteristik yang terdapat pada Dasa Pārāmi, namun hal tersebut telah mewakili antara satu dengan yang lainnya. Contohnya karakteristik dana yang muncul yaitu mengenai tidak ada mementingkan diri sendiri, berdasarkan sikap tersebut maka akan dapat memunculkan sikap-sikaap lainnya, seperti penolong, bersahabat, dan penyayang. Oleh karena itu peningkatan karakter yang dimulai dari sejak dini sangat diperlukan, karena akan berpengaruh ketika anak dewasa. Karakter akan membentuk kepribadian anak, dan kepribadian akan memudahkan anak dalam bergaul dengan lingkungan, teman, dan rekan kerja.

DAFTAR PUSTAKA

Buddhaghosa. 1991. The Path of Purification (Visuddhimagga). Kandy, Sri Lanka: Buddhist Publication Society.
Hadeli. 2006. Medode Penelitian Kependidikan. Jakarta: Quantum Teaching.
Keown, Damien. 2004. A Dictionary of Buddhism. New York: Oxford University.
Kompas. 10 Februari 2012. Kakak Bunuh Adik Kandung, hlm. 26.
Mahmud, H. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.
Miles, Matthew B. dan A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Terjemahan oleh Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: UIP.
Moleong. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Naradā. 1998. Sang Buddha dan Ajarannya. Jakarta: Yayasan Dhammadipā Ȃrāma.
Piyadassi Mahathera. 2002. Spektrum Agama Buddha. Jakarta: Yayasan Pendidikan Buddhis Tri Ratna.
Rashid, S.M. 2009. Sila dan Vinaya. Jakarta: Buddhis Bodhi.
Santrock, Johm W. 2007. Perkembangan Anak (judul asli: child development). Jakarta: Erlangga.
Wahyono, Mulyadi. 2002. Pokok-pokok Dasar Agama Buddha. Jakarta: Departemen Agama RI.
Widya, Dharma K. 2005. Kompilasi Istilah Buddhis. Jakarta: Yayasan Dana Pendidikan Buddhis Nalanda.
Woodward, F.L. 2000. The Book of The Gradual Saying: The Book of The Threes: On Person: Testifying With Body (Aguttara Nikaya I). Oxford: The Pali Text Society.
_____________. 2001. The Book of The Gradual Saying: The Book of Fours: Good Conduct  (Aguttara Nikaya II). Oxford: The Pali Text Society.


[1] Mahasiswa Prodi Dharma Acarya Sekolah Tinggi Agama Buddha (STAB) Syailendra
[2] Pembimbing I, 2Pembimbing II
Share this on your favourite network

0 comments:

Post a Comment

Like us on Facebook
Follow us on Twitter
Recommend us on Google Plus
Subscribe me on RSS