Media Sosial Ajang Perseteruan
Perkembangan
teknologi komunikasi yang semakin maju memudahkan aktivitas manusia, baik
dalam sarana informasi, bisnis, sumber
informasi pendidikan, dan
lain sebagainya. Salah satu teknologi komunikasi yang
tidak bisa lepas dari kehidupan masa kini adalah smartphone. Dengan berbagai fitur terutama media sosial, manusia
seakan enggan terlepas dari dunia maya. Bahkan tidak dapat dipungkiri bahwa hal
pertama yang dicari ketika bangun tidur adalah smartphone.
Menurut Chris
Garrett, “media sosial adalah
alat, jasa, dan komunikasi yang memfasilitasi hubungan antara orang satu dengan
yang lain serta memiliki kepentingan atau ketertarikan yang sama” ( http://www.trigonalmedia.com/2015/08/pengertian-media-sosial-menurut-para.html). Saat ini terdapat berbagai bentuk media sosial seperti facebook, instagram, twitter, path, blog dan lain-lain. Media sosial merupakan
sarana penyaluran berbagai macam hal, mulai dari informasi yang inspiratif,
sarana ekspresi diri, penyaluran keluh kesah, sarana bisnis, dan
masih banyak lagi. Sebenarnya banyak hal bermanfaat yang dapat dibagi maupun
didapatkan melalui media sosial, tetapi kenyataan pada saat ini, media sosial lebih
banyak disalahgunakan. Dari
1.627 kasus yang ditangani Ditreskrimsus Polda Metro Jaya pada tahun 2016,
1.207 kasus merupakan kasus kejahatan dunia maya atau cyber crime (http://www.cnnindonesia.com/nasional/20161230232449-12-183255/cyber-crime-kasus-kejahatan-terbanyak-di-2016/).
Beberapa fakta penyalahgunaan
media sosial berupa penyebaran hoax, sarana
sindir-menyindir, grup permusuhan, adu komentar yang tak layak, menjelekkan
nama baik orang lain, cyber sex, mengumpat
dengan kata-kata kasar, dan lainnya. Dengan semakin banyaknya status-status yang tidak layak ini,
media sosial tidak lagi digunakan untuk hal yang bermanfaat melainkan hanya
sebagai ajang ekspresi diri yang salah. Selanjutnya muncul kejahatan media
sosial yang disebut cyber crime. Status
atau komentar yang sedikit menyinggung saja akan dapat menimbulkan masalah yang
besar sampai pada perkelahian individu maupun kelompok. Salah satu kasus di Indonesia yaitu, kasus Ahok.
Kasus ini berawal dari publikasi berita yang tidak sesuai dengan kenyataan yang
menyebabkan Ahok didakwa dengan
kasus penistaan agama. Hanya melalui penyebaran informasi yang belum diketahui
kebenarannya ini, dengan cepat masyarakat Indonesia yang merasa dinistakan
agamanya beraksi, yaitu dengan beberapa kali demo untuk menuntut Ahok. Bahkan
tidak berhenti sampai di sini,
masyarakat juga melancarkan aksinya di media sosial. Para ’pembela agama’ sering memosting status kebencian terhadap Ahok yang
akan berlanjut ke komentar-komentar adu argumen antara pihak pembela agama dan
pembela Ahok. Perseteruan di media sosial terus berlangsung dengan bebasnya,
bahkan tidak jarang kebencian mereka dituangkan dalam status yang kasar. Dengan
tindakan seperti ini, maka perseteruan tidak akan berakhir. Dengan contoh salah
satu kasus ini kita dapat melihat betapa bahayanya media sosial apabila digunakan untuk ajang perseteruan atau ajang
penyebaran kebencian.
Pada dasarnya orang-orang yang
melakukan cyber crime tidak
mengetahui dasar hukum yang mengatur penggunaan media sosial. Padahal apabila
penyalahgunaan media sosial itu dilaporkan kepada pihak berwajib, tersangka
dapat dijerat 12 tahun penjara atau denda paling banyak 12 miliyar rupiah. Hukum
yang mengatur penggunaan media sosial disebut UU ITE (Undang-undang Interaksi
dan Transaksi Elektronik). UU ITE mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang
memanfaatkan internet sebagai medianya, baik transaksi maupun pemanfaatan
informasinya. Pada UU ITE ini juga diatur berbagai ancaman hukuman bagi
kejahatan melalui internet. (http://www.bin.go.id/awas/detil/127/4/20/07/2012/hati-hati-memanfaatkan-media-sosial#sthash.igGVcXt9.dpuf).
Selain
mempelajari UU ITE, pengguna media sosial perlu mengetahui hal-hal dasar untuk
menyikapi cyber crime. Praktisnya dapat diawali dari diri sendiri
dengan bersikap gentleman atau
menyelesaikan masalah secara langsung. Kemudian dalam menyebarkan informasi,
pengguna media sosial harus memperhatikan dan hati-hati dalam pemilihan kata.
Bersikap dewasa juga diperlukan karena dalam hal ini intropeksi diri digunakan
sebelum menyebarkan informasi. Kesimpulannya, bijaklah dalam menggunakan media
sosial. Daripada digunakan untuk ajang perseteruan, lebih baik digunakan untuk
membagi informasi yang inspiratif dan bermanfaat.
Referensi :
Badan Intelijen Negara RI. 2012. (http://www.bin.go.id/awas/detil/127/4/20/07/2012/hati hati-memanfaatkan-media-sosial).
Diposting pada 20 Juli 2012
Fuji. 2015. (http://www.trigonalmedia.com/2015/08/pengertian-media-sosial-menurut-para.html).
Diposting pada 10 Agustus 2015.
Elise Dwi Ratnasari. 2016. (http://www.cnnindonesia.com/nasional/20161230232449-12-183255/cyber-crime-kasus-kejahatan-terbanyak-di-2016/).
Diposting pada hari Jumat, 30/12/2016 23:33 WIB.
Angga
Roni Priambodo. 2015. (http://www.republika.co.id/berita/koran/gen-i/15/09/30/nvh7c6-curhat-di-media-sosial).
Diposting pada 18 September 2015 pukul 19:37 WIB.
Artikel By. Kabid Pendidikan
Share this on your favourite network
Diusahakan buku juga menjadi sumber tulisan.
ReplyDelete